Part 7
PoV Frisca
“Aaarggghh … keseeeelll …. Mas Khalid bener-bener keterlaluan. Masa iya pagi-pagi begini aku sudah dipaksa keluar dari rumah." Kulihat supir Mas Khalid sekilas melirikku dari pantulan kaca spion.
“Mbak, mau saya anter kemana?” tanyanya takut-takut. Pastinya dia takut melihat wajahku yang masih acak-acakan dan marah.
“Ke hotel dekat kantor Mas Khalid saja!” jawabku ketus. Sialan! Aku cuma bawa ponsel, gak sempat bawa dompet. Udah bagus aku bela-belain bangun pagi supaya Mas Khalid gak tahu kalau tadi malam aku dugem. Ya abisnya aku kesel, lah. Mas Khalid gak percaya waktu aku bilang aku kehilangan perhiasan itu, dan dengan entengnya Mas Khalid marah-marah gara-gara aku keceplosan. Iiiih … ini semua pasti ulah Mbak Widya.
Aku benci kesepian. Dulu, saat masih menjadi wanita simpanan, aku tak bebas. Hanya keluar sesekali bersama Mas Khalid. Aku hanya bisa keluar jika Mas Khalid pulang ke rumah istri tuanya itu. Jadi aku memaksanya supaya membuka hubungan kami pada Mbak Widya. Aku mengancam Mas Khalid, kalau dia tak mau buka suara, maka aku yang akan memberitahu langsung. Akhirnya Mas Khalid luluh.
Semula aku kira dengan memaksa Mas Khalid membuka semuanya, akan membuat diriku jadi satu-satunya ratu di rumah megah itu. Ternyata, Mbak Widya bukan orang sembarangan. Kupikir dia akan menangis dan meminta cerai saat kami mengakui semuanya. Tapi nyatanya, setetes air mata pun tak jatuh di pipinya. Pandai sekali dia menahan perasaan.
Masih kuingat saat itu, malam dimana aku dibuang oleh Teddy. Kekasih sialan yang hanya memanfaatkanku saja. Aku meminta bayaran padanya setelah kencan, namun bukannya uang yang dia berikan, tapi malah aku dibuang setelah dihajar habis-habisan. Seluruh uang dan barang berharga yang aku punya dirampasnya secara paksa. Aku ditendang keluar dari dalam mobilnya, lalu ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan.
Mbak Widya, entah dari mana dia. Aku ditolong dan dibawanya pulang. Melihat rumah mewahnya, aku yakin dia orang kaya raya, suaminya pasti pengusaha sukses. Dia merawatku, namun ekspresi suaminya kurang baik saat melihatku untuk pertama kali. Terlihat tatapan melecehkan. Aku memang sudah sering dipandang rendah, tapi kali ini berbeda.
Aku sudah muak terus-terusan dihina, dikatai wanita murahan, bahkan dicaci-maki di depan orang-orang. Dalam hati aku bersumpah, suatu hari nanti kau akan bertekuk lutut di kakiku.
Sejuta cara kulakukan supaya Mbak Widya tak mengusirku dari rumahnya. Saat dia bertanya perihal keluargaku, aku mengatakan bahwa aku sebatang kara. Dia pun luluh juga, apalagi saat aku memohon padanya, dan berjanji untuk menjadi perempuan baik-baik. Dia percaya! Hahaha.
Aku diajaknya untuk bekerja di toko perhiasan miliknya. Waaah … orang ini luar biasa. Kekayaannya membuatku semakin yakin untuk bisa merebut Mas Khalid. Aku disewakan sebuah kontrakan kecil, kebutuhanku juga dipenuhi oleh Mbak Widya. Beberapa bulan pertama, sikap suaminya padaku masih sama, cuek dan jijik. Tekadku sudah bulat, lelaki sombong ini harus aku taklukkan.
Aku berusaha bersikap baik di depan mereka. Aku yang notabene punya kenalan banyak bos-bos hidung belang, dengan mudah bisa merayu mereka supaya membeli perhiasan dari toko Mbak Widya. Tentunya dengan sedikit ancaman, kalau mereka menolak, aku akan membocorkan hubungan one stand night kami pada istri-istri mereka. Hahaha … akhirnya mereka tak berani macam-macam padaku. Lagian, dengan memberikan hadiah perhiasan untuk istri mereka, adalah salah satu cara untuk menutupi kedok busuk suami di belakang istri. Aku untung, rahasia bos-bos itu aman, dan istri mereka senang. Jenius!
Saat aku sudah punya uang lagi, aku bisa mempercantik diri. Perlahan sikap Mas Khalid melunak. Bisnisnya semakin melejit berkat bantuan dariku. Perlahan namun pasti, aku mulai mendekatinya. Memberinya perhatian-perhatian kecil, sampai memintanya mengantarku pulang. Namanya buaya, keseringan dipancing daging segar mana mungkin bisa tahan. Akhirnya dia menyatakan cinta dengan memberiku satu set perhiasan mahal. Saat itu dia berkata kalau itu adalah hadiah bonus karena penjualan yang meningkat drastis semenjak aku masuk membantu usaha mereka.
Sejak saat itu, hubungan kami kian dekat. Namun Mas Khalid selalu menolak ajakanku untuk tidur. Aneh! Aku sering diajaknya berbelanja tas mahal dan barang-barang mewah lainnya. Aku memang dimanjakan dengan barang-barang mewah, tapi haus batinku belum terpenuhi. Mas Khalid juga memintaku untuk tidak berhubungan lagi dengan teman-teman lamaku.
Awalnya, sih, aku setuju. Tapi perasaan cemburu tak bisa kutahan jika melihat Mas Khalid sedang bersama Mbak Widya. Seketika aku bisa langsung stress dan butuh pelarian. Diam-diam aku berencana untuk bersenang-senang jika Mas Khalid sedang tak bersamaku.
Malam itu, aku baru saja pulang dari Pub tempatku biasa berkumpul dengan teman-teman lamaku. Aku minum, dan berjoget sepuasnya. Kini aku bisa punya banyak uang tanpa harus menjajakan diri lagi. Dalam keadaan mabuk berat, tiba-tiba saja Teddy datang dan memaksa mengantarku pulang ke rumah kontrakanku. Entah apa yang terjadi malam itu, saat terjaga di pagi hari, kulihat Teddy masih tertidur lelap di sebelahku. Sementara aku, baru menyadari bahwa kini tak ada yang menutupi tubuhku selain selimut.
“Teddy! Bangun, lu! Pergi dari rumah gue!” Aku memukul Teddy dengan bantal. Seketika dia terjaga, tapi malah tertawa girang melihatku marah.
“Dasar kurang ajar!” teriakku marah.
“Ya ampun, Fris! Biasa aja, kali! Bukannya dulu juga elu sering begini sama gue?”
“Iya, tapi dulu gue ngelakuinnya pakai pengaman!”
“Hahaha … kayaknya elu udah lama gak disentuh. Malam tadi permainan elu ganas juga!”
“Dasar an****! Pergi lu dari rumah gue!”
Teddy lekas memakai pakaiannya , lalu pergi tanpa pamit. Sejak saat itu aku takut, aku takut hamil. Ketakutanku bener-bener terjadi. Satu bulan itu aku melewatkan siklus bulanan. Aku langsung membeli testpack. Dunia rasanya runtuh, aku hamil!
Aku mencari Teddy malam itu. Kebetulan Mas Khalid baru saja pergi dari rumahku. Aku menjumpai Teddy di Pub. Aku melabrak dia habis-habisan.
“Terus, emang kenapa kalau elu hamil, Fris?” ucapnya tanpa rasa bersalah. Dia masih asyik dengan minuman dan rokoknya.
“Elu harus tanggung jawab!”
“Hah? Apa? tanggung jawab? Elu yakin itu anak gue?”
“Dasar baj*****!” Aku menampar muka Teddy tanpa ampun. Sebagian orang melihat dengan tatapan sinis ke arahku.
“Eh, Fris! Jangan kurang ajar lu, ya! Elu kan bisa minta pacar elu yang kaya itu buat nikahin elu!”
“Tapi gue gak pernah berhubungan sama dia, ngerti, lu?”
“Ya elu ajak aja, lah, sekali dua kali. Terus ngaku hamil! Gampang, kan? Entar elu bisa hidup enak!”
Aku meremas rambutku karena stress. Benar juga apa yang dikatakan Teddy. Percuma meminta pertanggungjawaban si Teddy sialan ini. Sampai mati pun dia tak akan mau tanggung jawab.
Malam itu, Mas Khalid datang. Seperti biasa, dia mengajakku makan malam di luar. Tapi aku menolak dengan halus. Aku justru mengajaknya makan malam di rumah. Aku siapkan menu makan malam lengkap dengan minuman yang sudah aku campur dengan obat.
Tak menunggu lama, malam itu akhirnya aku bisa menikmatinya bersama Mas Khalid. Berkali-kali ponselnya berdering tanda panggilan masuk dari Mbak Widya. Aku sengaja mengabaikannya. Yang penting aku sudah berhasil menjebak Mas Khalid.
Mas Khalid merasa tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Ia sangat menyesali semuanya. Tapi aku pura-pura menangis, berkata bahwa dia hanya menjadikanku sebagai pelarian saja. Mas Khalid luluh, dan bersedia bertanggung jawab jika aku hamil. Hahaha, akhirnya masuk juga dalam jebakanku.
Benar saja, Mas Khalid panik saat aku mengaku hamil. Aku tunjukkan bukti dua garis merah itu padanya. Dengan persiapan seadanya, akhirnya kami menikah di bawah tangan. Aku sangat bahagia. Lelaki yang dulu memandang rendah padaku, kini ada dalam kekuasaanku.
Perlahan namun pasti, aku memaksanya untuk mengakui semuanya di depan Mbak Widya. Cepat atau lambat, pasti kehamilanku akan diketahuinya. Aku mengancam semua karyawan di kantor agar jangan ada yang berani buka mulut duluan, dan sepertinya rencanaku berjalan mulus.
Sekarang, aku sudah bisa tinggal di rumah mewah itu. Pastinya semua harta mereka nanti akan menjadi milikku. Sayangnya gak mudah menyingkirkan Mbak Widya. Belum lagi sifat Mas Khalid yang terlalu takut pada ibunya itu.
“Mbak … sudah sampai!” ucap supir. Seketika lamunanku buyar.
“Kamu tolong check in atas nama Mas Khalid! Aku gak punya duit. Kamu kan udah biasa booking hotel untuk bos!”
“B-baik, Mbak!” Supir pun turun. Dari gelagatnya aku tahu dia malas.
Part 8“Aamiinn ….” Aku sengaja menyahuti ucapan Mikha supaya Ibu merasa senang.“Ya sudah, aku mau langsung balik aja, ya, Mbak, Mas! soalnya mau packing barang-barang aku sebelum berangkat besok. Aku titip Ibu. Aku janji, kalau nanti udah balik lagi ke Indonesia, Ibu aku yang rawat.” Mikha berkata dengan raut wajah sumringah. Sudah berhasil mengambil alih barang-barang mahal milik Frisca, plus dapat uang saku dari Mas Khalid. Lebih baik begitu, kan? Uangnya untuk keluarga sendiri.“Kamu hati-hati, ya, Kha! Gak usah khawatir, Ibu pasti betah di rumah ini. Mbak yang akan mengurus semua keperluan Ibu.”“Duuh … makasih banyak, ya, Mbak Wid. Mbak baik banget, deh. Gak salah Masku milih Mbak jadi istri. Udah cantik, baik, lembut. Pokoknya kebangetan kalau sampai Mas Khalid tega melirik perempuan lain. Itu gak boleh terjadi. Ya, kan, Mas?” ucap Mikha, membuat Mas Khalid semakin k
Part 9PoV FriscaMas Khalid bener-bener kelewatan. Sudah hampir satu minggu aku diasingkan di hotel ini. Dia cuma datang satu kali, pagi saat aku dipaksa keluar dari rumah. Dia membawakan beberapa potong pakaian untuk ganti diriku selama mengungsi. Dia bilang ibunya akan tinggal selama dua minggu di rumahnya. Sial!Satu minggu ini dia susah banget dihubungi. Aku datangi ke kantor, tapi ternyata semua orang sedang sibuk mempersiapkan sebuah event yang akan diadakan oleh toko. Mbak Widya setiap hari datang ke kantor. Kalau aku nekat masuk kantor dengan membawa perut buncit ini, apa kata orang-orang nantinya? Mereka memang tahu aku istri siri bosnya, tapi masa pernikahan kami belum ada tiga bulan, pastinya mereka akan mencemooh aku. Apalagi disana selalu ada Mbak Widya. Pasti mereka jadi berani padaku. Aaarrgghh … sial benget, sih!Mas Khalid juga sama, setiap kali aku hubungi, selalu saja jawabannya sedang sibuk. Usai jam kantor juga d
Part 10“Mengapa sulit sekali meminta pengertian darimu, Widya?” ucap Mas Khalid, suaranya ditekan serendah-rendahnya.“Karena kamu sudah mengkhianati aku, Mas. Kamu selingkuh! Pengertian seperti apa yang kamu maksud? Apa kamu pengertian padaku sehingga aku harus membalasnya dengan pengertian juga?”“Widya .. please … terima saja Frisca! Kalau perlu, kamu bujuk Ibu supaya Ibu juga bisa menerima Frisca. Ibu sebentar lagi akan menggendong cucu, anakku! Pasti Ibu akan senang. Itu impian Ibu yang tak bisa kamu wujudkan.”“Masih saja menyalahkanku untuk menutupi kesalahanmu sendiri, Mas! nanti, setelah anak itu lahir, kita lakukan tes DNA. Kalau memang dia anak kandungmu, barulah kamu bicara soal pengertian!”“Apa maksud kamu, Wid?”“Mas, apa kamu yakin Frisca mengandung anakmu?”“Yakin! Meskipun awalnya merasa dijebak, tapi Mas
Part 11PoV FriscaAduuh … kenapa pula aku ini? Kenapa sampai keluar darah begini, sih? Pasti ada apa-apa. terpaksa aku menghubungi pihak hotel untuk meminta bantuan. Biar bagaimanapun, aku tak mau sampai anak ini kenapa-napa. Dia satu-satunya alat yang bisa membuatku memiliki Mas Khalid sepenuhnya. Setelah anak ini lahir ke dunia, aku akan meminta Mas Khalid menceraikan Mbak Widya. Anak ini harus bisa diselamatkan.Tak menunggu lama, akhirnya petugas hotel datang, dan aku langsung meminta untuk diantarkan ke rumah sakit paling bagus di kota ini. Aku langsung masuk IGD.Mas Khalid yang dihubungi oleh pihak rumah sakit juga langsung datang menemuiku. Aku sengaja berpura-pura marah padanya.“Kamu kenapa bisa sampai seperti ini, sih, Fris?” ujarnya sesaat setelah ia tiba. Dokter yang menanganiku tahu kalau aku begini karena kebanyakan meminum alkohol tapi aku memintanya untuk tidak memberitahukan hal itu
Aku Lebih Cantik dari Gundik SuamikuPart 12“Aku? Aku kamu minta untuk mengurus anak itu? Kenapa harus aku, Mas? kamu sewa saja jasa pengasuh!”“Iya, itu maksudku. Kamu tolong bantu carikan orang yang bisa dan sudah terlatih mengurus bayi.”“Kenapa Frisca gak mau ngurus sendiri? Itu kan anaknya! Apapun keadaannya, bayi itu anak yang lahir dari rahimnya.”“Frisca masih dalam keadaan mental yang tertekan, Wid. Mengetahui kenyataan pahit kalau anak itu cacat.”“Mas, yang namanya ibu, mau seperti apapun keadaan anaknya, ya harusnya tetap menerima.”“Kamu enak ngomong begitu karena kamu gak mengalami apa yang dialami oleh Frisca.”“Itulah akibatnya, suka mabuk-mabukan, merokok. Perempuan seperti itu yang kamu ambil jadi istri!” dengusku kesal.“Kamu tau dari mana Frisca suka minum minuman keras?”“
Aku Lebih Cantik dari Gundik SuamikuPart 13Mobil merayap pelan meninggalkan rumah sakit. Aku merenung, tak henti menatap wajah mungil tak berdosa dalam dekapanku.Ponsel yang aku letakkan di jok mobil berdering, panggilan dari Mikha.“Halo, Kha.”“Mbak, lagi dimana?”“Di jalan, baru saja keluar dari rumah sakit.”“Mbak sakit? Kok gak kasih tahu aku?”“Bukan, Mbak jemput bayinya Frisca.”“Lho, sudah keluar dari rumah sakit? Kenapa bukan Frisca aja yang jemput, Mbak?”“Frisca lagi sinting. Bayi ini istimewa, Kha.”“Maksudnya, Mbak?”“Dia tunanetra.”“Astaghfirullah … lalu Mbak yang akan mengasuhnya?” tanya Mikha.“Itulah, Mbak bingung. Mbak mungkin akan cari babysitter.”“Mbak, hatimu terbuat dari apa? mengapa masih mau ped
Aku Lebih Cantik dari Gundik SuamikuPart 14“Kalian berdua kenal?” tanyaku tak kalah terperanjat. Frisca keluar dengan cepat dan wajah yang terlihat sangat panik. Bu Tini mengejar Frisca sambil menyerahkan botol susu yang sudah siap diberikan untuk si kecil Andra yang masih saja menangis.Kebetulan Mbok Jum datang, aku menyerahkan Andra pada Mbok Jum.“Mbak Wid, ada apa ribut-ribut?” tabyanya kebingungan.“Mbok, tolong sebentar, ya! Kasih susu ini untuk bayinya. Aku mau lihat Frisca sama Bu Tini.”“Iya, Mbak!” ujarnya. Bayi kecil itu langsung terdiam begitu mendapatkan susu. Kasihan, dia kehausan.Kulihat Frisca sedang berjalan ke arah halaman depan sambil menyeret Bu Tini. Mas Khalid kemana, lagi?“Frisca! Kamu ini apa-apaan, sih, sama orang tua main tarik seenaknya!” bentakku.“Ibuk ngapain bisa ada di rumah ini? Pergi!aku gak mau lihat Ibuk lagi!&rdquo
Aku Lebih Cantik dari Gundik SuamikuPart 15Sepanjang malam bayi kecil itu menangis. Apakah dia merasakan kalau ibunya sedang dalam masalah besar?Sementara Bu Tini, saat siuman ia langsung menangis tersedu-sedu. Berkali-kali mangucap istighfar sambil sesenggukan.“Mengapa perjumpaan saya dengan Frisca justru jadi tragedi seperti ini, Mbak?”“Ibu coba tenang dulu. Kami semua juga syok mendengar kabar ini, Bu.”“Maafkan kesalahan anak saya, Mbak. Saya mohon maafkan dia. Saya gak tega kalau dia harus mendekam di penjara, Mbak.” Bu Tini memohon sambil terus menangis.“Saya tidak punya andil apa-apa terhadap kasus yang menimpa Frisca, Bu. Kita ikuti saja prosesnya, ya!” ujarku berusaha menenangkan hati Bu Tini.Sementara Mas Khalid masih sibuk mondar-mandir menghubungi koleganya yang bisa memberikan bantuan hukum. Dia terlihat sangat frustasi.“Mas mau ke kantor polisi s