Jam 11 siang Clarissa baru bisa beristirahat. Clarissa duduk selonjor di lantai dan menyandarkan punggungnya di dinding saat berada pantry. Posisi duduk seperti ini membuat rasa lelahnya sedikit berkurang. Clarissa merasakan perutnya yang sudah sangat lapar. Tenggorokannya juga begitu amat sangat haus. Tubuhnya terasa amat lelah setelah membersihkan ruangan rapat. Baju seragam cleaning service yang dipakainya sudah basah oleh keringatnya.
Setelah beristirahat sejenak Clarissa berencana makan terlebih dahulu sebelum kembali bekerja, agar la kembali memiliki tenaga dan bisa melanjutkan perjalanannya yang sangat menguras tenaga.
Clarissa memandang Sinta yang masuk kedalam pantry dan berjalan ke rak piring. Sinta mengambil gelas dan mengisi gelas itu dengan air yang ada di dalam dispenser. Sinta meneguk air di dalam gelas itu hingga habis tanpa sisa.
"Sudah selesai?" tanya Clarisa.
"Belum," jawab Sinta.
"Risa mau makan, Risa lapar," ucap Clarissa yang mengambil Indomie di dalam tas yang ada di loker penyimpanan barang.
"Aku juga lapar," ucap Sinta yang menundukkan kepalanya.
"Risa bawa Indomie." Clarissa mengangkat satu bungkus Indomie di tangannya.
"Aku gak punya apa-apa," ucap Sinta dengan nada yang amat lemah.
"Kita berdua saja," ucap Clarissa yang memberi usul.
"Beneran mau berdua?" tanya Sinta yang memang benar-benar sudah lapar.
Dengan cepat Clarissa menganggukkan kepalanya.
"Aku mau," ucap Sinta yang tersenyum lebar.
Clarissa merendam Indomie itu dengan air panas dispenser dan kemudian membuat teh hangat. "Apa Sinta mau teh hangat juga," ucap Clarissa saat meletakkan teh hangatnya di atas meja.
Sinta menganggukkan kepalanya. Wajah Sinta terlihat amat lelah.
"Risa buatkan," ucap Clarissa yang membuatkan sahabatnya teh hangat. Clarissa merasa kasihan sangat melihat wajah sahabatnya yang sudah pucat dan terlihat sangat kelelahan.
Bagi kedua Gadis itu, makan berdua seperti ini bukanlah hal yang pertama. Mereka selalu berbagi makanan satu sama lain. Walaupun mereka baru mengenal selama satu bulan ini. Namun kedua gadis itu sudah sangat dekat dan akrab.
"Besok kita gajian kita makan di kantin," ucap Sinta yang begitu sangat senang
Clarissa menganggukkan kepala. "Selama bekerja di sini kita belum pernah mencoba makan di kantin." Ucap Clarissa yang lebih memilih membawa bekal di rumah dan sarapan dengan roti atau Indomie seperti sekarang, Karena biayanya jauh lebih murah daripada duduk di kantin yang ia tidak tahu berapa harga nasi goreng satu piring.
"Aku lihat di kantin selalu rame makanannya enak-enak," ucap Sinta yang sudah tidak sabar ingin mencicipi rasa menu kantin di kantornya.
"Aku juga pengen merasa duduk di kantin sambil makan bakso," ucap Clarrissa.
Clarissa membayangkan betapa enaknya makan bakso di kantin tersebut atau makan sepiring nasi goreng.
"Gaji pertama mau beli apa?" ucap Sinta yang memandang Clarissa.
Clarissa tersenyum malu saat mendengar ucapan sahabatnya. "Risa mau beli sepatu. Sepatu Risa sudah koyak," ucap Clarissa yang menunjukkan sepatu Ket berwarna hitam yang sudah koyak-koyak dan tidak layak pakai.
"Aku juga, kita beli hari Sabtu ya," ucap Sinta.
"Boleh, kita jalan-jalan," ucap Clarissa yang begitu sangat senang.
Kedua gadis itu mengobrol sambil memakan Indomie yang direndam dengan air panas."Besok kalau beli Indomie Risa akan beli yang porsi jumbo supaya kita kenyang ucap Clarissa saat mie yang ada di mangkok sudah kosong.
"Iya bener, harganya cuma beda dikit," ucap Sinta yang tersenyum.
"Clarissa, antar minuman ke ruangan manajer pemasaran," ucap Mbak Mila yang memberikan perintah.
"Iya mbak," ucap Clarissa yang menghabiskan teh hangat yang tinggal setengah di gelas kaca bening tersebut.
"Males banget nganter minuman keruangan pak manager, orangnya genit," ucap Clarissa yang berbisik di telinga Sinta.
"Kalau seandainya boleh ditemenin, aku pasti temani kamu. Yang pasti taruh minumnya cepat-cepat langsung kabur. Jangan mau dipegang-pegang. Dia itu duda," ucap Sinta menasehati.
"Dia nggak pernah pegang-pegang cuman kedip-kedip mata," ucap Carissa.
"Sekarang waktunya bekerja bukan mengosip," ucap Mila ketika melihat Sinta dan juga Clarissa yang masih berbicara.
"Ya Mbak maaf, saya akan langsung buat," ucap Clarissa yang beranjak dari tempat duduknya membuatkan teh hangat untuk atasannya tersebut.
****
"Sinta kenapa?" ucap Clarissa yang memegang pipi milik Sinta. Clarissa melihat wajah Sinta yang terlihat begitu sangat pucat.
"Aku lagi haid, kalau lagi awal haid seperti ini Perut aku sakit," ucap Sinta yang memegang perutnya.
"Ya sudah, kalau gitu Sinta pulang duluan saja. Pekerjaan Sinta, Risa yang selesaikan," ucap Clarissa yang merasa tidak tega melihat sahabatnya.
Sudah menjadi tugas rutin yang harus dilakukan Clarissa dan Sinta Untuk mengecek seluruh ruangan dan mengangkat piring-piring kotor serta gelas-gelas yang ada di atas meja kerja sebelum pulang ke rumah.
Sinta menganggukkan kepalanya. "Terima kasih ya Sa," ucapnya yang memegang perutnya.
Clarissa mengambilkan tas milik Sinta di loker.
"Aku pulang ya," ucap Sinta yang berjalan menundukkan tubuhnya.
"Apa Sinta bisa pulang sendiri?" Clarissa berjalan mengikuti sahabatnya itu. Clarrissa yang mencemaskan temannya.
"Iya bisa, aku pakai ojol," ucap Sinta.
Clarissa mengikuti Sinta hingga cinta berada di halaman depan kantor nya
"Itu ojol nya sudah datang. Aku pulang ya," ucap Shinta dengan nada suara yang terdengar sangat lemah."Iya hati-hati ucap Clarissa yang memandang sahabatnya yang saat ini sedang berjalan menuju ojek online pesanannya.
Sinta naik atas motor dan melambaikan tangannya kepada sahabatnya sebelum motor itu gerak.
***
Di saat karyawan yang lain sudah pulang ke rumahnya, Clarissa masih berada di dalam gedung raksasa ini. Gadis itu menyelesaikan pekerjaan penutupnya untuk hari ini. Clarissa masuk ke dalam ruangan-ruangan dan mengumpulkan peralatan makan. Clarissa memasukkan piring serta gelas ke dalam baskom besar yang di bawahnya. Setelah itu memadamkan lampu di ruangan dan menutup pintun. Setiap hari Clarissa akan melakukan pekerjaan ini sebelum pulang ke rumahnya. Hanya saja, hari ini Clarissa melakukannya sendiri berhubungan Sinta yang pulang lebih dulu."Sendirian di gedung sebesar ini ternyata seram." Berada sendiri di dalam gedung yang begitu sangat besar seperti ini membuat clarissa takut. Gadis itu memandang ke kiri dan juga ke kanannya, namun ia tidak melihat satu orangpun di dalam gedung raksasa tersebut. " Apa pulang aja, kerjakan besok," ucap Clarissa mulai ketakutan saat tidak ada satu orangpun di dalam gedung ini. Security hanya berjaga di luar gedung. Clarissa semakin mempercepat langkah kakinya agar pekerjaan nya bisa cepat selesai.
Dengan terburu-buru, Clarissa mengangkat baskom besar berisi piring sendiri.
Ia naik ke lantai 10, ini ruangan terakhir yang akan di masukinnya. Clarissa melihat jam yang menunjukkan pukul 8 malam di layar ponsel lipat yang milikinya. Jam kerja CS berakhir jam 5 sore sedangkan gadis itu masih bekerja sampai sekarang. Clarissa memasukkan ponsel lipat miliknya ke dalam saku celana. Di zaman seperti sekarang bisa dikatakan sudah tidak ada lagi yang memiliki ponsel lipat seperti yang dimiliki Clarissa. Namun ponsel ini satu-satunya alat komunikasi yang dimilikinya. Alat yang pakainya untuk menghubungi Ibu panti tempat dirinya dibesarkan. Clarissa selalu memberikan laporan kondisinya berada di Jakarta dengan ponsel lipat ini tentunya. Baginya ponsel lipat ini adalah harta yang sangat berharga dan paling mewah.
Clarissa membuka pintu ruangan direktur utama. Matanya terbuka lebar saat melihat Pak direktur masih duduk di kursinya.
"Maaf Pak saya mengira ruangan sudah kosong," ucap Clarissa yang berdiri di ambang pintu. Clarissa belum pernah bertemu dengan direktur utama perusahaan ini. Melihat pria yang duduk di kursi besar nan empuk itu Clarissa yakin dia Direktur utama. Walaupun penampilannya cukup berantakan. Mungkin karena sudah malam dan banyak pekerjaan. Pikir gadis polos tersebut.
****
"Buatkan saya kopi," ucap pria itu memerintah"Baik Pak," ucap Clarissa yang meninggalkan ruangannya.Clarissa turun ke pantri dengan mengangkat baskom yang berisi piring kotor. Dengan cepat Clarissa membuatkan kopi untuk direktur dan kemudian naik lagi ke atas."Permisi pak," ucap Clarissa yang membawa secangkir kopi untuk bosnya. Ini untuk kali pertamanya Clarissa bertemu dengan pemilik perusahaan tempat dirinya bekerja. Clarissa memperhatikan pria tampan tersebut. "Ternyata pak Direktur masih terlihat muda dan juga sangat tampan," ucap Clarissa di dalam hati. Clarissa juga tahu bahwa pria itu berstatus suami orang."Masuk," ucap pria itu memandang Clarissa.Clarissa masuk ke dalam ruangan dan meletakkan cangkir berisi kopi di atas meja. Entah mengapa Clarissa merasakan dadanya berdebar-debar saat melihat direktur utama tersebut. Clarissa tidak p
Clarissa berjalan dengan tertatih. Kakinya terasa begitu sangat lemas, dengan tubuh yang terasa sakit dan remuk. Clarissa berusaha tetap berjalan membawa tubuh lelahnya. Berada di posisi seperti ini membuatnya hanya bisa menangis meratapi takdir hidup."Haruskah aku marah dengan takdir yang terasa begitu sangat kejam untuk ku. Apakah aku tidak berhak memiliki kebahagiaan seperti orang kebanyakan. Hidup sendiri tanpa mengetahui dimana keberadaan kedua orang tua aku saja terasa sudah begitu sangat berat. Aku datang ke sini dengan harapan bisa mencari keberadaan ibu yang katanya akan pergi ke Jakarta. Namun bukanya bertemu dengan ibu, aku harus mengalami nasib tragis seperti ini. ?" Clarissa tidak ada henti-hentinya menangis dan bertanya kepada diri sendiri. Clarissa merasakan dirinya yang sudah tidak mampu lagi berjalan. Tubuhnya terasa amat lemas hingga Clarissa memutuskan untuk duduk di pinggir jalan. Duduk di tepi jalan seperti ini sambi
Dengan mempercepat langkah kakinya Clarissa berjalanm ke kamar mandi. Berada di dalam ruangan ini membuat dadanya terasa begitu sangat sesak dan sakit. Clarissa masuk ke dalam kamar mandi dan duduk di closet. Saat ini ia menangis sejadi-jadinya. "Mengapa hidup ku harus seperti ini. ibu, Risa rindu Ibu. Apakah ibu benar-benar lupa sama Risa Bu," ucap Clarissa sambil mengusap air mata yang mengalir dengan derasnya.Clarissa berusaha meredam suara tangisnya. Ia tidak tahu harus mengadu dengan siapa. Cukup lama Clarissa nenagis di dalam kamar mandi. Clarissa membasuh wajahnya dengan air keran di wastafel.Clarissa keluar dari dalam kamar mandi setelah menenangkan dirinya sendiri . Clarissa sangat bersyukur saat melihat Sinta sudah selesai membersihkan ruangan direktur."Lama banget sih,” ucap Sinta yang mengomel saat melihat Clarissa yang keluar dari dalam kamar mandi."Perut ku meles banget," ucap Caris
Clarissa bangun ketika adzan subuh.Ia merendam pakaian kotor di dalam kamar mandi untuk mencucinya nanti.Clarissa keluar dari kamar mandi setelah berwudhu.Clarissa melaksanakan salat subuh. Ia menangis dan bersimpuh di depan sang pencipta. Cukup lama dia berdo’a. Begitu banyak yang dicurahkan di dalam do’anya. Dengan menagis sejadi-jadinya, mulutnya tetap berdoa. Seakan dia sedang berbicara kepada seseorang teman yang begitu setia mendengarkannya. Tanpa mau menyalahkan. "Ya Allah, hamba tidak akan menyalahkan takdir yang engkau berikan untuk hamba. Hamba ikhlas menjalani cobaan yang engkau berikan. Meskipun hampa merasa tidak sanggup," Clarissa menagis sejadi-jadinya. Ketika ia mencurahkan semua kepedihannya. "Ya Allah, berikan hamba kekuatan untuk menjalin ini semua. Clarissa menyudahi Doanya setelah ia mencurahkan seluruh perasaannya.Clarissa mulai merapikan sajadah dan mu
i"Iya tunggu sebentar," saut Clarissa yang mendengar Sinta mengetuk pintu dari luar. Clarissa berjalan mendekati pintu dan membukanya."Apa kamu sudah nungguin aku?" Sinta bertanya dengan yang tersenyum lebar saat memandang temannya tersebut."Ya, nungguin siap lagi. Kamu tau sendiri mau nungguin pacar, tapi gak punya," jawab Clarissa yang tersenyum."Apa masuk dulu?" Clarissa menawarkan."Iya dong. Aku capek habis berdiri di atas busway. Terus jalan kaki masuk ke sini," ucap Sinta yang masuk ke dalam rumah yang begitu sangat sederhana. Sinta duduk di lantai yang beralas dengan karpet."Berhubung kita baru siap gajian aku ada beli gula dan juga teh. Kamu mau aku buatin minum gak?" tanya Clarissa yang berdiri di dekat pintu."Boleh," jawab Sinta.Clarissa sedikit menutup pintu rumahnya. "Tunggu sebentar," ucapnya yang berjalan menuju
Carissa dan juga Sinta berdiri sambil memegang besi di atas kepala mereka."Akhirnya aku coba juga naik busway," kata Clarissa yang begitu sangat senang. Matanya memandang ke luar jendela.Sinta tersenyum memandangnya. "Naik busway walaupun berdiri tapi pakai AC," ucapnya."Iya, jadi tetap adem," jawab Clarissa yang tersenyum."Lokasi ke tanah Abang lumayan jauh dari tempat tinggal kamu jadi kita naik busway dua kali," Sinta berucap saat busway itu berhenti di halte terakhir."Apa kita harus menyambung lagi naik busway yang satu lagi, untuk menuju jurusan tanah Abang?" tanya Clarissa. mereka berdiri di halte busway."Iya,” jawab Sinta, “kamu gak pusingkan naik busway?""Enggak apa-apa aku pengen jalan-jalan." Clarissa tersenyum."Itu buswaynya ayo cepat," a
Fathir meremas-remas rambutnya dengan sangat kasar. "Apa yang telah aku lakukan,” ucapnya saat dia sadar dan memandang sekeliling ruangannya yang berantakan.Wajah pria itu memucat saat menyadari apa yang dilakukannya. Walaupun kondisinya dalam keadaan mabuk, namun pria itu masih bisa mengetahui apa yang diperbuatnya. Ia memejamkan matanya saat mengingat gadis cleaning service yang masuk ke dalam ruangannya. Baju-baju yang berserakan di lantai di kutip nya satu persatu dan memakainya. Matanya memandang lantai. "Apa yang telah kulakukan?" ucapnya yang melihat bercak darah yang menempel di lantai yang ada di ruangannya.Fathir membersihkan lantai itu dengan memakai tisu. Ia duduk di kursi sambil mengusap-ngusap wajahnya dan memijat-mijat pelipis keningnya. Berulang kali pria itu mengutuk perbuatannya. "Aku sudah menghancurkan masa depan seorang gadis," ucapnya.Fathir meminum a
“Perusahaan aku bisa bangkrut bila aku memberikan kamu kartu itu,” ucap Fathir.“Mas tahukan berapa pengeluaran yang harus aku keluarkan setiap hari setiap minggu dan setiap bulan," ungkap Farah.“Kamu sibuk dengan dunia kamu, kamu sibuk jalan-jalan dengan teman-teman mu, sedangkan kamu tidak memikirkan bagaimana aku dan juga anak kamu, anak kita itu masih kecil dia masih butuh kasih sayang ibu. Namun kamu lebih mengutamakan teman-teman mu. Satu minggu pergi dan kamu baru pulang sekarang, begitu kamu pulang kamu minta uang.” Fathir berkata dengan begitu sangat kesal memandang wajah istrinya.“Aku pergi aku bilang ya Mas.” Farah membela dirinya.“Kamu bilang iya, memang kamu bilang dengan saya, kamu pergi,” ucap Fathir.“Salah aku apa,” tanya Farah.“Kamu tanya salah