Happy reading
***
Daffin termenung di depan komputer, sudah satu jam Daffin duduk tanpa melakukan apa pun. Iya semenjak kepergian dokter dari kondominiumnya Daffin tidak mau keluar dari ruang kerjanya. Terus-terusan memandangi layar komputer yang mati.
Menarik napas panjang dengan kedua mata serentak tertutup. Daffin menyandarkan kepala pada sandarac kursi kerja, mencoba menghilangkan beberapa pikiran yang belakangan ini membuat kepalanya pusing.
‘Saya bukan dokter jiwa atau psikolog Mister, tapi dari pemeriksaan dan pengamatan saya. Istri anda sepertinya mengalami mental illness. Detak jantung yang tidak stabil. Saya tidak tahu pasti tentang gangguan mental, tapi kondisi Miss Aluna dikatakan cukup parah karena sudah berani melukai diri sendiri. Saya rasa anda harus membawa Miss Aluna ke psikolog.’
Daffin yang belakangan ini terus berpikir sekarang semakin berpikir berat, antrian masalah di kepalanya begitu panjang dan sialnya semua mas
Happy reading***Tok. Tok. Tok.Sudah yang kelima kalinya Daffin mengetok pintu kamar Aluna pagi ini tapi tetap nihil, tidak ada balasan dari si pemilik kamar. Semalam mereka berdua seperti keinginan Aluna tidak tidur sekamar, Daffin lebih memilih tidur di ruang kerjanya.“Aluna keluar, sarapan dulu.” Daffin tengah berada dalam mode baik sampai rela menunggu di depan pintu kamar Aluna seperti orang bodoh.“Kamu dari semalam belum makan Aluna.”Berusaha agar Aluna berhenti dalam mode marahnya, iya marah karena semalam Daffin meminta izin pagi ini bertemu dengan anak perempuan perdana Menteri Canada. Percayalah kalian Daffin sedari semalam sudah khawatir pada Aluna, mengingat luka pada tangan wanita itu belum sembuh.“Jangan seperti ini Aluna.”Cklek.Tepat setelah Daffin berucap pintu kamar Aluna terbuka, memperlihatkan wanita yang sedari tadi Daffin panggil namanya. Penampilan Aluna s
Happy reading***Aluna entah berapa kali mengubah posisi duduknya. Dia sudah seperti boss yang merasa bosan berada dalam ruang kerja. Hanya duduk membaca majalah, bolak-balik menlihat ponsel, bermain game, mengunyah permen karet, nyemil cemilan dari asisten suami. Sangat membosankan menurut Aluna, tapi ya mau bagaimana lagi itu sudah kemauannya sejak semalam. Menemani suami bekerja agar tidak diganggu pelakor.“Tidak bosan?”Kalimat pertama yang Daffin keluarkan setelah mereka berada dalam ruang kerja duta besar Australia untuk Canada. Pria itu sedari tadi sengaja fokus mengerjakan pekerjaan, ingin melihat sejauh mana Aluna akan bertahan. Daffin cukup dibuat takjub karena Aluna sanggup duduk saja dalam waktu tiga jam lebih, apalagi tanpa bicara.“Hah! Kamu bertanya tidak bosan setelah aku tidak melakukan apa-apa selama tiga jam?” sahut Aluna, masih mempertahankan wajah galaknya.Daffin mengangkat bahu, dia salah lagi
Happy reading***“Tidak mau menjawab?” Daffin menatap penuh Aluna.Sudah lima menit berlalu sejak Daffin bertanya kenapa Aluna melukai tangannya sendiri, tapi tidak ada jawaban. Bukannya ingin apa, dia hanya mau memperjelas semua isi kepalanya saat ini. Lebih tepatnya dia tidak mau sampai salah paham.“Hanya iseng,” jawab Aluna mengangkat bahu santai.Iseng Aluna? iseng yang seperti apa sampai harus melukai diri sendiri? Iseng-iseng berhadiah? Oh iya hadiahnya sudah jelas rasa sakit dan darah terkuras.“Tidak ada yang namanya iseng Aluna jika itu sudah menyangkut kesahatannya.” Sampai air sungai amazon juga Daffin tidak akan percaya dengan yang Aluna katakan.“Kamu melukai diri sendiri karena marah padaku?”Jika Aluna tidak mau menjelaskan maka Daffin akan mengulik sendiri.“Untuk?” bukannya menjawab Aluna malah balik bertanya.“Kamu marah padaku t
Happy reading***“Gimana lancar gak?”Aluna menatap aneh Alisia, baru saja dia masuk butik dan duduk di sofa customer malah langsung ditanyai, mana tatapan Alisia tajam meneror.“Lancar apanya?” Bertanya untuk memperjelas. Aluna melipat kedua tangan di depan dada, menatap menelisik wajah kakak iparnya.“Kamu pikir aku tidak tahu tentang gossip yang beredar.”Tidak pakai lama Alisia langsung merogoh saku celana bahan yang digunakan, mengeluarkan ponsel dan mencari sesuatu pada kolom pencarian.“Nih, berita Daffin ada di mana-mana.” Menjulurkan ponsel ke hadapan Aluna yang diam. Alisia menatap penuh tanya.“Sebenarnya aku sudah dari kemarin aku ingin bertanya padamu tentang hal ini, tapi Adnan selalu melarang.” Alisia merolingkan mata malas, dia ingat sekali suaminya yang berkata tidak boleh ikut campur urusan rumah tangga orang. Padahal itu rumah tangga adiknya sendiri
Happy reading***“Gimana pekerjaan kamu?” Adnan memulai pembicaraan pertama setelah mereka selesai memesan menu makan siang.“Lancar, hanya beberapa kendala terkait masalah ekspor dan impor,” sahut Daffin.“Kalau bingung tentang masalah itu, bisa bertanya pada Aluna.”Adnan menatap adiknya yang sibuk bermain game masak-masakan dengan sang istri. Menggelengkan kepala tidak percaya, dua wanita itu masih saja memainkan game anak kecil padahal posisinya sudah menjadi istri.“Aluna?” Daffin menatap bingung Adnan, kenapa kakak iparnya itu meminta dia untuk bertanya pada Aluna. Ya Daffin tahu kalau istrinya itu tamatan dari fakultas bisnis, tapi ada rasa tidak yakin saja.“Istri kamu itu dulu sempat bekerja di kantor kementrian Luxembourg, menjadi asisten Menteri perekonomian dan perdagangan.”“Iyakan Aluna?” tanya Adnan melanjutkan ucapannya.“Iya,
Happy reading***Tidak ada lagi pekerjaan yang harus Daffin kerjakan, memutuskan untuk pulang setelah makan siang bersama, tentu dengan istrinya Aluna. Duduk berdua di dalam mobil dalam suasana hening. Sudah biasa, Daffin fokus pada jalanan sementara Aluna menyibukkan diri dengan ponselnya.“Kamu tahu dari mana kalau itu wanita selingkuhannya?”Seperti biasa, jelas Aluna akan memulai pembicaraan lebih dulu. Tidak betah untuk diam dalam waktu lama.“Hanya tahu saja,” balas Daffin mengangkat bahu.Aluna hanya ber-oh ria tanpa suara, ya dia tidak mau mengulik lebih lanjut. Bukan urusan Aluna juga kalau perdana Menteri Canada mau memiliki simpanan, toh juga tidak ada untungnya di Aluna.“Berarti semua yang berkecimpung di dunia politik banyak melakukan hal curang seperti yang dikatakan kak Alisia?”“Tidak semuanya orang harus dipukul rata memiliki sikap yang sama.” Daffin jelas tidak
Happy reading *** Tidak ada pembicaraan setelah permintaan Daffin atas diri Aluna semalam. Semuanya menjadi hening, tanpa ada ucapan selamat malam. Tidur saling memunggungi dengan Aluna yang memulai. “Kamu ada kuliah pagi ini?” Itu adalah kalimat pertama dari Daffin setelah saling mendiami semalam. “I’m free,” santai jawaban Aluna, tapi tidak ada tatapan pada lawan bicaranya. “Bisa temani aku hari ini?” tanya Daffin sedikit canggung. Bagaimana tidak canggung, mereka baru saja menyelesaikan sarapan pagi dengan kondisi sangat hening. Seandainya Daffin tidak memulai pembicaraan mereka, sudah pasti sampai nanti malam akan tetap saling mendiami. “Kemana?” “Menemui seseorang.” “Hah.” Mengembuskan napas berat, Aluna menundukkan kepala. Jujur dia sama sekali tidak bernafsu memakan sarapannya, sedari tadi hanya mengaduk-aduk tidak jelas. Satu suap pun belum Aluna makan. “Boleh aku bertanya beberapa hal?”
Happy reading***“Kenapa rumah sakit?”Pertanyaan pertama yang langsung keluar dari mulut Aluna setelah mobil yang dikendarai Daffin berhenti tepat di parkiran rumah sakit. Menatap heran suaminya yang ditanya malah diam saja, justru dengan santainya keluar dari mobil.“Daffin aku bertanya.” Aluna tentu menyusul langkah Daffin, berjalan di pelataran rumah sakit dengan kepala masih bertanya.“Kamu sakit?” lagi Aluna bertanya, bahkan sekarang dia memperhatikan wajah Daffin dengan lekat. Melihat apakah suaminya pucat atau lemas.“Tidak, aku sehat,” jawab Daffin santai. Menatap semua penjuru ruangan setelah kakinya menginjak lobi rumah sakit.“Ya terus buat apa kita ke sini? Kalau kamu gak sakit?”“Aku butuh jawaban.” Daffin masih sibuk menatap denah ruangan yang ternyata tujuannya ada di lantai dua.“Ayo.”Tap.Daffin menarik p