Pagi ini dengan langkah terburu-buru Irfan masuk ke dalam kantor. Tingkahnya membuat ia menjadi pusat perhatian orang-orang.Tapi Irfan tak memperdulikan hal itu, baginya apa yang akan ia tuju lebih penting daripada perhatian orang-orang saat ini.Elena, wanita itu harus ia temui secepatnya."Di mana dia?" tanya Irfan begitu ia tak sengaja bertemu dengan Refan sesaat setelah lelaki itu keluar dari lift. Lelaki berkacamata itu menatap Irfan dengan raut bingung."Siapa yang di mana, Pak Irfan?" "Elena.""Ah, saya tak sengaja bertemu dengannya di ruangan anda tadi. Entah kenapa wajahnya tak seceria biasanya, ia tampak sedikit ....""Terima kasih," tukas Irfan memotong ucapan Refan seraya menepuk bahu lelaki itu. Lantas melesat secepat kilat masuk ke dalam lift yang hampir menutup.Refan memperhatikan tingkah Irfan dengan mengangkat bahu. Ia menaikkan kacamatanya sembari tersenyum samar dan melangkah pergi.Irfan menunggu dengan tidak sabar, lift yang bergerak terasa lambat menurutnya. S
"Aku sudah membuatnya menandatangani berkas-berkas ini, sekarang hubungi detektif Ardi untuk bertemu di cafe Bintara," tukas Alya setelah ia keluar dari ruangan Irfan dan berbisik pelan sembari menyentuh in ear yang tersembunyi di telinga, tertutup oleh rambut panjangnya."Baik Nona, aku akan memberitahu detektif Ardi sekarang.""Kau akan menyusul nanti, kan?""Ya Nona, setelah aku menyelesaikan urusanku di sini lebih dulu. Irfan terus menghubungiku untuk datang ke ruangannya, aku tidak ingin dia tahu kalau aku sedang merencanakan sesuatu dengan Nona saat ini.""Baiklah Refan, aku harap kau cepat datang.""Ya Nona."Alya menyimpan ponselnya setelah mematikan panggilan. Sejenak ia menatap nomor Fatih yang terletak di bawah panggilan Refan.Setelah kejadian kemarin malam Fatih sama sekali tak bisa dihubungi oleh Alya. Lelaki itu seperti menghindarinya setelah pengungkapan perasaan yang tidak direncanakan.Sebenarnya, tanpa Fatih tahu Alya sama sekali tak bisa tidur sejak kepulangan Fat
Sesampainya di apartemen, Alya membongkar laci meja kerjanya, mengambil buku harian di sana. Ia tahu ia seorang yang pelupa dan beberapa hal selalu ia catat dalam buku harian miliknya. Hadiah sang Papa saat ia masuk SD beberapa tahun lalu.Alya membuka lembaran penuh buku-buku itu. Memeriksa keseluruhan membutuhkan cukup banyak waktu, namun hanya itu satu-satunya cara agar ia bisa mengetahui password emailnya ponselnya yang meleleh pasca kecelakaan kemarin.Alya membaca sekilas kenangan-kenangan receh yang ia tulis dalam buku harian itu. Begitu mendapatkannya pertama kali ia sering sekali menulis, hampir setiap hari malah.Sekarang baru Alya sadari, masa kecilnya tak lepas dari Fatih. Setiap lembaran kisah hidupnya selalu ada nama Fatih di sana. Alya tersenyum tanpa sadar, saking terbiasanya hidup dengan Fatih di sisinya, ia sampai terbiasa karena Fatih selalu ada dalam perjalanan hidupnya.Kalau dipikir-pikir, bahkan setelah menikah dengan Irfan dan mereka menjalani hidup masing-masi
Bagaimana ini bisa terjadi? "Arrgh, sial!" Irfan melempar remote di tangannya hingga benda itu jatuh dan berserakan di lantai. Ia kini berjalan mondar-mandir di ruangan sembari mengacak rambutnya. "Bagaimana bisa foto-foto itu terkuak di media?" ucap Irfan pelan dengan wajah geram. "Aku sudah berusaha untuk melenyapkan bukti-buktinya. Tak ada siapapun yang seharusnya punya foto-foto itu. Atau sang manager hotel yang kubayar mahal telah berkhianat padaku?" "Tapi cctv hotel juga tak akan menangkap gambar sejelas itu. Sialan! Sekarang apa yang harus aku lakukan?" Irfan menggebrak meja di depannya. Kekalutan menghampiri membuatnya ia memejamkan mata dengan tangan terkepal erat. Lelaki itu terdiam sesaat, lantas terbelalak kemudian. "Kecuali satu orang. Cuma dia yang mungkin punya foto sejelas itu. Tapi, tidak mungkin, dia sudah tiada." Irfan menarik rambutnya dengan kedua tangan sekuat tenaga. "Siaal!" Barang-barang di atas mejanya berserakan jatuh ke lantai saat Irfan dengan e
Irfan tak punya pilihan lain, hari ini menjadi hari paling sial dalam sejarah hidupnya dan membuat ia tak berani keluar dari ruangannya barang selangkah pun.Ada puluhan reporter di luar perusahaan yang akan langsung mengerubunginya jika ia menampakkan batang hidungnya. Bahkan hanya dengan memikirkan hal itu saja mampu membuat tubuh Irfan gemetaran.Ia tak tahu harus menjawab apa nanti, ia juga tak tahu bagaimana mengatasi hal ini. Sementara Ratih juga terjebak dalam posisi yang sama dengannya. Wanita itu sama sekali tak bisa keluar dari apartemen karena dikerubungi banyak sekali reporter.Dan dalam kondisi semakin genting seperti ini, berulangkali saat Irfan mencoba menghubungi ponsel Refan, namun elaki itu sama sekali tak mengangkatnya. Tersambung dan memang sengaja tidak diangkat, membuat Irfan kesal bukan main."Arrghh! Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa hariku sangat sial seperti ini?!" Irfan melemparkan ponselnya dengan keras ke arah sebuah lemari kaca. Tempat di mana banyak pe
"Biar kuperkenalkan diriku. Alya Putri Brawijaya, putri tunggal Brata Wijaya dan pemimpin perusahaan yang akan menggantikan dirimu.""A--apa maksudmu Elena? Kau sedang bermain peran di sini? Tidak lucu! Kau sudah putus kontrak dengan Grup Brata."Alya tersenyum melihat wajah kekalutan Irfan membuatnya perasaan senangnya membuncah. Wanita itu menaikkan sebelah alisnya dengan tangan menyilang di depan dada."Sebagai model asal Singapura, ya aku sudah putus kontrak kerja dengan Grup Brata. Tapi sebagai putri tunggal Brata Wijaya, tugasku masih belum selesai. Apalagi saat aku tahu perusahaan dipimpin oleh pengkhianat seperti dirimu!"Irfan melongo, wajah terkejutnya tak bisa ia sembunyikan. Mulutnya terbuka dan tertutup sembari menatap Alya dengan pandangan nanar. Sekejap kemudian ia terkekeh pelan, lalu tawanya membahana memenuhi segala ruangan membuat Alya menatapnya dengan bingung termasuk para direktur yang berada di sana."Kau, jangan coba-coba permainkan aku Elena. Lakon apa yang
"Kau telah menipuku dasar brengsek!"Alya berdecih, ia memutar bola matanya dan dengan sinis menatap Irfan."Lebih buruk mana dari kau yang berusaha membunuhku? Berusaha melenyapkanku saat aku memergokimu selingkuh bersama Ratih, sahabatku sendiri. Oh, sebenarnya tidak!""Kalian tidak berselingkuh, kalian menipuku sedari awal dengan kau berusaha mendekatiku karena ingin mendapatkan hartaku. Padahal kalian sudah berstatus suami istri tapi kau dengan Ratih berusaha untuk menjeratku dan bodohnya aku terjebak dalam permainan kalian. Benar, kan?"Irfan terkesiap, wajahnya tampak pias. Lidahnya kelu hendak membantah. Belum lagi pikirannya diliputi rasa kalut luar biasa. Bagaimana Alya bisa tahu hal itu?Rahasia yang cuma Irfan dan Ratih yang tahu. Rahasia yang Irfan simpan baik-baik dan tak ada yang mengetahuinya kecuali Ratih. Dan tak mungkin Ratih yang mengatakannya pada Alya, hal itu malah membuat mereka jatuh pada lubang sumur yang mereka gali sendiri.Kemungkinannya hanya ada satu, Al
"Lihat, kau pecundang dan kau ... telah kalah!"Irfan terkesiap, senyum sinis Alya sedikit banyak membuat ia gentar. Kini tatapan lima direktur itu tampak lain di matanya. Memandangnya dengan rasa curiga tak berkesudahan."Well aku mengundangmu ke sini hanya untuk memperlihatkan bagaimana aku bisa hidup saat kau mengira aku tiada, juga melihat bagaimana wajah ketakutanmu saat para polisi mulai menangkapmu atas dasar kasus percobaan pembunuhan yang kau lakukan bersama Ratih.""Diamlah Alya! Kau tak punya bukti apa-apa jadi jangan menuduhku!"Alya tertawa keras, menepuk kedua tangannya kemudian. "Kau bahkan sudah mengakuiku sebagai Alya yang asli sekarang? Tapi, sayangnya waktumu untuk lari dari sini sudah tidak ada Irfan. Para polisi sudah datang dan mengepung gedung ini untuk menangkapmu. Setelah sebelumnya menangkap Ratih di apartemennya terlebih dahulu.""A--apa maksud ...."Belum usai perkataan Irfan, tiba-tiba saja pintu ruang rapat itu terbuka dengan paksa. Beberapa orang dengan