Fathir meremas-remas rambutnya dengan sangat kasar. "Apa yang telah aku lakukan,” ucapnya saat dia sadar dan memandang sekeliling ruangannya yang berantakan.
Wajah pria itu memucat saat menyadari apa yang dilakukannya. Walaupun kondisinya dalam keadaan mabuk, namun pria itu masih bisa mengetahui apa yang diperbuatnya. Ia memejamkan matanya saat mengingat gadis cleaning service yang masuk ke dalam ruangannya.
Baju-baju yang berserakan di lantai di kutip nya satu persatu dan memakainya. Matanya memandang lantai. "Apa yang telah kulakukan?" ucapnya yang melihat bercak darah yang menempel di lantai yang ada di ruangannya.
Fathir membersihkan lantai itu dengan memakai tisu. Ia duduk di kursi sambil mengusap-ngusap wajahnya dan memijat-mijat pelipis keningnya. Berulang kali pria itu mengutuk perbuatannya. "Aku sudah menghancurkan masa depan seorang gadis," ucapnya.
Fathir meminum a
“Perusahaan aku bisa bangkrut bila aku memberikan kamu kartu itu,” ucap Fathir.“Mas tahukan berapa pengeluaran yang harus aku keluarkan setiap hari setiap minggu dan setiap bulan," ungkap Farah.“Kamu sibuk dengan dunia kamu, kamu sibuk jalan-jalan dengan teman-teman mu, sedangkan kamu tidak memikirkan bagaimana aku dan juga anak kamu, anak kita itu masih kecil dia masih butuh kasih sayang ibu. Namun kamu lebih mengutamakan teman-teman mu. Satu minggu pergi dan kamu baru pulang sekarang, begitu kamu pulang kamu minta uang.” Fathir berkata dengan begitu sangat kesal memandang wajah istrinya.“Aku pergi aku bilang ya Mas.” Farah membela dirinya.“Kamu bilang iya, memang kamu bilang dengan saya, kamu pergi,” ucap Fathir.“Salah aku apa,” tanya Farah.“Kamu tanya salah
Fathir duduk di kursi kerjanya. Tangannya tidak ada henti-hentinya memijat pelipis keningnya. Kepalanya serasa akan pecah saat memikirkan masalah yang dihadapinya. Masalah keluarganya belum selesai. Sekarang datang masalah baru. Ingin rasanya ia memecat semua karyawan yang ada di perusahaannya saat ini. Kalau bukan karena ulah karyawannya, kesalahan seperti ini tidak mungkin dilakukannya.Berulang kali pria itu memukul mejanya sebagai tempat pelampiasan kemarahannya.Pada saat itu Ia sengaja ingin menenangkan dirinya. Ruangan tempat kerjanya merupakan tempat yang mungkin paling nyaman yang dirasakannya. Fathir memilih minum dengan harapn bisa sedikit melupakan masalahnya. Ia meminum-minuman itu setelah jam kantor berakhir. Fathir yakin sudah tidak akan ada lagi karyawan yang tersisa. Ia tidak menyangka bahwa masih ada karyawannya yang masih bekerja di malam hari.Fathir
"Aku nggak ngerti kenapa semua cleaning service diberhentikan dan sekarang masuk cleaning service yang baru." Clarissa memandang rombongan cleaning service yang baru datang. Shinta hanya menggelengkan kepalanya dan mengangkat bahunya. "Apa semuanya ada hubungan dengan kita?” tanyanya. "Maksudnya?” Clarissa bertanya dengan membesarkan matanya. “Kita diberi uang lembur, itu artinya perusahaan mungkin tahu kalau kita kerja di sini melebihi dari jam yang seharusnya." Melihat kejanggalan yang terjadi Shinta mengambil kesimpulan. “Apa karena itu mereka jadi benci sama kita?” tanya Carissa. “Aku rasa seperti itu,” ucap Sinta yang membesarkan matanya. Clarissa mengangkat telepon yang berbunyi di ruang pantry tersebut. “Halo ruang pantri di sini. Saya Clarissa. Apa ada yang bisa saya bantu," sapa Clarissa saat mengangkat panggilan tele
Sinta memandang Clarissa yang masuk ke ruang pantri. "Ada apa?" tanyanya memandang temannya tersebut. Sinta memperhatikan wajah teman yang terlihat berbeda. Matanya tampak sembab seperti habis menangis. "Apa kamu dipecat?" tanya Sinta yang begitu sangat menghawatirkan temannya.Carissa tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Clarissa tersenyum lebar hingga matanya terlihat begitu sangat kecil. "aku dikasi libur tiga hari." Clarissa mengangkat tiga jarinya. Clarissa berusaha menutupi masalahnya agar temannya tidak curiga.“Kenapa,” tanya Sinta.“Sewaktu aku mengantar kopi Aku pusing, jadi cangkir kopinya jatuh, makanya kata pak direktur aku libur aja dulu selama tiga hari." Clarissa berkata dengan raut wajah yang terlihat begitu sangat senang.“Aku merasa kamu sepertinya tidak sehat, ternyata pak direktur itu baik ya,” puji Sinta memandang temannya.
Clarissa diam dan menelan air ludahnya ketika mendengar ucapan bosnya tersebut.“Kemarin saya tidak berani untuk melanjutkan pembicaraan karena kondisi kamu masih sangat takut dengan saya. Saya tahu setelah peristiwa itu, kamu pasti sangat trauma dan benci sama saya. Namun percayalah saya benar-benar tidak pernah berniat melakukan itu,” Fathir berkata dengan memandang gadis yang hanya menundukkan kepala didepannya. “Saya sangat tidak tenang sebelum masalah ini bisa selesai,” jelas pria itu.Clarissa hanya diam saat mendengar ucapan bosnya, dia tidak tahu harus berbicara apa saat ini.“Kamu tahu bahwa saya pria yang sudah beristri,” ungkap Fathir.Clarissa menganggukkan kepalanya."Saya sudah memiliki dua orang anak."Clarissa hanya diam saat mendengar penjelasan pria tersebut.Fathir diam cukup la
Clarissa memegang dadanya yang berdegup dengan hebatnya. Clarissa tidak menyangka bahwa bosnya akan datang ke rumahnya. Dari tatapan mata pria itu terlihat bahwa pria itu begitu sangat menyesal. "Risa tidak tahu apa yang harus Risa dilakukan," ucap Clarissa yang mengacak-ngacak rambutnya yang panjang. Ia hanya duduk di atas kasur yang ada di dalam kamarnya. Clarissa masih ingat apa yang disampaikan oleh bosnya. Tidak ada satupun pilihan yang bisa diambilnya. Semua pilihan yang ada sulit untuk diputuskannya. Clarissa tidak mungkin meminta pertanggung jawaban dari pria tersebut atau meminta uang sebagai ganti rugi karena itu sama saja menjual harga dirinya. Clarissa menangis disaat menyadari tidak ada tempat untuknya mengadu atau sekedar meminta pendapat. "Ini sudah takdir yang harus aku dijalani. Aku cuma bisa pasrah dan jalani ini semua," ucapnya yang mengusap air matanya dan berusaha untuk tegar.
"Rumah kamu sayangnya nggak bisa dilalui mobil, jadinya jalan dulu ke dalam,” ucapnya ketika mobilnya berhenti di depan ruko yang berada di samping gang.“Iya pak, soalnya di sini harganya murah,” jawab Clarissa sambil sedikit tersenyum."Biar saya saja yang bawa," ucapnya ketika melihat Clarissa akan mengangkat kantong yang berisi ayam goreng."Risa saja pak," ucap Clarissa yang melepaskan kantong tersebut saat pria itu sudah menenteng kantong plastik itu lebih dulu.Clarissa berjalan di dalam gang kecil bersama bosnya. Ia berjalan menuju rumah kontrakan yang masih ditempatinya. Clarissa sedikit tersenyum saat memandangn bosnya yang menenteng kantong ayam goreng."Alhamdulillah sudah sampai pak," ucap Clarissa yang membuka pintu rumahnya. Clarissa sangat kasihan ketika melihat keringat bosnya yang bercucuran di keningnya."Iya, ternyata di lu
Fathir memasukkan tas ke dalam bagasi mobilnya. Pria itu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi."Panas sekali ya," ucapnya yang tersenyum memandang gadis cantik yang duduk di sampingnya."Iya pak, cuacanya panas," jelas Clarissa yang menarik sabuk pengamannya.Fathir menyalakan mesin mobilnya. Ia menyalakan AC dan mengatur suhu terdingin, guna mendinginkan tubuhnya yang sangat kepanasan. Fathir mengusap Keringat yang menempel didahinya dengan tisu yang ada di dalam mobilnya.Clarissa diam-diam memperhatikan bosnya. Clarissa memandang wajah bosnya sudah sangat merah. Bulir keringat menempel di dahinya. Clarissa memandang baju kemeja yang berwarna abu-abu pekat itu basah oleh keringat."Saya tidak terlalu tahan berjalan kaki saat kondisi panas seperti ini.” Fathir merasa tidak enak hati saat gadis itu memperhatikannya."