Share

05. Ejekan

last update Last Updated: 2022-11-14 21:51:32

“Saya memang suka berpenampilan seperti ini Bu, apakah Ibu keberatan?”

“Dan mengenai kaki saya, tidak perlu mencari tahu kenapa dan apa, karena kita di sini untuk menghadiri acara anak-anak kita, apakah Ibu keberatan?” tanya Aluna dengan sikap tenangnya.

“Sudah cacat sombong pula,” sahutnya dan bergegas pergi dari hadapan Aluna.

“Loh Aluna kamu di sini?” tanya seorang wanita paruh baya itu yang dia kenal.

“Siapa dia Jeng?” tanya Ibunya Vivi penasaran.

“Ini bukan mamanya Raina, tetapi menantunya Bu Rini keluarga Batara pengusaha properti itu loh, kan yang bangun sekolah ini adalah Bapak Ardin Bagas Batara dan dia menantunya yang cacat itu,” celetuk Bu Yeni salah satu tetangga mereka.

“Kamu memang diizinkan keluar, bukannya kamu nggak boleh keluar ya, jangan-jangan kamu pergi begitu saja dari rumah itu?” sindir Bu Yeni kembali memojokkan Aluna.

Namun, Aluna masih bersikap tenang menghadapi Bu Yeni yang hampir sama tabiatnya dengan mertuanya itu.

“Saya memang bukan ibunya Raina, tetapi kasih sayang untuk Raina tiada batasnya, maaf bukannya saya tidak sopan tetapi saya ke sini hanya untuk menghadiri acara sekolahnya Raina karena yang lain tidak bisa hadir, apakah itu masalah buat Anda, Bu Yeni ?” tanyanya dengan tegas.

“Ayuk Tante, kita cari tempat duduk saja,” ajak Raina menarik tangan Aluna, tetapi saat ingin duduk terdengar suara orang berteriak kencang di jalanan.

Semua orang yang hadir ikut mencari sumber suara itu. Tidak ketinggalan Raina dan Aluna pun ikut bersama mereka keluar.

Tampak seorang gadis kecil ketakutan dan diam di tempat dan itu adalah Vivi teman Raina yang sombong. Di hadapannya ada seekor ular yang sedang berdiri kepalanya untuk siap menerjang Vivi jika dia banyak bergerak.”

“Tante ada ular, apakah itu sangat bahaya?” tanya Raina penasaran.

“Iya Sayang, itu sangat berbahaya jika ada pergerakan sedikit ular itu akan langsung menggigitnya,” jelas Aluna sembari memperhatikan gerakan ular itu.

“Tolong anak saya Bu, Pak!”

“Ma, Vivi takut ular itu sangat dekat sama Vivi.” Anak itu menangis histeris membuat ular itu sedikit agresif mendekati Vivi.

Tidak ada yang menolong semua ikutan panik, pihak sekolah memanggil pemadam kebakaran untuk segera menangkapnya tetapi belum juga datang.

Maaf Pak, apakah ada karung beras atau semacamnya ?” Aluna bertanya kepada cleaning servis sekolah.

“Sepertinya ada Bu, sebentar saya ambilkan,” jawab orang itu dan segera mencarinya di dalam.

Tak butuh waktu lama orang itu keluar dengan membawa satu karung beras bekas dan memberikannya kepada Aluna.

“Ini buat apa toh Bu?”

“Ya buat ularnya,” jawabnya santai.

“Tante mau ke mana?” tanya Raina ikutan panik.

“Mbak Sarah, jaga Raina jangan sampai dia ikut aku ke sana, “ pintanya.

Aluna mendekati dan dengan jalan perlahan-lahan mendekati ular itu, semua tertegun akan keberanian Aluna dan dalam sekejap ular itu dia ambil dengan tangan kosong.

Dengan cepat dia masukan ke dalam karung beras bekas itu lalu mengikatnya dengan tali rapia. Ibu itu langsung memeluk anaknya dan menangis histeris sembari menciumi wajah anaknya sendiri. Semua bertepuk tangan dan memberikan senyuman saat Aluna dengan mudahnya mengambil ular berbisa itu. Bu Vina langsung memeluknya erat dan menangis setalah itu berterima kasih karena sudah menolong anaknya.

“Bu Aluna, sungguh saya sangat memuji keberanian kamu, padahal tadi saya sudah menghina kamu di depan orang banyak, tetapi kamu masih mau menolong anak saya dari luar berbisa itu, saya tidak tahu jika terjadi sesuatu dengan anak saya, terima kasih,” ucapnya bahagia.

“Iya Bu sama-sama,” sahutnya ikut tersenyum.

Bu Yeni yang ingin memberitahukan keberadaan Aluna langsung mengurungkan niatnya dan membiarkan Aluna ada di sekolah itu. Semua menyambut dan menghormati Aluna membuat dia pun sangat terharu karena bisa di terima di kalangan sosial elit itu.

Raina dan Sarah berpelukan dengan Aluna dan terlebih lagi Raina sangat bahagia ketika Aluna di terima dengan buka tanpa melihat kekurangan fisiknya.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, mereka harus pulang sebelum orang rumah mencari Aluna. Mereka tampak bahagia dan Raina tidak mau melepaskan tangan Aluna, dia sudah nyaman dengan keberadaan Aluna di sampingnya.

Sampai mereka di rumah dan betapa terkejutnya mereka di sambut oleh Bu Rini dan Sari dengan tatapan sinisnya. Seketika keceriaan mereka sirna. Sadar akan situasi tegang Aluna menyuruh Sarah membawa Raina pergi ke kamarnya.

“Wah, hebat kamu Aluna tanpa seizin suamimu, kamu berani keluar dan pergi ke sekolah Raina, apa yang ingin kamu tunjukan Aluna? Kamu ingin menunjukkan kalau keluarga Batara mempunyai menantu cacat begitu? Kamu sengaja mau mempermalukan kami, Aluna?” tanya Bu Rini dengan tatapan tajamnya dengan berkacak pinggang.

“Apa yang Mama katakan, Aluna hanya ingin Raina bahagia, dia mempunyai keluarga banyak tetapi tidak ada satu pun yang peduli dengan gadis kecil itu, kalian sibuk dengan urusan dunia kalian masing-masing. Dia itu masih kecil dan butuh banyak perhatian,” tegas Aluna.

“Hei kamu, tahu dari mana kamu tentang cara mengasuh anak, sedangkan kamu saja belum punya anak, lagian pernikahan kalian sudah enam bulan nggak ada tuh tanda-tandanya hamil?” sindir Sari tersenyum jahat.

Rasanya ingin sekali menertawakan bahkan ingin menjambak rambut wanita yang bergelar kakak iparnya itu, tapi dia masih mempunyai hati nurani untuk merendam emosinya sesaat. "Apakah Mbak Sari sedang mengigau, hah? Bagaimana aku bisa hamil kalau aku tidak di sentuh sama sekali oleh suamiku sendiri, tetapi bagaimana dengan Mbak, apakah aku harus mengulang pertanyaan aku?” sindir balik ke Sari dengan sorotan mata tajamnya.

Mereka pun berdebat lagi sampai akhirnya terdengar suara deru mobil masuk ke halaman rumah. Dengan bergelayut manja di lengan Ardan, seorang wanita dengan paras cantik dan seksi memasuki rumah itu. Suara sepatu berhak tinggi sudah meninggalkan bunyi, sehingga dengan cara perlahan-lahan menyambutnya suka cita.

“Halo semuanya?” sapa wanita cantik itu dengan ramah.

“Delia?” panggil Bu Rini antusias.

“Tante apa kabar?” Delia berlari kecil menghampiri Bu Rini dan memeluknya begitu juga dengan Sari.

“Loh bilangnya jam empat sore tetapi ini baru jam dua siang?” tanya Bu Rini bingung sekaligus bahagia.

“Iya Tante dimajukan dan sekarang Delia sudah di sini? “ jawabnya semringah.

“Ya sudah ayuk kita ke dalam supaya lebih enak mengobrolnya,” lanjutnya lagi.

“Oya ini siapa Tante, pembantu baru?” tanya Delia saat melihat Aluna berdiri mematung.

“Delia Sayang, kenalin ini istri cacat Ardan, ya begitulah Om Ardin ingin sekali menikahkan anak pembantu dengan majikannya, bagaimana Tante mau mendapat keturunan begini, adanya Tante malu lah,” sindir Bu Rini.

Mereka pun menghempaskan bokongnya bersaman dan saling bicara dengan hangat. Aluna yang melihatnya merasa iri dengan kedekatan mereka. Ada sesak di dada yang dia rasakan, berusaha untuk menahannya sebisa mungkin agar bulir-bulir air matanya tidak jatuh. Ardan melihat Aluna yang masih berdiri mematung kembali menghampirinya.

“Aluna, seperti yang aku bilang sama kamu, Delia akan tinggal di sini untuk sementara waktu setelah rumahnya selesai, dan selain itu dia adalah calon istriku dan kamu harap tidak keberatan. Kamu lihat, kan, perbedaan kamu dengan Delia, penampilan sangat cantik dan sempurna, aku tidak malu untuk memperkenalkan kepada orang lain siapa istriku.” Ardan menatap sinis istrinya tapi Aluna membalas tatapan itu.

"Apa kelebihan wanita itu, Mas?" tanya Aluna dengan nada sedikit gemetar.

“Kalian seperti langit dan bumi, dan aku tidak tahu kenapa papa sangat menginginkan aku menjadi suamimu, tetapi biarlah untuk kebahagiaan papa aku turuti tetapi aku juga tidak mau kebahagiaan aku terganggu kan. Bukankah menyenangkan suami juga adalah ibadah dan ini salah satunya membiarkan aku hidup dengan cintaku yang seharusnya.” Ardan tampak tegas mengatakan semuanya dan terlihat bahagia sedangkan Aluna hanya diam dan menyaksikan kebahagiaan yang terukir manis di hadapannya.

“Oh sial, kenapa dia ada di sini apakah dia mengenalku, sepertinya aku harus menyingkirkan Aluna sebelum dia sadar siapa yang mencelakai Ardan setahun yang lalu,” batin Delia berkata gelisah sambil menatap tajam ke arah Aluna.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    122. Aku Mencintaimu Aluna

    Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    121. Minta Izin

    Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    120. Masa Lalu

    Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    119. Tertidur Di Kantor

    Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    118. Naik Mobil Mewah

    Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    117. Di mana Naya

    Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status