공유

04. Sakit Hati

last update 최신 업데이트: 2022-11-14 21:50:49

"Halo, iya Mas ada apa?"

"Mama sudah memberikan tugas untukmu kan?"

"Iya Mas, sudah ini lagi mau menyiapkan bahannya dulu."

"Dengarkan baik-baik Aluna, Delia adalah tunanganku, dan aku akan segera menikahinya. Pilihan kamu ada satu bertahan dengan siap di madu atau kita bercerai, segera kamu pikirkan baik-baik, kamu pasti tidak mungkin memilih bercerai karena jika papa sampai tahu dia akan mengalami serangan jantung, jadi aku mohon jika Papa sampai tahu kalau aku menikah lagi kamu yang harus menjawabnya kalau kamu setuju untuk di madu, aku tidak perlu mengulanginya lagi kan?."

Belum juga Aluna menjawabnya, sambungan telepon itu terputus secara sepihak tanpa mengetahui setuju atau tidak. Matanya memerah dan terduduk kembali setelah mendapat kabar yang sangat menyakitkan hatinya.

“Ada apa lagi Neng?” tanya Mbok Asih penasaran.

“Nggak ada Mbok, Aluna mau ke kamar mandi dulu.”

“Perlu Sarah bantu Neng?”

“Nggak usah Mbak Sarah, aku bisa sendiri kok,” jawabnya pelan dan melangkah menuju ke kamar mandi.

Kasihan sekali Neng Aluna, dia itu menantu loh di rumah ini hanya karena nggak punya kaki, dia tidak dipedulikan hanya Pak Ardin saja yang peduli dengannya,” ucap Mbok Asih sedih setelah kepergian Aluna.

“Iya mereka itu aneh banget, wajahnya Neng Aluna itu cantik banget walaupun nggak pakai polesan, cuma dia nggak punya kaki sebelah mereka menganggapnya beban. Mbok tahu nggak sih kenapa kaki sebelah kiri Neng Aluna nggak ada? Sepertinya itu bukan cacat dari lahir deh?” selidik Sarah yang mulai penasaran.

“Mbok juga nggak ngerti, Mbok juga sih sependapat dengan kamu tetapi Mbok nggak enak mau tanya sama Neng Aluna," jawab Mbok Asih.

“Oh pantes saja ya Mbok Pak Sugeng dan Mbok Narsih anaknya tidak mau menjadi pembantu di rumah ini, ya cantik gitu, pasti menjadi santapan majikan setiap hari, pada nyosor deh ke dia, ujung-ujungnya mereka tidak akan bertanggung jawab, tetapi kalau Den Ardan tidak mungkin seperti itu kecuali Pak Ardi itu Mbok,” celetuknya asal.

“Kok, kamu tahu kelakuan si Pak Ardi, memang kamu pernah begituan sama dia, awas ya kamu macam-macam sama dia, jauhi orang itu, Mbok nggak suka sama dia,” gerutunya kesal sembari meninggalkan Sarah.

“Masa sih, tetapi Pak Ardi ganteng banget, siapa tahu nasibku sama seperti Neng Aluna menjadi istrinya Pak Ardi?” batin Sarah.

***

Aluna menutup pintu kamar mandi, dia lalu menyalakan keran air dan menangis histeris.

“Tidak Luna ... Kamu tidak boleh sedih, ini bukan akhir segalanya, kamu harus kuat, buktikan kalau kamu memang wanita tangguh. Benar kata Mas Ardan tidak ada pilihan lain karena papa sudah menganggapku seperti putri kandungnya sendiri, tidak mungkin aku begitu saja menyerah.”

Aluna membasuh wajahnya yang sembab, dan tidak mungkin juga dia hanya meratapi nasibnya yang malang. Setelah bisa berdamai dengan hatinya, Aluna membuka pintu kamar mandi dan sudah di tunggu oleh Mbok Asih dan Sarah.

Mbok Asih dan Sarah sangat peduli dengan Aluna, mereka teman curhat saat Aluna merasa kesepian dan butuh pelampiasan amarahnya.

“Ada apa?” tanya Aluna mendapati mereka yang masih menunggu Aluna keluar.

“Hanya memastikan kalau Neng Aluna nggak apa-apa,” jawab Mbok Asih tersenyum.”

“Aluna nggak apa-apa Mbok, Ayuk kita mulai kerja sudah setengah jam waktu kita terbuang.”

“Beres Neng, gitu dong semangat.”

Aluna menghilangkan dulu rasa kecewanya dengan Ardan. Dua harus bisa menyelesaikan empat hidangan utama dengan segera. Untung saja makanan kesukaan Delia tidak terlalu berat sehingga bagi Aluna itu hal yang mudah.

Dengan semangat Aluna bersama dua pembantu setianya mengeksekusi bahan yang sudah mereka sediakan, tentu saja masakan harus jad semua sebelum jam empat sore.

Aluna juga menambahkan camilan dan puding untuk sebagai makanan penutup. Mbok Asih dan Sarah sangat terpukau dengan kedua tangan Aluna yang begitu lihai menggunakan bahan yang tersedia menjadi sesuatu yang berbeda.

Sudah tiga jam mereka berkutat di dapur, dan sudah waktunya Sarah pergi ke sekolah Raina. Aluna ingin sekali datang ke sekolah Raina tetapi mereka tidak mengizinkannya.

“Neng Aluna mau ke sekolah Raina ya?” tanya Sarah ketika melihat wajah Aluna kembali bersedih .

Aluna mengangguk tetapi dia hanya tersenyum mengantarkan kepergian Sarah untuk ke sekolah.

“Ayok Sar, kita pergi nanti telat,” ujar Doni datang menghampiri Sari di dapur.

“Ada apa toh, aduh kalau Neng Aluna seperti ini Mas Doni nggak tega juga, bagaimana ini?” tanya Doni yang ikut merasa sedih juga.

“Sudah begini saja Neng Aluna ikut saja di dalam mobil, dan bisa melihat Non Raina, bagaimana?” usul Doni.

“Nggak usah, biar aku di rumah saja, kalian sudah banyak membantuku, aku nggak mau kalian juga kena marah dari mereka karena telah menolongku,” jawabnya tersenyum kecut.

“Sudah nggak apa-apa Neng, kasihan Non Raina dia ingin sekali kalau Neng Aluna datang, dia sudah tidak mempunyai ibu lagi dan jika Neng bersamanya dia pasti sangat bahagia.”

“Apakah Neng tidak ingin melakukannya demi Raina, dia butuh kasih sayang , dan dia sudah mendapatkan dari kamu Neng Aluna, ”jelas Mbok Asih bersemangat.

Aluna tampak ragu tetapi hatinya mau bertemu dengan Raina.

“Sudah cepatan sana, keburu Bu Rini dan Non Sari pulang dari shopping,” sahutnya lagi.

Mereka pun pergi ke sekolah Raina, sepuluh menit mereka sampai. Rasa dag dig dug di hati Aluna sehingga dia tidak mau turun dari mobil.

“Ayuk Neng kita ke luar,” ajak Sarah yang ikut menemani.

“Aku di dalam mobil saja, bagaimana jika ada yang mengenali aku dan orang itu memberitahukan kepada orang rumah dan mereka akan malu mempunyai menantu cacat seperti aku?”

“Lebih baik aku di sini saja dan melihatnya, kamu pergi sana dan katakan sama Raina aku ada di dalam mobil,” ujar Aluna tersenyum miris.

“Baik Neng, tunggu sebentar ya.” Sarah keluar dari mobil dan mencari Raina. Sekitar lima menit gadis kecil itu berlari dengan bahagia menghampiri mobil itu.

“Tante Aluna?”

“Iya Sayang, Tante ada di sini.”

“Ayuk ke dalam, acara nya sudah mau mulai,” ajak gadis kecil itu.

“Tidak, Tante di sini saja, Tante malu.” Rasa percaya diri Aluna kembali menciut saat mereka orang -orang itu berpakaian rapi dan berkelas.

“Tante, Raina mohon!” rengeknya. Jika sudah begini hati Aluna menjadi lunak tidak ingin mengecewakan gadis kecil itu yang sudah banyak memberikan cinta dan kasih sayang.

Dengan perlahan pintu mobil itu terbuka dan kaki kanan dia ayunkan mencari keseimbangan, tongkat penyangganya sudah keluar dari mobil.

“Ayuk Tante, ada Raina dan Mbak Sarah.” Raina memberikan semangat agar bisa keluar dibantu oleh Sarah untuk memapahnya.

Aluna yang anggun memakai gamis lebar panjang berwarna merah muda dengan warna hijab yang senada. Di tambah riasan tipis yang tetap terlihat cantik dan natural.

Semua orang akhirnya menatapnya sangat heran. Dan memperhatikan dari atas sampai bawah penampilan Aluna yang cantik dan anggun tetapi cacat.

“Rai, ini mamamu cantik tetapi kok nggak punya kaki, mamamu cacat ya?” tanya teman sekelas Raina saat mereka berpapasan.

“Hai teman-teman ternyata ibu barunya Raina cacat nggak punya kaki sebelah, hahaha,” tawa teman-temannya terdengar.

“Ma, lihat deh Raina dia mau kenalin ibu barunya tetapi nggak punya kaki, kasihan banget sih,” ucap Vivi temannya yang usil.

“Hus Vivi jangan begitu dong sama mamanya Raina, yang penting kan punya mama.”

“Maaf ya namanya juga anak-anak, tetapi benar juga sih kata Vivi, kamu pasti dari kalangan orang miskin soalnya pakaianmu biasa banget dan kakimu apakah cacat dari lahir ya?” tanya ibu itu sebab sedikit mengejek.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    122. Aku Mencintaimu Aluna

    Naya bangun dan melihat Ardan sedang menutup matanya. “Apakah Abi sangat kelelahan sehingga di jam seperti ini masih bisa beristirahat?” gumamnya dalam hati sambil menatap kearah Ardan. Naya beranjak dari tempat duduknya dengan perlahan-lahan lalu sampai lah dia di sofa tempat Ardan duduk dengan posisi sang masih sama. Muncul dalam pikirannya untuk bisa meringankan masalah yang dihadapi olehnya. Gadis kecil itu pun berinisiatif untuk memijat kening Ardan dengan tangan kecilnya. Ardan pun belum menyadari siapa yang telah membuatnya sedikit rileks. Dia beranggapan kalau itu adalah tangan Aluna. Ardan pun mengingat masa lalu saat tanpa disuruh Aluna langsung memijat kening Ardan begitu lembut. Awalnya menolak karena menjaga gengsi tapi lama kelamaan pijatan itu semakin terasa enak dan membuat Ardan tertidur. “Luna?” panggilnya seketika dan mengagetkan Naya yang sedang memijit keningnya. Mata Ardan melotot seperti hampir keluar dari tempatnya. “Na—naya?” Ardan masih tidak percaya

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    121. Minta Izin

    Wajah imut menggemaskan membuat pria tampan itu tidak bosan memandangnya. Baru kali ini Ardan bisa melihat putri kandungnya terlelap dalam mimpi. Dia pun tak menyangka jika telah dianugerahi dengan buah hati yang cantik dan sholehah. Seketika lamunannya tersadar bagaimana dia bisa sampai disini, apakah hati Aluna sudah mencair karena mau mengizinkan putrinya bersama ayah kandungnya sendiri?“Anaya? Dia di sini juga? Apa Dena sudah meminta izin untuk membawanya ke sini?” tanya Ardan kembali terkejut.“Nggak Pi, soalnya hari Tante Luna tidak masuk mengajar dia sibuk dengan orderan, kata Naya sih. Tadinya juga Naya nggak dijemput makanya Dena bawa saja ke sini,” jelasnya.“Jadi Tante Luna tidak tahu dong kalau Anaya ada di sini?”“Iya Pi.”“Gawat ini Dena, kenapa kamu tidak beritahu Tante Luna, kamu kan bisa menghubunginya?” Ardan begitu panik karena Aluna akan marah besar dan akan menuduh kalau Ardan lah yang merencanakan semuanya. “Papi lupa ya ponsel Dena kan sama Papi dan sekarang

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    120. Masa Lalu

    Mengingat masa lalu itu Ardan semakin marah. Apalagi dia menyalahkan Tuan Ardin atas semua yang terjadi. Menurut Ardan seandainya Tuan Ardin mengatakan siapa Aluna sebenarnya tentu tidak akan seperti ini.Hubungan antara ayah dan anak itu pun menjadi renggang, akan tetapi Ardan masih peduli dengan Tuan Ardin sehingga masih mau merawatnya sampai sekarang ini. Pria tua itu kini kembali sakit-sakitan karena terus memikirkan Aluna. Sedangkan Ardan antara marah dan merasa bersalah karena dirinya sendiri yang tidak peka dengan Aluna.“Kenapa Papa menyembunyikan hal sebesar ini? Kenapa Pa? Dan Aluna kenapa juga tidak memberitahukan kalau dia yang telah menolongku dari kecelakaan, bahkan kakinya menjadi korban karena aku! Aku memang tidak bisa melihat kebaikan Aluna, bahkan dia rela bertahan selama dua tahun dari keluarga ini padahal dia sudah banyak membantu. Aku tidak bisa diam begitu saja, aku harus mencarinya tapi di mana? Sedangkan nomor ponselnya saja sudah tidak aktif dan menyuruh or

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    119. Tertidur Di Kantor

    Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di sebuah gedung menjulang tinggi. Naya sampai tertegun saat melihat gedung dan sekitarnya yang begitu indah di pandang mata. Pak supir menurunkan mereka di halaman parkir. Dena yang sering pergi ke kantor ayahnya sudah terbiasa untuk keluar masuk di gedung itu. “Sungguh ini kantor Abi? Tinggi sekali? Apakah banyak orang di dalam sana?” tanya Naya dalam hati begitu takjub melihatnya.Dena memperhatikan Naya yang begitu lugu melihat bangunan itu. “Apakah kamu tidak pernah melihat gedung-gedung seperti ini?” tanya Dena bingung. “Pernah lihat tapi hanya di televisi. Ini sungguhan kan?” Naya begitu bersemangat untuk mengitari pemandangan itu. “Ya iyalah, masa mainan. Ayuk, kita masuk!” “Tunggu Dena!” panggilnya lagi.“Ada apa, Naya?” Naya berlari kecil menghampiri Dena yang telah jalan duluan. “Memang anak kecil seperti kita boleh masuk ke sana , nanti kalau diusir bagaimana?” tanya Naya meragukan.“Naya sayang, kantor ini milik P

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    118. Naik Mobil Mewah

    Mendengar ucapan Bu Nia Aluan pun terkejut. Bu Nia kembali menjelaskan kalau Dena sendiri yang berinisiatif membawa Naya ikut dengannya, karena sampai di kantor Ardan pun terkejut dengan kedatangan dua gadis kecil itu ke kantornya. Setengaj jam yang lalu ....Bel sekolah telah berbunyi yang menandakan mereka pulang sekolah. Anak-anak berlarian ke luar mencari penjemput mereka. Hanya Naya dan Aluna yang belum terlihat. Meskipun Naya tahu kalau hari ini Umminya sedang sibuk dengan pesanan orderan yang semakin meludak. “Naya, kamu belum dijemput ya?” tanya Dena polos.“Iya, mungkin Ummi lupa kalo jemput Naya,” sahutnya sedikit kecewa.“Dena juga belum di jemput, hari ini. Papi juga sibuk pasti papi tidak menjemput Dena .”“Nasib kita kok sama ya?” tanya Naya menatap sendu.“Kita tunggu di luar yuk!” ajak Dena kembali bersemangat.“Oke!”Mereka pun melangkah pergi untuk sampai di depan gerbang sekolah. Pak Agus melihat mereka berdua saling berpegangan tangan “Kalian berdua belum dije

  • Aku Istrimu, tapi Bukan Cintamu    117. Di mana Naya

    Hari-hari berlalu dijalani oleh dua keluarga yang berbeda. Dena semakin akrab dengan Naya. Mereka begitu lengket bagaikan prangko, selalu bersama-sama. Dena pun memang tak pernah lagi ikut menertawakan Naya jika dia kena di bully malah Dena yang akan membela Naya jika asa yang berani mengganggu Naya. Aluna semakin sibuk dengan urusan warungnya karena semakin hari semakin banyak orderan yang datang untuknya. Aluna sampai kewalahan untuk mengatasinya sehingga Ardan pun memperkerjakan karyawan tetap untuk membantu Aluna. Ya berkat Ardan yang melobi ke sana kemari untuk memperkenalkan masakan Aluna sehingga banyak yang ingin mencobanya, ada juga yang memesan tiap hari untuk dijadikan menu makan mereka di kantin.Aluna menolak uang pemberian Ardan. Dia berdalih untuk kebutuhan Anaya tapi Aluna tidak mau memakai uang itu dan mengembalikannya kepada mantan suaminya itu. Ardan berpikir keras untuk bisa membantu perekonomian Aluna, sehingga timbul ide untuk membuat warung Aluna semakin dike

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status