Share

Bab 6. Usul Ibu Mertua

"Baiklah! kuhubungi Shilla, Bu. Kalau dia masih punya peluang untuk bersama Rizwan," ucap Mbak Rina sembari menghubungi Shilla.

Sengaja aku tak masuk dulu ke dalam rumah dan memperhatikan Ibu dan anak denggan segala rencana uniknya. Aku sudah bisa menebak jika ada sesuatu yang direncanakan Ibu dan anak ini.

Tuut tuut

"Halo Shil, apa kabar?" ucap Mbak Rina melalui sambungan telepon. Aku sengaja menguping sebelum masuk ke rumah. Aku mendengar Mbak Rina sedang menghubungi seseorang, mungkin seseorang yang dimaksud bernama Shilla.

"......".

"Oh gini, Mbak Rina mau tanya sama kamu. Apakah kamu masih mencintai Rizwan?" tanya Mbak Rina, sangat tidak sopan sekali menanyakan perasaan orang lain tanpa basa basi.

"....."

"Oh, tenang saja, semua akan Mbak Rina bantu untuk mendapatkan hati Rizwan. Kamu mau?" tanya Mbak Rina, kulihat ibu mertua tersenyum licik di samping Mbak Rina yang sedang menghubungi wanita bernama Shilla.

"........".

"Ok, Sayang. Boleh kok besok sepulang kerja main kesini," ucap Mbak Rina mempersilahkan tamu perempuan tanpa meminta ijin padaku yang notabene nyonya di rumah kontrakan ini.

"...."

"Baik, Shilla. Kami mendukungmu kok tenang aja," ucap Mbak Rina dengan seringai bahagia. Sepertinya dia sangat setuju dengan menjodohkan Mas Rizwan.

Jadi rencana mereka mau menjodohkan Mas Rizwan dengan Shilla. Baiklah! aku siap menghadapi semua ini. Aku bukan lagi Laila yang polos dan mudah diperdaya seperti dulu. Kita lihat saja setelah ini, siapa yang menyesal nantinya. Aku jabanin apapun rencana mereka.

"Assalamu alaikum," salamku saat memasuki rumah. Terlihat wajah biasa saja dari mereka berdua. Pandai sekali menyimpan sesuatu sehingga tak terlihat mencurigakan. Kutunggu sampai mereka berbicara yang sebenarnya.

"Waalaikum salam, si wanita miskin baru pulang kerja. Paling juga jadi Office Girl dikantornya," ucap mbak Rina.

Aku sengaja tak pernah memberitahukan posisiku di perusahaan, takutnya jika posisiku bagus malah akan dimanfaatkan oleh kedua wanita tersebut. Tak masalah jika aku dibilang bekerja sebagai OG.

"Jadi OG juga tidak masalah Mbak, yang penting kerja dapat duit halal pula," pungkasku sambil berlalu meninggalkan mereka berdua yang mulai tersulut emosi.

"Belagu amat, Rizwan tidak cocok sama pegawai rendahan kayak kamu," ucapan ibu mertua tak kalah sengit saat mengekoriku masuk ke kamar.

"Saya tidak belagu, Bu. Saya hanya bicara menurut saya benar," ucapku santai. Kedua bola matanya membulat sempurna ketika aku menanggapinya dengan santai dan tak ada rasa takut sedikitpun.

"Orang miskin itu tidak ada benernya kalau ngomong, tau!" pungkas Mbak Rina sembari jari telunjuknya mengarah padaku. Benar-benar sakit hati dan gemas sekali padanya yang selalu menghinaku. Entah apa yang mereka pikirkan ketika menghinaku. Mungkin dengan menyingkirkanku akan membuat mereka senang.

"Apakah berdosa jadi orang miskin, Mbak?" tanyaku pada Mbak Rina. Dengan pongahnya dia berkacak pinggang di depanku setelah menghinaku.

"Bawa apa itu?" tanya Mbak Rina ketus saat melirik tangan kananku membawa sebuah bungkusan makanan.

"Cuma makan malamku, Mbak. Mbak sudah tahu bukan, jika aku udah tidak ikut makan hasil kerja Mas Rizwan," jawabku merendahkan diri supaya mereka berdua tak akan mampu lagi merendahkanku.

"Paling juga cuma lauk tempe, lihat saja bungkusannya kecil," seloroh ibu mertua menghina makanan yang kubawa. Apapun ucapan mereka aku tidak peduli, yang penting aku sekarang sudah punya penghasilan sendiri dan tidak bergantung pada Mas Rizwan. Bergantung pada Mas Rizwan sama saja siap mendapat hinaan dari Ibunya dan Kakaknya.

"Meskipun lauk tempe saya bersyukur, Bu. yang penting tidak nebeng makan ke orang," sengaja kusindir mereka berdua. Sepertinya mereka berdua tidak suka dengan ucapanku yang sebenarnya menyindir mereka berdua.

"Udah masuk sana, eneg lihat kamu!" ucap ibu mertua dengan galaknya. Beginilah diriku yang hanya dibesarkan di panti asuhan tanpa tahu kedua orang tuaku. Namun mereka hanya memandang sebelah diriku bahkan dengan mudahnya selalu merendahkan aku.

"Wajah saya jelek ya, Bu? Maklum Bu, saya tidak ak pernah perawatan karena jatah perawatanku udah diserahkan ke Ibu," ucapku santai membuat mereka semakin geram.

"Ih! ngomong mulu, udah buruan masuk sana!" celetuk Mbak Rina sembari mendorongku masuk ke dalam.

Segera ku masuk ke kamar dan mandi setelah itu makan malam di ruang makan yang sederhana bersatu dengan dapur yang minimalis. Saking minimalisnya aku bahkan meminimalisir keberadaan barang-barang yang berguna saja.

"Harum amat, siapa yang makan enak nih?"ucap Mbak Rina seperti orang kelaparan setelah mencium aroma nasi padang lengkap dengan rendang dan ayam gorengnya. Bagi orang lapar ini pasti sangat menggoda. Sengaja aku berlama-lama membuka sebungkus nasi padang. Lama sekali aku tak makan nasi kesukaanku.

"Iya. Wangi amat kayak masakan Padang yang harganya mahal," ucap ibu mertua tak kalah penasaran dengan bungusan nasi yang kubuka.

"Mbak, Bu. Saya makan dulu ya," ucapku pada mereka berdua yang tiba-tiba masuk ke arah sumber aroma. Mereka saling pandang saat melihat sebungkus nasi padang di depanlu. Heran mereka saat aku makan nasi padang bukan, nasi tempe.

"Cuma satu aja? Mana cukup buat kami?" tanya Mbak Rina tanpa ada rasa malu setelah menghinaku.

"Saya memang cuma beli buat saya sendiri. Kalau Mbak Rina mau ya beli dong. Kan jatah sebulan sudah dapat dua kali, dari Mas Danu sama Mas Rizwan. Masa beli nasi padang gak bisa?" sengaja kupelan-pelankan makanku agar mereka semakin iri. Mengerjai mereka berdua kini menjadi hiburanku sekarang.

"Apa kamu bilang? Siapa bilang gak bisa. Aku bisa beli nasi padang sama tempatnya sekalian," kesombongan Mbak Rina muncul. Padahal dengar-dengar hutanganya ada dimana-mana, bahkan rentenir mingguanpun selalu menagihnya.

"Kalau mampu, kenapa hutang dua ratus ribu perlu saya tagih dulu ke rumah?" ucapku membuat Mbak Rina marah.

"Iiih! kamu ini nyebelin banget sih, udah miskin belagu lagi!" Mbak Rina begitu kesal padaku karena membantah ucapannya.

'Sengaja loh, biar tambah kesel. hahahahah. Emak-emak pembaca, kesel gak sih punya kakak ipar model begini?

"Heh Laila, bentar lagi Rizwan mau Ibu jodohkan sama Shila. Kamu harus menerimanya," ucap Ibu mertua dengan berkacak pinggang di depanku yang sudah makan.

Heran saja dengannya, sudah menjadi seorang Ibu tetapi sikapnya sungguh mengerikan. Entahlah, mendengar perjodohan suamiku tak membuatku sakit hati. Apa mungkin memang cintaku padanya sudah menguap seiring dengan sikapnya padaku?

"Oh! silahkan Ibu mertua. Aku ikhlas aaja, cuma jangan menyesal suatu saat nanti," ucapku dan melanjutkan makan sembari melihat keduanya terkesiap dengan ucapanku yang membantahnya.

"Bagus deh kalau kamu nerima, Shila itu kaya dan bisa nyenengin mertua tidak kayak kamu," Ibu mertua begitu bangganya memamerkan harta orang lain. Semoga saja pembaca tidak punya mertua model begini.

"Aku kenapa, Bu? Miskin? Hinaan miskin udah membuatku kebal, Bu. Apa, Shila tau kalau Mas Rizwan tak bisa memberi keturunan?" Mereka terlihat mulai berpikir dengan keadaan Mas Rizwan.

"Apakah keluarga Shilla menyetujui jika mengetahui yang sebenarnya? Kalau aku jadi orang tuanya mah, ogah kawin sama orang mandul," sengaja kupanasi mereka karena ingin membuat mereka marah. Mbak Rina seperti kehabisan akal untuk melawan ucapanku.

"Asal kamu tak cerita aja yang sebenarnya. Awas kalau kamu cerita!" ancam ibu mertua padaku.

"Aku tidak akan cerita, Bu. Tenang saja, cuma yang namanya bangkai disimpan di manapun masih aja bau, Bu," ucapku.

"Jawab terus sih kamu ini. Dasar menantu gila! nyesel aku nikahin Rizwan sama kamu," ucap ibu mertua.

"Aku juga nyesel Bu nikah sama orang pelit seperti Mas Rizwan," ucapku tak mau kalah. Udah saatnya aku melawan mereka. selama menikah aku terus saja dihina dengan alasan aku orang miskin dan tinggal di Panti asuhan.

"Rizwan itu tidak pelit buktinya kita semua dikasi jatah bulanan," ucap Mbak Rina tanpa dosa.

"Pelit untuk istri dan loyal buat keluarganya. Jadi kalau nanti ada apa - apa dengan Mas Rizwan tolong dibantu ya," ucapku dan segera berlalu ke kamar.

Heran deh ada Ibu mertua dan kakak Ipar kek gitu. Huh! tenang aja aku bakal kerjain kalian.

'Oh ya aku ingat amplop putih pemberian Pak Doni. ku buka amplop putih dan ternyata isinya sekitar dua puluh lima lembar uang pecahan seratus ribuan. Banyak sekali, gegas kukirimkan pesan untuk Pak Doni.

"|Pak, terimakasih bonusnya. Bukankah ini terlalu banyak? padahal saya bekerja baru sehari.|" pesan yang ku kirim ke Pak Doni.

"|Itu setimpal dengan hasil yang kamu kerjakan, Lai. Jangan pernah tinggalkan perusahaan lagi.|" balasan pesan dari Pak Doni.

"|Insyaallah, Pak. Saya akan bertahan.|balasku.

Segera ku mandi dan istirahat, iseng - iseng kubuka media sosial. Status Mbak Rina yang sok kaya membuatku ingin tertawa. padahal aslinya, Hahahahaha

gimana emakkkk pembacaku?

Gemes apa gak nih sama Mbak Rina dan mertua?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
jangan" si bos suka tuh sama laila
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status