Share

Bab 7. Jangan sentuh suamiku!

   Malik melemparkan ponselnya ke meja. Dia tidak habis pikir mamanya masih saja mendekatkan dia dengan mely. Padahal sudah Malik yegaskan sejak dulu, jika dia tidak ada perasaan apapun Mely.

   Tania juga ikut kesal setelah membaca pesan Bu Fatma. Ibu macam apa yang ingin merusak rumah tangga anaknya sendiri. Keduanya sama-sama terdiam dengan isi pikiran masing-masing.

  "Lebih baik kita pulang aja yuk! Soalnya kakiku mulai terasa pegal," ajak Tania. Kakinya memang tidak seperti biasanya mungkin karena bawaan hamil jadi tubuhnya terasa cepat lelah.

    "Kamu serius ingin pulang?" tanya Malik. Sebenarnya dia masih ingin di luar bersama Tania. Menikmati kebersamaan berdua setelah hubungan mereka yang dulu dingin mencair.

   "Kita pulang sebelum mama meneror kamu terus Mas," kekeh Tania.

   Akhirnya terpaksa Malik setuju pulang setelah melihat Tania memijat kakinya sendiri. Dia membawa belanjaan di tangannya. Sedangkan tangan Tania melingkar erat di tangannya. Mereka tidak tahu jika ada dua pasang mata yang terus memperhatikan dari tadi.

   "Kamu yakin sayang. Akan membuat hubungan pasangan suami istri itu rusak?" tanya Iqbal 0ada Mely yang terus menatap  geram.

   Sambil mengaduk jus di tangannya. Dia pun menjawab pertanyaan Iqbal penuh keyakinan. "Aku pasti bisa membuat pria itu menikah denganku. Bukannya kamu juga suka uang? Dia adalah sumber uang kita." Bibir Mely tersenyum lebar. Namun, tetap saja ada rasa amarah yang bergemuruh di dalam dada. Dia cemburu dan iri melihat hubungan Malik dan istrinya.

  Dua jam menempuh perjalanan. Akhirnya Malik dan Tania sampai ke rumah. Sebelum jam lima sore. Bu Fatma sudah menunggu dengan tangan yang dilipat di dada. 

   "Malik. Mama mau bicara sebentar!" cegah Bu Fatma saat Malik mau menaiki anak tangga. Langkah Malik dan Tania terhenti bersama. 

  Tania langsung naik ke lantai atas menurut perintah Malik. Dia membawa belanjaan yang ada di tangan Malik. Sementara Malik menuju ruang tamu menemui Bu Fatma yang sejak tadi uring-uringan.

   Malik duduk tepat di hadapan mamanya. Bu Fatma memandang wajah Malik seakan masih ragu jika menantunya hamil. Suasana mendadak hening, Darmi yang melihat dua majikannya yang memasang wajah angkernya merasa takut sendiri.

   "Apa benar Rania hamil?" tanya Bu Fatma akhirnya mengeluarkan suara.

  "Ya Allah, Ma. Jadi Mama masih belum percaya Rania hamil?" Malik balik bertanya dengan nada heran. Malik mengeluarkan amplop putih dari saku bajunya. Dia menaruh amplop tersebut di atas meja. 

   "Silahkan Mama buka dan lihat sendiri!"

   Bu Fatma langsung menyambar amplop putih di atas meja. Dia membukanya dengan penuh rasa penasaran. Di dalamnya ada sebuah alat tespek yang memperlihatkan dua garis merah, hasil foto USG dan kartu tanda berkunjung yang diberikan dokter kandungan.

   "Malik mau mandi dan salat dulu," ucap Malik beranjak dari tempat duduknya.

   "Jangan lupa Mely dan Tante Sarah akan datang. Kamu harus ikut menyambut kedatangan mereka. Jangan biarkan Rania turun dari kamarnya," cetus Bu Fatma.

   "Ma. Rania itu istri Malik. Kenapa dia tidak boleh turun sementara Malik harus menyambut kedatangan orang lain? Lakukan apa yang ingin mama lakukan. Malik lelah mau mandi dan istirahat." Malik meninggalkan Bu Fatma yang menghentakan kedua kakinya karena kesal.

   "Ya Allah, punya majikan kok gini banget ya, zalim banget sama anak menantu sendiri," gumam Darmi dalam hati. Dia kembali ke dapur untuk memberitahu Bi Asih. Mereka begitu sibuk karena Bu Fatma meminta dibuatkan masakan yang cukup banyak.

  Di kamar. Tania baru selesai mengerjakan empat rakaatnya. Dia melihat Malik terduduk di tepi kasur dengan wajah frustasi. Tania segera melipat mukena dan sajadahnya.

   Dia mendekati Malik yang terus menghela napas dengan wajah tertekan. Tania duduk di samping Malik lalu mengusap punggung tangan suaminya. 

   "Kenapa lagi sama mama?" tanya Tania yang bisa menebak jika Bu Fatma penyebab wajah Malik tertekan. 

  "Mas bingung menghadapi sikap mama. Pantas saja Rania memilih hidup di desa. Mas yakin, selama ini hidupnya pasti sangat menderita. Tapi kenapa Rania tidak pernah bicara apapun soal sikap mama?"

   "Rania begitu mencintai kamu, Mas. Dia takut jika menceritakan semua hal yang dialaminya pada Mas. Hubungan Mas dan mama pasti akan renggang. Rania takut jika mama menyalahkannya," ungkap Tania mengatakan kembali apa yang Rania curahkan padanya.

  "Ya Allah," lirih Malik. "Mama minta Mas menyambut kedatangan Mely dan ibunya. Dia melarang kamu untuk turun ke bawah. Mas tidak bisa terima hal itu," tegas Malik. Dada Sania berbunga-bunga mendengar Malik membelanya di hadapan Bu Fatma.

   Nyatanya cinta yang seharusnya tidak boleh tumbuh pada Malik tetap saja tumbuh dengan sendirinya. Posisinya yang hanya sebagai istri pengganti membuat Tania tidak berani berharap lebih. 

   "Mas ikuti apa yang mama suruh! Berdandanlah dengan rapih dan sambut kedatangan Mely dan ibunya," titah Tania tentu saja dengan sebuah rencana di kepalanya.

   "Tapi sayang," sanggah Malik menyebut kata 'sayang' pada Tania. 

    

   "Mas, aku mohon! Jangan membuat aku menjadi wanita egois yang melanggar janji pada adikku sendiri," monolog Tania dalam hatinya sendu.

  

   "Tidak apa-apa Mas. Aku tidak akan marah. Malah aku akan memberi kejutan pada semua orang setelah berkumpul nanti." 

  Malik menatap bola mata Tania. Dia baru sadar jika kornea mata Tania berbeda warna dengan Rania. Bola mata Tania jauh lebih indah dan memancarkan hidup yang penuh semangat. Malik pun mengikuti saran Tania meskipun dia juga tidak tahu apa yang direncanakan Tania.

  Malam yang dinantikan pun tiba. Bu Fatma tersenyum bahagia karen Malik menuruti perintahnya. Makanan sudah lengkap terhidang di meja. Mereka menunggu kedatangan Mely dan  Sarah di depan teras rumah.

   Tin! Tin! 

   Bunyi klakson dari sebuah mobil yang masuk ke halaman rumah. Wajah Bu Fatma begitu antusias melihat tamu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang.

    "Mereka datang. Pasang senyum yang ramah," titah Bu Fatma pada Malik. 

   Mely dan Sarah turun dari dalam mobil. Mereka berjalan dengan langkah kaki yang serempak menuju teras rumah. Sarah dan Bu Fatma langsung berpelukan gembira. Mely mengulas senyum melihat Malik yang terlihat tampan malam itu.

   Malik menyapa Sarah dan Mely dengan senyum yang dipaksakan. Mereka langsung masuk ke dalam rumah menuju meja makan. Takut makanan yang dihidangkan keburu dingin. Tangan Mely sengaja berpegangan pada lengan Malik. 

  

   "Wah-wah sepertinya kita kedatangan tamu malam ini," ucap Tania yang sudah berdiri di anak tangga. "Halo selamat malam dan selamat datang," sambutnya pada Mely dan Sarah. 

  Mely dan Sarah menatap heran melihat wanita cantik yang menyambut mereka. Keduanya menatap Bu Fatma heran. Bu Fatma menatap Tania tajam namun di balas dengan seringai licik dari bibir Sania yang diberi lipstik merah menyala.

   "Fatma. Siapa wanita ini?" tanya Sarah penasaran. 

  "Tante tidak kenal aku? Aku ini Rania istri sah dari Malik Hermawan." Tania menuruni anak tangga dengan anggun. Kakinya Memakai heels hitam yang senada dengan gaun yang dipakainya. 

  "Apa? Bukannya Fatma bilang kamu sakit? Dan bahkan kalian mau bercerai karena kamu mandul," ujar Sarah. Matanya melirik Bu Fatma yang salah tingkah.

   "Benarkah Mama bilang seperti itu Tante? Ya Tuhan. Padahal aku sehat, dan sekarang malah sedang hamil." Tania berkata dengan ekspresi yang syok sambil mengelus perutnya. Namun, sudut bibir Tania menyunggingkan senyum kepuasan.

   Tania sengaja memakai gaun yang terbuka di bagian dada hingga memperlihatkan belahan dadanya. Bagian bawah gaun sebelah kanan ada belahan memanjang hingga ke paha. Membuat Tania begitu cantik dan juga seksi. Malik sampai tidak berkedip melihat perubahan Tania.

   "Jangan ada yang berani menyentuh suamiku!"  Tania menepiskan tangan Mely yang bergelayut manja pada lengan Malik. Dia bahkan terdorong dua langkah ke belakang karena tepisan Tania sangat kuat.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status