Share

Bab 5. Gugurkan Kandungan!

Air mata mulai tergenang di kelopak sambil menatap Mas Daris. Setiap kali merayu untuk melakukan hubungan haram, Mas Daris selalu berjanji akan menikahi ku. Kalimat manis yang keluar dari bibirnya membuat hati luluh dan melakukan segala pintanya.

Kamarku menjadi saksi dosa kami. Hampir setiap kali Tante Mita dan Om Bima keluar daerah, Mas Daris ke rumah dan kami melakukannya. Ya, melakukan aktivitas terlarang. Dia memanfaatkan saat rumah sedang kosong untuk merayuku.

Setiap kali selesai melayani nafsu laknat, aku selalu menyesal dan takut, hingga hidup tak pernah tenang. Takut akan hamil, takut ibu tahu kelakuanku, takut masa depan hancur, takut Tante Mita dan Om Bima tahu kelakuanku. Takut membuat orang-orang kecewa padaku. Hingga akhirnya ketakutan itu terjadi. Aku hamil saat duduk di bangku SMA, menjelang ujian kelulusan sekolah. Terlalu dini! Tetapi semua sudah terjadi.

"Kamu yang pertama merayuku, Mas! Hingga akhirnya aku luluh dan mau melayani kamu. Kamu juga sering memaksa aku, Mas. Sudah berulang kali aku menolak karena takut. Tetapi kamu meyakinkan akan menikahi ku. Kamu juga mengatakan selalu memakai pengaman. Kenapa sekarang aku bisa hamil? Aku juga tidak ingin hamil. Semua ini gara-gara kamu, Mas! Sekarang kamu memaksaku untuk menggugurkan kandungan. Kamu mau membunuhku, hah!"

"Kenapa kamu marah ke aku? Kenapa kamu menyalahkan aku? Kamu juga mau 'kan? Berarti bukan aku yang salah. Kita sama-sama mau. Jadi jangan saling menyalahkan. Kamu juga beberapa kali yang pertama meminta. Berarti kamu juga menginginkan kita melakukannya."

Saat itu, air mata langsung keluar dengan sangat deras. Dada terasa sangat sesak. Aku tidak menyangka, Mas Daris akan berkata begitu. Aku akui, benar yang diucap oleh Mas Daris. Aku pernah memintanya ke Rumah saat Tante Mita dan Om Bima tidak di Rumah, untuk melakukan hubungan terlaknat itu.

Aku salah, namun tak bisa mengelak jika telah ketagihan. Merasa murahan dan tak punya harga diri, tetapi sungguh sangat berat untuk meredam keinginan yang aku anggap telah menjadi kebutuhan. Hanya saja, jika bukan dia yang memperkenalkan hal haram itu padaku, tidak mungkin musibah terjadi. Aku bahkan belum pernah pacaran sebelum mengenalnya.

"Apa maksud kamu menyalahkan aku? Kamu yang pertama mengajarkan padaku. Sehingga aku ketagihan. Sekarang kamu menyalahkan aku. Maksud kamu apa, hah? Kalau tidak ingin bertanggung jawab, ya sudah, tidak apa-apa! Aku tidak butuh tanggung jawabmu. Tetapi jangan salahkan aku jika setelah ini aku akan ke Rumahmu untuk bicara pada orang tuamu. Tidak usah khawatir, aku tidak akan meminta agar kamu menikahiku. Aku hanya ingin memberi tahu ke mereka dan semua orang, saat ini tengah mengandung anakmu. Aku hanya ingin menyebarkan kelakuan bejatmu pada orang tuamu. Hubungan kita berakhir hari ini, Mas! Aku tidak bisa melanjutkan. Kita putus!"

Telapak tangan lembut Mas Daris melayang di pipiku. Aku merasakan perih yang tiada tara. Sekarang bukan hanya hati yang sakit, fisik pun ikut sakit. Mas Daris yang aku kenal lembut, hari ini pertama kali berbuat kasar. Perkataannya pun tak kalah kasar.

"Kamu berani melawan perintah ku? Kalau kamu berani cerita ke orang tuaku jika sedang hamil anakku, sama saja bunuh diri. Bukan hanya aku saja yang malu, tetapi kamu juga. Bahkan kamu akan menjadi orang yang paling disalahkan. Solusinya hanya satu, gugurkan kandunganmu dan kita hidup seperti biasa. Banyak obat penggugur yang aman. Kamu tidak usah takut, aku yang akan belikan."

Saat itu wajah Mas Daris sudah memerah. Dia terlihat sangat marah dan murka.

"Iya, aku tahu. Aku akan menjadi orang yang paling disalahkan. Perempuan akan menjadi sosok yang bersalah dan lelaki selalu benar. Semua orang akan menyalahkan aku, karena mau melayani nafsu bejatmu, karena tidak bisa menolak rayuanmu. Dan karena itu semua aku ingin membocorkan. Setidaknya semua orang juga akan menyalahkan kamu karena tidak mau bertanggung jawab setelah berbuat. Aku tidak ingin menderita, menanggung semua ini sendiri dan kamu tetap tertawa bahagia diluar sana." Aku tersenyum sendu menatap Mas Daris. Saat itu luka terlalu sakit. Dan aku sangat tidak menyangka, Mas Daris kembali melayangkan tamparan di pipi. Dua kali tamparan sudah cukup membuat hati rapuh.

"Kita putus saja, Mas! Aku tidak bisa bertahan bersama kamu! Pergilah!" ujarku sambil mengusap pipi bekas tamparan.

"Iya, kita putus! Dan aku tidak mau tahu, hari ini juga kamu harus menggugurkan kandunganmu!"

Saat itu, Mas Daris langsung meninggalkan aku di taman setelah dia berkata. Langkah kakinya terburu. Dia bahkan tidak berbalik untuk sekedar tahu keadaanku.

Aku menyandarkan punggung ke dinding. Mata tak dapat melihat jelas ke depan. Buram, air memenuhi kelopak. Berulang kali bening tumpah membasahi pipi. 

Saat kejadian hari itu, aku berusaha menjalani hari-hari seolah tak punya masalah. Pulang pergi sekolah dengan rajin. Masih tersenyum saat ada yang menyapa. Berusaha tegar menerima kenyataan jika Mas Daris membiarkan aku menjalaninya sendiri. 

Setelah satu bulan tidak bertemu, Mas Daris datang lagi. Aku sangat terkejut melihatnya berdiri di depan pintu rumah sambil menatap sendu. Dia tak menghubungi terlebih dahulu jika akan datang. Saat itu aku sangat kaget dengan kedatangannya.

Sejak sekolah SMP, aku tinggal di rumah saudara ibu. Aku dirawat dan dianggap sebagai anak, karena mereka tidak memiliki anak. Ibu tidak mampu untuk menyekolahkan aku. Tante Mita dan Om Bima sangat baik, mereka yang menggantikan peran ibu membiayai semua kebutuhan sekolahku. Jika tidak tinggal bersama Tante Mita dan Om Bima, mungkin aku tidak bisa sekolah hingga ke jenjang SMA. Aku merasa bersalah, sudah sebulan lebih ada janin dalam kandungan, tetapi aku belum memberitahu mereka. Aku takut! 

Saat kedatangan Mas Daris hari itu, di Rumah hanya aku sendiri. Tante Mita dan Om Bima sedang ada acara. Aku masih mengingat jelas percakapan antara aku dan Mas Daris.

"Ngapain lagi ke sini?" tanyaku setelah beberapa menit terpaku menatap Mas Daris.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status