Home / Rumah Tangga / Aku Madu Kembaranku / Bab 5 Nafkah bathin

Share

Bab 5 Nafkah bathin

Author: Nanitamam
last update Last Updated: 2023-07-13 10:29:28

Setiap hari ada saja tingkah Tania yang membuat Bu Fatma sakit kepala. Bu Fatma merasa aneh dengan perubahan sikap menantunya tersebut. Rania yang biasanya penurut dan tidak berani membantah, sekarang berubah drastis.

   Pagi-pagi sekali Tania sudah siap dengan alat pel dan embernya. Bukan Tania namanya, jika mau mengerjakan sesuatu tanpa ada maksud tertentu. Ia sengaja mengepel lantai dengan kain yang sangat basah tepat didepan anak tangga terakhir.

  "Nah begitu 'kan enak dilihat. Jadi menantu itu jangan cuma makan sama tidur aja," ejek Bu Fatma seraya melangkah melewati Tania yang sedang membungkuk. 

  "Iya Ma." Tania mengepal erat gagang pel yang ada ditangannya. Dia segera membawa ember serta kain pel masuk kedalam kamar mandi dan tertawa keras. "Satu … dua …  tig …." 

   "Rania!" Bu Fatma berteriak cukup kencang. Bi Asih dan Darmi yang berada di dapur segera berlarian menuju sumber suara. Keduanya kaget melihat tubuh Bu Fatma sudah ada dilantai basah kuyup. Lantai yang basah membuatnya kepleset hingga sebelah kakinya tertekuk.

  "Jangan bengong terus! Cepat bantu saya bangun!" titahnya pada Bi Asih dan Darmi. 

  Bi Asih dan Darmi berjalan dengan sangat hati-hati, takut mereka juga terpleset dan jatuh menimpa sang majikan. Keduanya membantu Bu Fatma untuk berdiri secara perlahan. Wajah Bu Fatma begitu merah menunjukkan kemarahan.

  "Arghhh pinggangku," keluh Bu Fatma saat merasakan nyeri pada bagian pinggang. 

  "Kita duduk di sofa Nyonya." Bi Asih dan Darmi memapah Bu Fatma menuju sofa. 

  "Dasar menantu kurang ajar. Berani sekali dia membuatku begini," gerutu Bu Fatma. Bi Asih dan Darmi hanya saling pandang seraya menutup rapat mulut menahan tawa. "Cepat panggil Mbo Ijah kesini! Sepertinya pingganggku keseleo," pinta Bu Fatma pada Bi Asih. 

   Darmi memilih mengambil lap kering untuk mengeringkan lantai. Sebelum suara Bu Fatma yang kencang bagaikan singa itu mengaum lagi. Bi Asih menelpon Mbo Ijah, tukang pijat yang khusus yang sering di panggil oleh keluarga Bu Fatma.

  Setelah merasa aman Tania segera keluar dari kamar mandi dan naik kelantai atas. Dia tertawa puas setelah berada di dalam kamar. Tania tidak sadar jika Malik yang baru selesai berpakaian tengah menatapnya dengan tatapan aneh. 

  Tania menutup mulut ketika wajahnya menengok ke belakang dan Malik masih memperhatikannya. Cepat-cepat dia melewati Malik dan berjalan menuju tepi ranjang. Tangannya mulai merapikan selimut bekasnya tidur semalam tanpa bersuara sedikitpun.

   "Apa kamu memiliki nomer rekening?" tanya Malik datar.

  "Punya, hanya saldonya saja yang tidak ada," jawab Tania jujur apa adanya. 

  "Berikan nomer rekeningmu!"

  "Untuk apa?" 

   "Walau bagaimanapun aku suami kamu. Aku harus memenuhi tanggung jawabku untuk memberi nafkah," jawab Malik masih dengan nada suara datar.

  Tania mengangguk paham tanpa bicara lagi. Dia segera mengambil ponselnya yang tergeletak diatas nakas lalu memperlihatkan nomer rekeningnya pada Malik. Bola mata Tania berbinar saat Malik mentransfer sejumlah uang pada rekeningnya. 

  "Argggh, terima kasih." Tania melonjak girang hingga tidak sadar memegang tangan Malik. Kulit tangan yang secara tidak sengaja saling bersentuhan menciptakan gelenyar aneh pada keduanya. 

  "Aku berangkat kerja dulu." Malik bangkit dari tempat duduknya dan bergegas keluar kamar. Sementara Tania terus menatap jumlah saldo tanpa memperdulikan Malik keluar kamar.

  Malik langsung turun hendak menuju meja makan seperti biasa. Langkahnya terhenti saat melihat Bu Fatma tengah meringis di sofa ruang tamu. Dia mendekati ibunya lebih dulu karena merasa khawatir. 

  "Mama kenapa?" 

  "Ini semua gara-gara istri kamu yang tidak becus kerja," adu Bu Fatma geram. 

  Kening Malik berkerut tidak paham dengan ucapan ibunya. "Maksudnya?"

  "Mama jatuh karena menginjak lantai basah. Sekarang pinggang Mama sakit dan itu semua gara-gara Rania."

   Akhirnya Malik mengerti, kenapa Tania tertawa puas di dalam kamar. Entah kenapa melihat ibunya yang meringis kesakitan? Malik malah ingin ikut tertawa. Secara tidak langsung Malik mendukung sikap Tania yang sedikit berani pada sang mama yang memang melebihi batas.

  "Paling nanti setelah diurut juga sembuh," jawab Malik sepele. Wajah Bu Fatma semakin merah menahan kesal. 

  Malik meninggalkan ibunya yang masih menggerutu. Ia terpaksa kembali masuk ke kamar karena ponselnya tertinggal. Tania mengira jika Malik sudah berangkat ke kantor. Dia keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit di tubuhnya. 

  Malik yang baru mengambil ponsel diatas nakas mematung saat melihat Tania. Begitupun Tania, wajah mereka sama-sama syok. Tania hendak kembali masuk kedalam kamar mandi namun kedua kakinya saling bersilang. Keseimbangan Tania seketika hilang dan hampir menghantam lantai jika Malik tidak sigap menangkapnya. 

   "Kamu baik-baik saja?" tanya Malik gugup. 

   "Aku baik-baik saja. Terima kasih." Tania segera melepaskan diri namun sayang ikatan handuknya terlepas. Membuat handuk yang melilit merosot kelantai. "Arghhhh," jerit histeris Tania sadar jika tubuhnya polos tanpa sehelai benang. 

   "Aku tidak melihatnya." Malik reflek menutup mata. Tangannya meraba handuk di lantai dan menyodorkanya pada Tania.

  "Lebih dekat lagi! Aku tidak bisa meraihnya." Tangan Tania mencoba mengambil handuk dari tangan Malik. Tania tidak berani bergerak maju wajahnya terasa panas karena malu. 

   "Seperti ini." Malik memajukan tangannya lebih dekat lagi pada Tania. Tangan mereka kembali bersentuhan secara tidak sengaja. Entah keberanian darimana? Malik membuka matanya dan menatap Tania sendu. 

  Dia berdiri dengan handuk yang masih berada ditangannya. Tania masih diam ditempata seraya menutupi badan dengan kedua tangannya. Malik menyelimuti tubuh atas Tania dengan handuk. Sebagai pria normal melihat tubuh mulus tanpa cela membuat hasratnya bangkit. 

   "Aku ingin melakukannya sekarang," ucap Malik serak. Sorot matanya penuh damba. 

  "Tapi aku belum siap," tolak Tania.

  "Bukankah kita menikah untuk ini." Malik memeluk tubuh Tania dari belakang. Membuat wanita itu semakin mematung dengan perasaan yang campur aduk.

   Deru napas Malik terdengar begitu jelas ditelinganya. Ingat janjinya pada sang adik yang ingin membantunya. Serta sadar dengan kewajibannya. Tania mengangguk pasrah walau bagaimanapun Malik adalah suaminya yang punya hak atas tubuhnya. 

   Tiga minggu kemudian. Sejak Tania menyerahkan tubuhnya pada Malik pagi itu. Sikap Malik perlahan berubah menjadi lebih bersahabat. Nada bicaranya yang biasa datar menjadi lebih lembut. Hari ini mereka sarapan hanya berdua karena Bu Fatma sudah pergi sejak pagi.

   "Kenapa kamu tidak sarapan?" tanya Malik heran karena Tania sama sekali tidak menyentuh makanannya.

   

   "Perutku rasanya mual," jawab Tania. Dia segera berlari ke kamar mandi yang ada di dapur dan terdengar muntah-muntah. Bi Asih yang berada di dapur seketika berubah sumringah. 

  Malik yang merasa cemas menyusul Tania ke kamar mandi. Dia memijiti leher belakang Tania yang tengah menunduk pada closet. "Sebaiknya kita pergi ke dokter."

 Sebelah tangan Tania naik ke atas menandakan dia baik-baik saja. Bi Asih sudah kembali dengan sesuatu dibalik tangannya. Dia menyuruh Malik terus memijit leher Tania agar lebih baik. 

  "Apa non Rania sudah datang bulan?" tanya Bi Asih memastikan lebih dulu. 

 Tania terdiam mengingat kapan terakhirnya datang bulan. "Sepertinya sudah telat dua minggu."

   "Memang kenapa Bi?" Sekarang Malik yang penasaran.

  "Coba di tespek dulu. Siapa tahu Non Rania isi." Bi Asih menyerahkan alat tespek kepada Tania. 

  Tania memandang Malik meminta persetujuan. Malik mengangguk sebab dia juga merasa penasaran. Bi Asih masuk kedalam kamar mandi meemberitahu Tania cara memakai tespek tersebut. Malik menungggu di depan pintu kamar dengan harap-harap cemas. 

   "Bagaimana?" tanya Malik segera begitu Tania dan Bi Asih keluar kamar mandi. Bi Asih terseyum lebar sedangkan Tania seperti orang bingung.

  "Ada apa? Bagaimana hasilnya?" desak Malik. 

   "Non Rania positif hamil," ungkap Bi Asih.

   Kedua tangan Malik gemetar menerima alat tespek dengan dua garis merah tersebut. Airmata mengalir deras mengekspresikan kebahagiannya. Dia merengkuh Tania kedalam pelukan seraya mencium keningnya. 

  Malik menelpon Rania membagikan kabar bahagia tersebut. Rania sampai bersujud begitu mendengar kakaknya positif hamil. Paman Burhan ikut menangis haru disamping Rania. Bu Fatma yang baru pulang pergi ke dapur untuk mengambil air minum.

   "Kenapa wajah kalian senang sekali?" tanya Bu Fatma penasaran sebab Darmi dan Bi Asih terus tertawa kecil. Wajah keduanya terlihat senang dan bahagia.

   "Memang Mas Malik belum memberitahu Nyonya?" Darmi malah balik bertanya.

  "Soal apa?" 

   "Non Rania positif hamil, tadi pagi saya mengajaknya tespek dan hasilnya positif," terang Bi Asih lebih jelas.

   Prang! Gelas yang ada di tangan Bu Fatma seketika jatuh kelantai. "Itu tidak mungkin. Bagaimana mungkin wanita mandul itu bisa hamil?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Madu Kembaranku   Bab 22. Tujuan Mely sebenarnya

    "Malik. Kamu tidak bisa mendidik istri kamu dengan baik. Lihatlah apa yang dia lakukan pada mama," ujar Bu Fatma memanas-manasi Malik. "Mas!" panggil Tania pelan. Malik menoleh ke arah Tani seraya mengulas senyum lembut penuh cinta seperti biasanya. "Mas percaya sama kamu." "Malik! Setelah apa yang dia lakukan pada Mama. Kamu masih percaya padanya? Kamu pikir Mama mengarang cerita," bentak Bu Fatma. "Ma. Bisa saja Mama jatuh karena menendang botol minyak urut ini. Ini minyak zaitun yang bisa dipakai Mama untuk mengurut bukan?" Malik menunjuk botol yang terlempar di sudut tangga. Tania tersenyum lega. Sementara Bu Fatma semakin meradang. Dia kembali mengucapkan kata-kata yang menjelekan Tania agar membuat wanita itu tersudut. Namun, Malik tetap pada pendiriannya. Tidak mungkin istrinya tega melakukan hal tersebut. Tidak berapa lama, tiba-tiba saja Mely datang bersama seorang dokter gadungan yang sengaja dia bawa untuk memperlancar rencana mereka. Bu Fatma pura-pu

  • Aku Madu Kembaranku   Bab 21. Rencana terakhir Bu Fatma

    Bu Fatma dan Mely masih ada di dalam mobil. Keduanya belum beranjak pergi meski kini Tania dan Sheli sudah menghilang sejak insiden tadi.Mata Melly menatap nanar kaca mobil yang terkesan gelap. "Tante, jika sudah begini maka hanya ada satu cara terakhir yang harus kita lakukan." Kalimat lirih itu membuat Bu Fatma menatapnya cepat. "Apa maksudmu?" tanya Bu Fatma penasaran. Dengan segera Melly memutar arah duduknya. Menghadap Bu Fatma langsung agar bisa didengar dengan saksama. "Jika cara seperti ini juga tak bisa mencelakai Rania, maka kita harus menjebaknya agar Malik mulai meragukan kebaikan hatinya." "Tolong kau jelaskan dengan benar, agar Tante bisa paham," pinta Bu Fatma. Mely menunda kalimatnya, membuat sosok itu tak mengalihkan pandangan sedikit pun. "Tante harus menjebak Rania. Buat seolah-olah Tante terluka karena ulahnya, dengan begitu maka Malik mungkin akan mulai kecewa pada kebaikan hatinya." Bu Fatma cukup terkejut mendengar saran Mely b

  • Aku Madu Kembaranku   Bab 20. Rencana yang gagal kembali

    Seperti biasa, setiap paginya Tania akan membantu sang suami untuk bersiap sebelum pergi ke kantor. Sosok itu memilihkan pakaian untuk Malik agar terlihat rapi setiap harinya. Namun, tanpa diduga Malik memeluk tubuh Tania dari belakang saat wanita itu tengah sibuk memilih kemeja yang berbaris di dalam lemari. "Aduh, Mas. Aku lagi pilihin baju loh ini," protes Tania. "Iya Mas tau. Kata siapa juga lagi masak, aneh kamu tu," canda Malik sembari menghirup wangi sang istri membuat Tania tersenyum geli dibuatnya. "Mas, udah ya. Nanti kamu telat loh, ini pake dulu bajunya." Tania berbalik tanpa menunggu dan dengan sedikit mendorong tubuh sang suami dia mengulurkan kemeja biru pilihannya. "Kamu bantuin Mas pake ya." "Kenapa emang? Tangannya sakit, hm?" "Iya," cicit Malik sembari mengerucutkan bibir yang langsung dijawab elusan lembut di wajahnya oleh Tania. "Yang mau punya bayi tapi kelakuan masih seperti bayi. Ya udah sini aku bantuin." Malik bersorak dalam

  • Aku Madu Kembaranku   Bab 19. Obat penggugur kandungan

    Bu Fatma yang sejak awal tak menyukai Rania, kini berusaha untuk menggugurkan kandungan sang menantu. Dia tak ingin Tania yang dianggap Rania itu melahirkan penerus bagi keluarga yang akan menjadi satu-satunya pewaris harta Hadiguna, mengingat jika dirinya hanya ibu tiri bagi Malik. Setelah sempat menyuruh orang untuk mencari obat terkuat yang bisa menghilangan nyawa bayi dalam kandungan, Bu Fatma pun bergegas pergi ke sebuah taman yang sepi tak jauh dari kediamannya. Sosok itu melebarkan langkah mendekati sosok tinggi dengan setelan hitam serta topi senada. "Bagaimana? Sudah kau temukan obatnya?" tanya Bu Fatma begitu sampai di depan orang suruhannya. Matanya berkali-kali melirik sekitar, takut jika akan ada yang melihatnya. "Tenang saja, ini adalah obat terkuat yang bisa digunakan." Jemari itu terulur, memberikan sebuah botol kaca kecil berisi cairan kuning di dalamnya. "Dosisnya sangat kuat, bahkan satu tetes saja bisa melenyapkan nyawa sang bayi." Bu Fatma t

  • Aku Madu Kembaranku   Bab 18. Di interogasi Bu Fatma

    Malik terdiam mendengar pertanyaan Tania. Gadis cantik berambut panjang lurus itu membuang wajah ke luar jendela. Hembusan nafas panjang terdengar dari hidungnya. "Mas minta maaf. Mas kira itu bukan hal penting memberi tahu soal alergi Mas," ucap Malik membuka suara. Dia hendak menggenggam tangab Tania. Namun, sang istri menepiskan tangannya. "Aku memang tidak sepenting Rania," lirih Tania kecewa. Malik mengusap kasar rambutnya. Dia tidak menyangka jika Tania akan membahas soal ucapan Rania mengenai alerginya. Malik memutar tubuhnya lalu memeluk Tania erat. Mungkin karena Tania tengah hamil, perasaanya menjadi lebih sensitif. "Mas minta maaf. Mas mulai hari ini tidak ada lagi rahasia di antara kita berdua," ucap Malik menenangkan kegundahan Tania. Cairan bening mengalir dari kedua sudut matanya. "Maaf aku juga tidak tahu bisa se sensitif ini." "Mas mengerti. Kamu pasti merasa cemburu kan?" Tania menangguk sebagai jawaban. Memang dia sadar Malik mantan suami adi

  • Aku Madu Kembaranku   Bab 17. Kembali ke kota

    "Tidak usah diangkat, biarkan saja, nanti siangan Mas telpon balik agar Mama tidak bawel. Mama pasti ingin memastikan kita ada dimana,” tegas Malik. Tania mengangguk patuh sekaligus bernafas lega dengan keputusan Malik, ia tak mendebat sedikitpun akan keputusan yang sudah dibuatnya karena sadar di balik itu Malik hanya ingin melindungi semuanya. “Ya sudah kalau begitu Mas yang terpenting nanti kau harus kasih kabar ke Mama mu supaya tak panik mencarimu,” sahut Tania sembari tersenyum tipis. “Iya,” ucap Malik. “Sekarang waktunya kita sarapan, Paman dan Rania sudah menunggu di ruang makan sana,” ajak Tania. Malik mengangguk, mereka pun bergegas dengan berjalan beriringan menuju ke ruang makan. Di sana sudah ada Rania yang mulai menyuguhkan kopi untuk Paman, netra Rania langsung tertuju pada Tania dan Malik yang berjalan ke arahnya. Terlihat senyum Rania begitu lebar hingga membuat kedua matanya jadi sipit. "Selebar apapun senyumanmu, aku tahu kamu sedang sakit m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status