Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!

Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!

Oleh:  YOZA GUSRI  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
22Bab
525Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aku tak menyangka akan hamil di saat sedang menempuh pendidikan. Hubunganku dengan Mas Daris sudah terlalu jauh. Kami sering melakukan aktifitas yang belum layak dilakukan oleh dua insan berbeda. Aku terlalu mencintai, hingga rela memberikan semua padanya. Mas Daris bertanggung jawab atas perbuatannya dan kami akhirnya menikah. Aku senang dia tidak pergi menjauh, seperti yang dilakukan oleh lelaki pengecut diluar sana. Namun ternyata, disitulah awal munculnya bertubi masalah dalam hidup. Pernikahan tak seindah yang aku bayangkan! Semua orang menilaiku sebagai perempuan jalang! Tak ingin mengotori mulut untuk melawan. Tetapi tanpa kata, aku buat kalian menyesal. Aku bukan perempuan bodoh!

Lihat lebih banyak
Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas! Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
22 Bab
Bab 1. Kesibukan Sebagai Menantu
"Elena, kamu di mana? Kenapa piring yang ada di atas meja masih kurang?" Baru saja duduk untuk menyendok opor ayam, suara ibu mertua kembali terdengar. Aku menarik napas. Bibir pun berkata "iya, Bu!" Aku sedikit berteriak agar Ibu Mertua dapat mendengar. Tanpa menunggu lama, aku langsung berdiri dan berjalan tergesa-gesa sambil mengangkat piring yang sudah tersusun rapi. Sebelum mengangkat, aku menghitung terlebih dahulu, piring ini berjumlah dua belas. Sangat berat, tetapi tidak mungkin aku mengangkat dalam jumlah yang sedikit. Ibu mertua pasti akan mengomel jika melihatku mengangkat piring hanya sedikit.Aku pikir sudah cukup, ternyata belum. Ibu mertua kembali menyuruh untuk menambah piring yang ada di atas meja hidangan. "Elena, kenapa kue yang ada di kamar belum dikeluarkan? Kamu kerja jangan lelet. Tidak lama lagi keluarga besar Mas Raim datang." Kali ini Mbak Intan yang berteriak. Dia adalah kakak kesayangan Mas Daris. "Iya, Mbak." Aku menjawab ucapan Mbak Intan dengan suara
Baca selengkapnya
Bab 2. Hari Pertunangan Lona
"Tidak apa-apa. Aku tidak boleh sedih. Aku harus bersyukur. Meskipun ibu tidak menjahitkan baju untuk aku, setidaknya Caca dijahitkan. Caca bisa pakai baju yang sama dengan Mas Daris, Mbak Intan, ibu dan juga ayah."Saat baru saja keluar dari kamar, namaku kembali dipanggil. Aku pikir di panggil oleh Ibu mertua, ternyata Mbak Intan yang memanggil. Suara mereka memang mirip. Terkadang aku sulit membedakan jika mendengar teriakan memanggil tanpa melihat wajah. "Kamu dari mana, Lena? Di dapur ada banyak piring kotor. Kenapa belum dicuci?" ujar Mbak Intan dengan pelan sambil berdiri di depanku."Aku baru selesai mandi dan ganti baju yang tadi aku pakai Mbak. Tidak enak pada keluarga besar tunangan Lona kalau aku belum mandi dan memakai pakaian beraroma masakan." Aku berkata sambil membentuk garis senyum canggung di bibir. "Ngapain kamu mandi? Tugas kamu 'kan di dapur. Memangnya siapa yang katakan kamu akan ikut menjamu keluarga besar Mas Raim? Tugas kamu itu di dapur, Elena. Tidak perlu
Baca selengkapnya
Bab 3. Suami Pemarah
Apa Mas Daris merasa malu dengan baju yang aku pakai? Apa karena aku juga tidak berdandan seperti yang lain? Jika keadaan memungkinkan, aku juga sebenarnya ingin pakai baju dan bermake-up seperti yang lain. Aku bisa membeli sendiri baju dan alat make up. Bila perlu aku menyewa MUA termahal di sini. Hanya saja jika melakukan itu, semua orang di Rumah ini akan tahu kalau sebenarnya aku diam-diam bekerja. Mereka mungkin akan tahu jika aku punya tabungan tanpa sepengetahuan Mas Daris. Selama ini yang mereka tahu, aku seorang istri yang hanya bisa meminta uang ke suami. Mereka juga hanya tahu kalau aku perempuan lemah yang tidak bisa melakukan apapun selain mengurus rumah."Ibu, aku lapar." Terdengar suara Caca. Tutur manja khas anak kecil. Aku tersadar dan langsung melihat jam di dinding dapur. Ya Allah, aku bahkan tidak menyadari jika Caca sudah ada di sampingku. Sejak kapan dia di sini? Apa dia melihatku yang sedang diam melamun? Semoga saja tidak. Dia anak yang cerdas, selalu saja ada
Baca selengkapnya
Bab 4. Malaikat Kecil Penguatku
Aku menatap Caca yang terlihat lahap. Merasa beruntung memiliki anak yang sejak kecil sangat mengerti keadaan ibunya. Tidak pernah merengek meminta sesuatu saat ibunya tidak mampu memberikan.Aku masih menemani Caca yang makan dengan lahap. Nanti saja lanjut mencuci piring. Aku juga butuh mengistirahatkan kaki yang rasanya sudah sangat lelah. "Boleh tambah?" Caca berkata dengan gaya gemas dan malu-malu. Aku langsung mencium pipi anak semata wayangku, lalu berkata, "boleh, Sayang. Tunggu ya, ibu tambahkan nasinya." "Jangan lupa dengan kuahnya … Enak, Bu." Caca berkata saat aku berdiri. "Iya, Nak," ucapku lalu melangkah dengan hati yang teriris. Hanya dengan kuah opor ayam, Caca sudah makan dengan lahap. Ayam di dalam panci masih banyak. Tetapi aku tidak berani mengambilkan untuk Caca."Elena, kamu ngapain?" Aku terkejut ketika mendengar suara memanggil namaku. Tangan yang sedang mengambil kuah opor ayam di panci, terhenti. Kepala menoleh melihat lelaki yang berdiri di pintu dapur.
Baca selengkapnya
Bab 5. Gugurkan Kandungan!
Air mata mulai tergenang di kelopak sambil menatap Mas Daris. Setiap kali merayu untuk melakukan hubungan haram, Mas Daris selalu berjanji akan menikahi ku. Kalimat manis yang keluar dari bibirnya membuat hati luluh dan melakukan segala pintanya.Kamarku menjadi saksi dosa kami. Hampir setiap kali Tante Mita dan Om Bima keluar daerah, Mas Daris ke rumah dan kami melakukannya. Ya, melakukan aktivitas terlarang. Dia memanfaatkan saat rumah sedang kosong untuk merayuku. Setiap kali selesai melayani nafsu laknat, aku selalu menyesal dan takut, hingga hidup tak pernah tenang. Takut akan hamil, takut ibu tahu kelakuanku, takut masa depan hancur, takut Tante Mita dan Om Bima tahu kelakuanku. Takut membuat orang-orang kecewa padaku. Hingga akhirnya ketakutan itu terjadi. Aku hamil saat duduk di bangku SMA, menjelang ujian kelulusan sekolah. Terlalu dini! Tetapi semua sudah terjadi."Kamu yang pertama merayuku, Mas! Hingga akhirnya aku luluh dan mau melayani kamu. Kamu juga sering memaksa aku,
Baca selengkapnya
Bab 6. Cobaan Terberat
Saat itu aku tidak berniat lagi untuk menyuruh Mas Daris masuk ke dalam rumah. Entah apa tujuannya datang, aku sudah tidak peduli. Aku hanya memikirkan janin dalam kandungan. Takut jika dia memaksa untuk menggugurkan malaikat tak bersalah dalam rahimku. Aku sudah berbuat dosa yang fatal, tak ingin lagi menambah dosa. Tidak mau menjadi pembunuh. "Kita bicara di dalam. Tidak enak bicara di pintu seperti ini." Suara Bas milik Mas Daris seolah menghipnotis. Tanpa berkata, aku bergeser dari depan pintu, berdiri ke samping. Mas Daris seakan mengerti pergerakanku, dia pun masuk ke dalam rumah, dengan gaya lambat. Aku pun menutup pintu."Aku minta maaf sudah marah-marah ke kamu."Perkataan Mas Daris yang pelan saat itu membuatku mengerutkan alis. Apa dia sedang kerasukan jin baik? Kenapa tiba-tiba datang dan mengatakan maaf?"Aku akan bertanggung jawab. Aku tidak bisa kehilangan kamu, Elena. Aku tak ingin hubungan kita berakhir. Aku tak bisa hidup tanpa kamu." Mas Daris berkata sambil menatap
Baca selengkapnya
Bab 7. Tak Ada Tempat Untuk Pulang
Setelah ijab kabul, aku di bawa oleh Mas Daris untuk tinggal di rumahnya. Beberapa hari tinggal di Rumah Mas Daris, aku tetap mendapatkan perlakuan buruk. Bahkan saat ada Mas Daris pun, aku tetap di hina. Mas Daris tak membantu, dia hanya diam saja dengan alasan, tak ingin membuat masalah lagi karena dia telah mempermalukan keluarganya. Apapun kalimat jahat yang keluar dari bibir orang tua dan keluarganya, Mas Daris hanya menyuruhku bersabar. Pernikahan ternyata tak seindah yang aku bayangkan. Aku pikir setelah Mas Daris bertanggung jawab, aku akan merasakan hidup yang sangat bahagia. Ternyata itulah awal dari penderitaan. Semua orang menganggap aku lah yang bersalah. Aku perempuan murahan, tidak lebih baik dari seorang pelacur."Ayah marah lagi? Apa Ayah bicara kasar lagi ke ibu, makanya sekarang ibu menangis?" Suara Caca menyadarkan lamunan dan menghentikan Isak tangis. Aku menatap, tangan kecilnya sedang menghapus air mataku. Jika bukan karenanya, mungkin aku sudah tidak kuat menj
Baca selengkapnya
Bab 8. Tamparan Di pipiku
Bunyi ketukan pintu menyadarkan aku. Terdengar suara mas Daris dari balik pintu. Apa mungkin tadi dia belum puas untuk marah? Apa dia masih ingin melanjutkan amarahnya? Apa mungkin dia belum puas berkata kasar?Aku menghapus bening yang terus berjatuhan. Di sampingku masih ada Caca, malaikat kecil penguatku. Aku berdiri, membawa Caca untuk duduk di kasur, lalu membuka pintu. Tidak ingin membuat orang di luar kamar bertanya-tanya, jika melihat Mas Daris lama berdiri di depan pintu kamar. "Mata kamu kenapa? Menangis?" tanya Mas Daris sambil menatap lekat. Tak perlu dijawab, Mas Daris pasti sudah tahu jawabannya. Keadaanku sudah sangat acak-acakan. Rambut yang tidak rapi dan baju yang kusut. Aku berjalan ingin duduk di kasur. Tidak mau menjawab pertanyaan Mas Daris karena di sini ada Caca. Tidak ingin pula Caca melihat Mas Daris dan aku bertengkar. Caca pasti akan takut. Aku semakin terpukul jika melihat Caca menangis histeris."Kenapa kamu menangis? … Kenapa kamu terlalu cengeng, Elen
Baca selengkapnya
Bab 9. Berusaha Bahagia
***"Bu, kita mau kemana? Kenapa pakai baju bagus?" tanya Caca dengan lembut. Mungkin dia heran karena aku memakaikan baju yang dibeli saat lebaran. "Hari ini kita pergi jalan-jalan, sayang." Aku memakaikan baju di badan Caca dengan terburu. Kami harus keluar dari sekarang. Saat ini di Rumah hanya ada aku dan Caca. Semua orang sedang berada di pasar dan akan pulang ke Rumah di malam hari. Kebetulan ini hari minggu. Biasanya jika hari Minggu, pasar akan tetap ramai hingga malam. Jika ada yang melihatku keluar rumah dengan berpakaian rapi, pasti akan ada banyak lontaran pertanyaan."Kalau ada yang tanya kita ke mana, katakan saja kalau kita mau ke Rumah Nenek." Setelah Caca sudah rapi, aku pun mengganti baju. Memakai celana hitam dan baju marun. Rambut di ikat, tak lupa masker yang menutupi wajah. Aku melihat pantulan diri depan cermin. Benar kata Mas Daris, aku kini sangat gemuk. Sudah lama tidak menimbang badan. Tak tahu berapa kenaikan berat badanku saat ini. Setelah melahirkan
Baca selengkapnya
Bab 10. Aku Bisa Mandiri
Kami tiba di Mall ketika jarum jam menunjuk pukul sebelas. Aku melihat wajah Caca yang sangat ceria. Berjalan sambil menampakan wajah yang bahagia."Bu, Caca boleh beli mainan?" tanya Caca saat kami melewati toko mainan. "Nak, kamu main saja ya di sini. Jangan beli mainan. Terserah mau main apa saja. Pokoknya hari ini Caca bisa main sepuasnya. Tetapi ibu tidak mengizinkan untuk membeli mainan dan dibawa pulang." "Memangnya kenapa, Bu? Kenapa aku tidak bisa beli mainan? Aku ingin beli barbie, beli boneka panda, beli tas sekolah. Tidak apa-apa kalau aku tidak main, Bu. Asalkan bisa beli dan dibawa pulang. Uang yang dikasih oleh ayah dibelikan saja mainan ya, Bu." Andai saja kami sudah tinggal terpisah dengan keluarga Mas Daris, aku akan menyuruh Caca untuk membeli sepuasnya yang dia mau. Aku tak akan membiarkan dia menjadi anak yang seakan memiliki ibu tidak mampu. Hanya saja, sekarang tidak bisa. Jika aku membelikan mainan untuk Caca, ibu mertua pasti akan banyak bertanya tentang asa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status