Share

Bab 6. Tania hamil

Saking syoknya, Bu Fatma sampai mundur kebelakang beberapa langkah. Darmi serta Bi Asih saling berpandangan satu sama lain. Mereka merasa bingung dengan ekspresi Bu Fatma. 

  Wajahnya bukan menunjukan bahagia mendengar menantunya hamil. Akan tetapi, malah terlihat seperti orang yang bingung. Darmi segera mengambil sapu serta serokannya. Dia menyapukan pecahan gelas yang berserakan di lantai.

"Kalian bercanda 'kan?" tanya Bu Fatma pada Bi Asih dan Darmi.

"Kok bercanda, Bu. Ini seriusan. Mas Malik lagi bawa Non Rania ke dokter kandungan hari ini untuk periksa," ungkap Darmi.

  Bu Fatma meninggalkan dapur mencari ponselnya yang masih ada di dalam tasnya. Dia mengambil ponsel lalu menelpon Malik. Demi memastikan apa yang didengarnya dari kedua asisten rumah tangganya.

   Drttt! Drtt! 

   Ponsel Malik bergetar dari saku celananya. Dia mengabaikannya. Mata dan fokusnya tertuju pada layar monitor USG. Tania meneteskan air mata haru melihat calon janin yang akan tumbuh di perutnya.

    "Siapa Mas?" tanya Sania yang bisa mendengar getaran ponsel di saku Malik karena posisi Malik duduk di sampignya. 

   "Entahlah nanti saja di angkatnya," jawab Malik. Matanya berbinar pada layar monitor. Ponsel Malik terus bergetar membuat Malik risih dan akhirnya membuat Malik terpaksa merogonya. Keningnya berkerut saat melihat mamanya yang menelpon.

   "Assalamualaikum. Hallo Ma," sapa Malik setelah mengangkat teleponnya. 

   "Malik. Kamu sama Rania dimana?" tanya Bu Fatma langsung ingin tahu.

   "Kami sedang di dokter kandungan. Mengecek usia kehamilan Rania," jawab Malik dengan suara yang penuh semangat. Dia tidak bisa menutupi rasa bahagia melihat kehamilan Tania yang fi nantikan.

   "Jadi benar Rania hamil?" tanya Bu Fatma memastikan.

   "Iya Ma. Rania hamil delapan minggu. Kami sedang USG. Nanti hasilnya Malik perlihatkan pada kalian di rumah. Assalamualaikum." Malik mematikan teleponnya sepihak.

   "Malik! Hallo Malik!" teriak Bu Fatma. Dia membanting ponselnya ke atas sofa lalu duduk seraya melipat tangan di dada. Bu Fatma memijat kepalanya yang terasa pening. Bagaimana mungkin Rania yang katanya sakit tidak bisa memberikan anak. Kini tengah hamil delapan minggu.

    "Bagaimana bisa? Lalu apa yang harus saya katakan pada Mely? Dia pasti akan sangat marah jika saya membatalkan perjodohannya dengan Malik. Padahal saya sendiri yang datang dan memberi tawaran itu," monolog Bu Fatma dalam hati yang terus dilanda gelisah.

   Tring! 

   Sebuah pesan masuk di grup chat keluarga. Malik membagikan hasil foto USG Tania di grup tersebut. Mata Bu Fatma semakin membola manakala melihat keterangan Malik jika Rania tengah hamil anak kembar. 

   "Arghhhhhh, saya bisa gila kalau begini!" jerit Bu Fatma mengacak bantal dan sprei hingga berantakan di lantai. 

  Di bawah Darmi dan Bi Asih saling menyenggol bahu satu sama lain. Mereka heran dengan sikap Bu Fatma. Kehadiran bayi yang selama ini mereka mimpikan akan segera menjadi kenyataan. 

    "Majikan kita itu kenapa sih? Menantu hamil bukannya senang kok malah ngamuk-ngamuk begitu," ujar Darmi yang kesal dengan sikap Bu Fatma.

   "Saya juga gak tahu. Bukannya dulu Nyonya sendiri yang ingin punya cucu. Sekarang Allah kabulkan doa kita, dia malah kayak orang kesurupan begitu," timpal Bi Asih keheranan.

   "Tapi jujur, saya lebih senang sikap Non Rania sekarang. Dia berani menolak apa yang tidak bisa dia lakukan. Kalau dulu saya sedih melihatnya yang terus bekerja tanpa henti. Apapun disuruh nyonya manut tanpa berani membantah." 

   "Kamu merasa tidak wajah Non Rania sekarang juga lebih cerah dan lebih segar?" 

   "Iya Bi, saya melihatnya. Wajah Non Rania sekarang memang lebih cantik dan cerah," puji Darmi.

  Keduanya terus mengobrol di sela pekerjaan mereka. Mereka harus segera menyiapkan makanan sebelum Bu Fatma turun dan marah. Melihat belum ada satupun makanan terhidang di meja.

  Sementara di rumah sakit. Malik menggandeng tangan Tania erat. Seolah takut istrinya itu terjatuh ataupun terpeleset. Mereka berjalan menuju parkiran mobil dengan wajah riang gembira.

  "Mau pulang dulu atau kita mampir kemana gitu?" tanya Malik sebelum menyalakan mesin mobil. 

  "Mumpung masih di luar. Kita jalan-jalan dulu ke mall sebentar beli es krim dulu ya Mas, kayaknya aku pengen makan es krim rasa coklat," pinta Tania sedikit merengek manja. 

   Malik mengangguk setuju. Dia mulai menyalakan mesin mobil dan mobil pun melaju meninggalkan parkiran rumah sakit. Mereka pergi ke mall toko pakaian adalah tempat pertama mereka kunjungi. Mata Tania melihat satu persatu gaun yang digantung dengan antusias.

   Rania suka pakaian yang serba tertutup dan kalem. Sedangkan Tania suka pakaian yang sedikit terbuka dan bahkan seksi. Meskipun tinggal di desa bersama pamannya bukan berarti Tania memiliki selera yang kampungan.

   "Mas boleh aku beli gaun ini." Tania menunjukan sebuah gaun berwarna maroon. Gaun dengan lengan tali kecil di bahu dan belahan panjang di bagian bawah sisi kirinya.

   "Kamu yakin mau membeli itu?" tanya Malik. Jujur sebenarnya dia penasaran ingin melihat Tania memakai gaun tersebut. 

   "Yakin banget," ucap Tania memasang wajah lugunya agar Malik tidak menolak.

   "Pilih saja apa yang mau kamu beli," ucap Malik yang bagaikan angin segar bagi Tania. Hal itu tentu saja membuat Tania memilih beberapa gaun dengan lebih semangat. Malik tersenyum melihat wajah riang Tania saat memilih gaun satu persatu.

   Tidak terasa sepuluh gaun sudah menumpuk di meja kasir. Tania ingin membatalkanya beberapa gaun karena menurutnya dia membeli terlalu banyak. Namun, Malik menolaknya. Dia menyerahkan black card pada kasir agar membungkus semuanya.

    "Arghhhhh, Mas. Kamu memang yang terbaik," jerit histeris Tania. 

   Cup! Dia mencium pipi Malik sebagai ungkapan rasa terima kasihnya. Malik menyentuh pipi yang dicium Tania barusan. Jantungnya seperti mau meledak dengan wajah yang terasa panas. 

   Selesai belanja, keduanya menuju toko es krim. Bibir Tania yang mungil namun tebal di bagian bawahnya terus tersenyum lebar. Membuat Malik tidak bisa berhenti menatap bibir yang menggodanya. Sebuah mangkuk es krim coklat datang. Tangan Tania bertepuk riang.

    "Mas tidak mau mencoba?" tanya Tania menawarkan es krim yang sedang di nikmatinya.

   "Saya tidak suka es krim," tolak Malik. 

   "Sayang sekali. Es krim coklat itu es terenak di dunia," ujar Tania penuh semangat menyendokan es krim ke dalam mulutnya. 

   Tangan Malik naik ke atas menyeka es krim yang belepotan di sekitar bibir Tania. Untuk beberapa saat mereka saling berpandangan lekat dan dalam. Wajah Malik yang dulu dingin sekarang menatap Tania penuh cinta.

   Tania menahan lengan Malik yang sedang menyeka bibirnya. Dia membiarkan telapak tangan Malik mengelus pipi mulusnya. Malik memajukan wajahnya ke arah Tania. Saat wajah mereka hampir dekat. 

    Tring! Notif pesan masuk ke ponsel Malik membuat mereka spontan saling memalingkan wajah. Malik membuka ponsel yang tergeletak di meja lalu membaca pesannya. Wajahnya yang tampan memperlihatkan urat lehernya.

   "Kenapa Mas?" tanya Tania bingung karena wajah Malik tegang dan terlihat kecewa yang teramat sangat. Malik menggeser ponselnya memperlihatkan isi pesan yang berasal dari Bu Fatma.

   "Besok Mely dan ibunya akan datang ke rumah untuk makan malam bersama kita. Jadi bersiaplah!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status