Happy reading
***
“Tidak mau menjawab?” Daffin menatap penuh Aluna.
Sudah lima menit berlalu sejak Daffin bertanya kenapa Aluna melukai tangannya sendiri, tapi tidak ada jawaban. Bukannya ingin apa, dia hanya mau memperjelas semua isi kepalanya saat ini. Lebih tepatnya dia tidak mau sampai salah paham.
“Hanya iseng,” jawab Aluna mengangkat bahu santai.
Iseng Aluna? iseng yang seperti apa sampai harus melukai diri sendiri? Iseng-iseng berhadiah? Oh iya hadiahnya sudah jelas rasa sakit dan darah terkuras.
“Tidak ada yang namanya iseng Aluna jika itu sudah menyangkut kesahatannya.” Sampai air sungai amazon juga Daffin tidak akan percaya dengan yang Aluna katakan.
“Kamu melukai diri sendiri karena marah padaku?”
Jika Aluna tidak mau menjelaskan maka Daffin akan mengulik sendiri.
“Untuk?” bukannya menjawab Aluna malah balik bertanya.
“Kamu marah padaku t
Happy reading***“Gimana lancar gak?”Aluna menatap aneh Alisia, baru saja dia masuk butik dan duduk di sofa customer malah langsung ditanyai, mana tatapan Alisia tajam meneror.“Lancar apanya?” Bertanya untuk memperjelas. Aluna melipat kedua tangan di depan dada, menatap menelisik wajah kakak iparnya.“Kamu pikir aku tidak tahu tentang gossip yang beredar.”Tidak pakai lama Alisia langsung merogoh saku celana bahan yang digunakan, mengeluarkan ponsel dan mencari sesuatu pada kolom pencarian.“Nih, berita Daffin ada di mana-mana.” Menjulurkan ponsel ke hadapan Aluna yang diam. Alisia menatap penuh tanya.“Sebenarnya aku sudah dari kemarin aku ingin bertanya padamu tentang hal ini, tapi Adnan selalu melarang.” Alisia merolingkan mata malas, dia ingat sekali suaminya yang berkata tidak boleh ikut campur urusan rumah tangga orang. Padahal itu rumah tangga adiknya sendiri
Happy reading***“Gimana pekerjaan kamu?” Adnan memulai pembicaraan pertama setelah mereka selesai memesan menu makan siang.“Lancar, hanya beberapa kendala terkait masalah ekspor dan impor,” sahut Daffin.“Kalau bingung tentang masalah itu, bisa bertanya pada Aluna.”Adnan menatap adiknya yang sibuk bermain game masak-masakan dengan sang istri. Menggelengkan kepala tidak percaya, dua wanita itu masih saja memainkan game anak kecil padahal posisinya sudah menjadi istri.“Aluna?” Daffin menatap bingung Adnan, kenapa kakak iparnya itu meminta dia untuk bertanya pada Aluna. Ya Daffin tahu kalau istrinya itu tamatan dari fakultas bisnis, tapi ada rasa tidak yakin saja.“Istri kamu itu dulu sempat bekerja di kantor kementrian Luxembourg, menjadi asisten Menteri perekonomian dan perdagangan.”“Iyakan Aluna?” tanya Adnan melanjutkan ucapannya.“Iya,
Happy reading***Tidak ada lagi pekerjaan yang harus Daffin kerjakan, memutuskan untuk pulang setelah makan siang bersama, tentu dengan istrinya Aluna. Duduk berdua di dalam mobil dalam suasana hening. Sudah biasa, Daffin fokus pada jalanan sementara Aluna menyibukkan diri dengan ponselnya.“Kamu tahu dari mana kalau itu wanita selingkuhannya?”Seperti biasa, jelas Aluna akan memulai pembicaraan lebih dulu. Tidak betah untuk diam dalam waktu lama.“Hanya tahu saja,” balas Daffin mengangkat bahu.Aluna hanya ber-oh ria tanpa suara, ya dia tidak mau mengulik lebih lanjut. Bukan urusan Aluna juga kalau perdana Menteri Canada mau memiliki simpanan, toh juga tidak ada untungnya di Aluna.“Berarti semua yang berkecimpung di dunia politik banyak melakukan hal curang seperti yang dikatakan kak Alisia?”“Tidak semuanya orang harus dipukul rata memiliki sikap yang sama.” Daffin jelas tidak
Happy reading *** Tidak ada pembicaraan setelah permintaan Daffin atas diri Aluna semalam. Semuanya menjadi hening, tanpa ada ucapan selamat malam. Tidur saling memunggungi dengan Aluna yang memulai. “Kamu ada kuliah pagi ini?” Itu adalah kalimat pertama dari Daffin setelah saling mendiami semalam. “I’m free,” santai jawaban Aluna, tapi tidak ada tatapan pada lawan bicaranya. “Bisa temani aku hari ini?” tanya Daffin sedikit canggung. Bagaimana tidak canggung, mereka baru saja menyelesaikan sarapan pagi dengan kondisi sangat hening. Seandainya Daffin tidak memulai pembicaraan mereka, sudah pasti sampai nanti malam akan tetap saling mendiami. “Kemana?” “Menemui seseorang.” “Hah.” Mengembuskan napas berat, Aluna menundukkan kepala. Jujur dia sama sekali tidak bernafsu memakan sarapannya, sedari tadi hanya mengaduk-aduk tidak jelas. Satu suap pun belum Aluna makan. “Boleh aku bertanya beberapa hal?”
Happy reading***“Kenapa rumah sakit?”Pertanyaan pertama yang langsung keluar dari mulut Aluna setelah mobil yang dikendarai Daffin berhenti tepat di parkiran rumah sakit. Menatap heran suaminya yang ditanya malah diam saja, justru dengan santainya keluar dari mobil.“Daffin aku bertanya.” Aluna tentu menyusul langkah Daffin, berjalan di pelataran rumah sakit dengan kepala masih bertanya.“Kamu sakit?” lagi Aluna bertanya, bahkan sekarang dia memperhatikan wajah Daffin dengan lekat. Melihat apakah suaminya pucat atau lemas.“Tidak, aku sehat,” jawab Daffin santai. Menatap semua penjuru ruangan setelah kakinya menginjak lobi rumah sakit.“Ya terus buat apa kita ke sini? Kalau kamu gak sakit?”“Aku butuh jawaban.” Daffin masih sibuk menatap denah ruangan yang ternyata tujuannya ada di lantai dua.“Ayo.”Tap.Daffin menarik p
Happy reading***Sangat terlihat jelas bukan jika Aluna berbohong, tadi saja berkata tidak nyaman. Saat ditanya Daffin bibirnya malah berkata dia nyaman. Jelas bukan, jika ada yang tidak beres dalam diri Aluna.“Aku sudah terlanjur berjanji untuk bertemu dengan Raynol, jadi sebentar saja ya?” meminta dengan lembut, Daffin tidak mau sikap istrinya sampai membuat Raynold tersinggung. Memegang tangan Aluna dengan elusan penuh perasaan, Daffin menatap mata bening istrinya dalam.“Ya?” bertanya sekali lagi, Daffin tidak mau melepas tatap dari istrinya.“Terserah kamu.”Melepas tangan suaminya, Aluna memilih duduk dengan tubuh lurus menghadap ke depan. Kedua tangan dia lipat di depan dada, bodo amat jika sikapnya dianggap tidak sopan. Aluna tidak suka, dan dia paling benci dipaksa, tapi apa boleh buat Daffin yang meminta, jadi mau tidak mau Aluna turuti.“Maafkan sikapnya,” ucap Daffin menata
Happy reading***Bag.Bug.Dua kali pintu kamar dibanting dengan keras menimbulkan debuman. Pelaku yang tanpa bersalah tidak peduli mau pintu kamarnya rusak atau penghuni rumah akan merasa terganggu, lebih memilih langsung berbaring di atas ranjang.“AAAKHHH!”Aluna berteriak kencang, melampiaskan semua rasa dalam dirinya, marah, kesal, benci bercampur jadi satu. Dia tidak peduli jika semua pelayan Daffin akan terganggu dengan teriakannya.“Brengsek!” kedua kalinya Aluna memaki.“Dari mana dia tahu?”Tatapan Aluna menajam, menoleh menatap amplop coklat yang masih setia di tangannya. Tidak ada tatapan ramah yang Aluna berikan saat melihat amplop berisi biodatanya.“Sial! Kenapa semua masa lalu sialan itu harus ikut terungkap juga?”Tap.Merubah posisinya yang tadi telentang menjadi duduk bersila. Tidak perlu Aluna membacar semua lembaran itu, hany
Happy reading***Matahari mulai terik saat Daffin memasuki kondominium. Sehari setelah kejadian Aluna memakinya di ruangan Raynold. Bukan maksud Daffin sengaja tidak mau pulang, tapi karena memang ada tuntutan pekerjaan mendadak yang harus dia kerjakan. Tiba-tiba saja presiden Australia datang untuk menyelesaikan masalah kerja sama dengan Canada, membuat Daffin membatalkan keinginan untuk pulang.“Bagaimana keadaan rumah?” tanya Daffin pada Jack yang terus mengikuti langkahnya.“Semuanya baik-baik saja mister, kecuali,” ucapan Jack terhenti, takut untuk melanjutkan.“Aluna di kamar seharian?”Tanpa Jack beri tahu Daffin sudah paham maksudnya, apalagi kalau bukan masalah tentang Aluna. Pelan-pelan Daffin mulai memahami sedikit tentang Aluna dan beberapa sikap istrinya itu.“Iya mister, nona Aluna juga tidak mau keluar makan, terus-terusan mengurung diri,” jelas Jack memberikan informasi.