“Kalau aku bod*h Mas Eko tidak mau denganku,” ucapnya membela diri.“Justru perempuan seperti kamu ini yang gampang dibod*hi oleh laki-laki hidung belang. Sudahlah aku ke sini cuma mau kasih tahu saja itu ada dua orang yang cari kamu, Sha. Noh, di mobilmu!” Tunjukku ke luar jendela dari sini terpampang jelas mobil Salsa yang masih mulus karena baru dibeli beberapa bulan yang lalu.“Haduh, jangan-jangan mereka!” Refleks Mas Eko duduk. Dia melupakan sakit selakangannya.“Siapa, Mas? Apa mobilku bermasalah?” Kali ini Salsa pun ikut panik.“Jangan mengada-ada kamu, Eko. Adikmu baru saja lancar bawa mobil awas saja kalau sampai ditarik dealer itu mobil!” Ibu pun ikut panik. Beliau justru ke luar kamar lebih dulu. Nyelonong melawatiku begitu saja. Salsa dan Rara kembali memapah Mas Eko. Mereka terburu-buru keluar.Aku kasih kode ke Mbok untuk segera mengunci pintu belakang dan aku membuntuti mereka.“Mana, Mbak? Tidak ada siapa pun, kok!” seru Salsa saat sudah berada di dekat mobilnya.“Mun
"Mbok, jangan buka pintu pada siapa pun yang datang, sampai aku kembali nanti sore. Kalau Mbok bosan bisa menyusulku ke kantor nanti biar aku pesankan taksi online." Wanita paruh baya itu hanya mengangguk."Em, anu, Bu, kalau Bapak yang pulang apa tetap jangan dibukakan pintu?" tanyanya ragu."Iya, biarkan saja di luar, ingat Mbok siapa pun!" ucapku memperjelas.Sebelum aku benar-benar keluar kupastikan dulu apakah para benalu itu sudah pergi atau masih kekeh mendemoku di depan pintu.Aku tidak mau langkahku terhambat karena harus berdebat dengan mereka semua. Menguras energi saja.“Kunci, Mbok! Aku berangkat dulu, ya, titip Fia!” seruku.“Siap, Bu!” jawab Mbok.Aku gegas membuka pintu pagar karena tidak mungkin aku menyuruh Mbok bisa-bisa Fia nangis.“Eh, Mbak Lisa sudah rapi saja jam segini. Mau ke mana, Mbak?” tanya tetanggaku yang masih ngobrol di luar dengan para tetangga yang lain sepertinya mereka baru saja selesai kerja bakti“Ke mana lagilah pasti mau ke kantor pengadilan aga
“Aman, nanti uang Bapak akan dikembalikan, silakan istirahat, pulang bertemu keluarga tercinta besok bisa kembali dengan keadaan fresh," jawabku seraya mempersilakan mereka pulang.“Alhamduillah ... terima kasih, Bu. Kalau begitu kami pamit.” Aku mengangguk mempersilakan mereka pulang."Mirna, gimana yang booking untuk pemberangkatan besok sudah full belum?" tanyaku memastikan."Alhamdulillah sudah Bu, malah ini lebih dua penumpang,” jawab Mirna. Dia menunjukkan bukunya catatannya."Alhamdulillah, oh, iya, gimana pacar kamu? Nanti kita datang ke rumahnya, ya?Kasihan dia," ajakku."Alhamdulillah juga sudah membaik Bu, hanya saja dia merasa bersalah sudah lalai sampai mobilnya Ibu dirampas."“Semua di luar kendali kita. Jadi, tidak perlu merasa bersalah yang penting nanti kita sama-sama memperbaikinya.”“Terima kasih, Bu, atas pengertiannya.”"Apa kata kepolisian, Mir?""Pak Eko bekerja sama dengan dua sepupunya, jadi yang merampok bukan sepesialis perampokan Bu, makanya cepat tertangk
"Merintis? Modalnya pakai uang siapa, Mas? Bukan kamu saja kok, yang jungkir balik, ada orang tuaku yang ikut andil di sini," ucapaku sukses membuat Mas Eko tambah marah."Ah, kalian ribut aja, Ibu pusing dengarnya!” bentak ibu.“Lisa, kamu harus nurut sama suami, istri itu di mana-mana ngikut suami bukan malah bantah, ingat kamu bisa kualat!" sahut ibu mertuaku lagi. Aku malas mendengarnya."Terima atau tidak aku tetap mengeluarkan kamu dari sini Mas. Kamu sudah banyak merugikanku. Kamu kan, yang merampok mobil kita? Pasti uangnya kamu pakai untuk foya-foya hebat sekali. Ingat Mas hukum tetap berlaku aku tidak mau pandang bulu aku pastikan kamu akan mendekam di penjara," kataku tegas. Mas Eko pucat pasti dia tidak menyangka aku akan tahu secepat ini."Mobil kemarin itu? Halah cuma segitu doang pelit banget kamu jadi istri, kalau bukan karena Eko pasti travel ini juga enggak bakalan maju, jadi sudah sepatutnya Eko dapat bagian besar," ujar ibu semakin membuatku mual."Betul kata Ibu,
Aku masih ingat betul klinik bersalin tempatku melahirkan dulu. Perjalanan memang memakan waktu satu jam di jam-jam sibuk pulang kerja sore begini, tapi ini tidak menyurutkan niatku sama sekali.Lelah hati dan pikiran sejak dari kemarin tetap aku kemas apik agar tidak membuatku drop. Aku sudah terbiasa dengan medan susahnya hidup, maka dengan ini pula aku bertekat akan tetap kuat demi diriku sendiri.Kini aku berdiri kokoh di depan bangunan asri tempatku mempertaruhkan nyawa antara hidup dan mati memperjuangkan lahirnya buah hatiku tepat satu tahun yang lalu. Tiba-tiba ini sedikit membuatku ragu, karena bisa dipastikan pasien sudah sangat banyak sekarang Mungkinkah aku bisa mengorek data di sini?"Ada yang bisa kami bantu Bu?" tanya satpam yang mungkin melihatku aneh."Eh, iya, Pak. Saya mau bertemu bidan yang punya klinik ini.""Oh, kalau jam segini Bu Bidan sudah pulang Bu, beliau datang setiap jam 08.00 WIB pagi sampai jam 15.00 WIB. Ibu bisa datang kembali besok pagi," terang Pak
"Itu untuk jaga-jaga Ra, benar kata Ibu, kamu lupa tadi Lisa bilang apa? Untung saja Mas punya banyak cara, kalau enggak sudah pasti ATM yang satunya yang dia ambil," ucap Mas Eko. Segera Kurogoh tas mengambil dompet dan mengambil ATM Mas Eko."Mas pokoknya ambil ATM itu, meski enggak ada saldonya, tapi aku malas mau buat lagi." Itu suara Salsa, oh jadi yang aku pegang ini milik Salsa. Baiklah kalian akan terima akibatnya."Ya, Sha. Besok acaranya jam berapa, Bu?""Jam 10.00 WIB kita berangkat dari sini pagi saja biar lama di sana.""Enggak bisa dong, Bu, aku kan, harus ke kantor kalau aku tidak datang bisa-bisa Lisa beneran mecat aku."Setelahnya hening hanya suara TV yang terdengar. Kasihan Mbok, dia menggendong Fia sambil memasak. Fia merengek gitu pasti anak itu sudah capek ingin tidur, benar-benar keterlaluan mereka."Mbok, masak apa!" teriakku menghampiri Mbok Wati. Sontak Mas Eko salah tingkah, ibu pun gegas berdiri menghampiri kami."Eh, menantu Ibu sudah pulang, itu Mbok mau
🌸 Pasrahkan semua pada sang Maha Kuasa yakinlah jika itu sudah ketentuan-NYA menjadi hak kita maka Allah akan permudah segalanya.🌸🌸🌸Semalam aku sama sekali tidak gelisah tidurku sangat nyenyak dan aku bangun dalam keadaan segar. Aku sudah bilang ke Mbok untuk tidak masak apa pun kecuali untuk Mbok maupun Fia, aku sendiri hari ini lebih memilih puasa sunah. Aku akan lebih mendekatkan diri lagi pada Allah, karena selama ini aku sudah terlalu asyik terlena buaian dunia.Para benalu itu semalam tidak membuat keributan ini membuatku merasa sangat nyaman, meski di jauh di dasar lubuk hatiku terasa ada yang hilang.Ya, biasanya pagi begini aku asyik bercanda dengan Mas Eko dan Fia sekarang terasa sangat berbeda. Aku harus mulai terbiasa tanpa Mas Eko seperti dulu saat aku menjadi TKW karena hari-hariku berikutnya pasti akan terasa lebih sulit lagi.Ting!Ada WA dari Mas Eko. Ck! Dia pasti berusaha membujukku. Memang sedari tadi subuh Mas Eko mengetuk pintu tidak aku pedulikan.[Sayang
“Tidak bisa, Ra! Ini beneran bukan tentang semalam. Sudah sana bantu ibu masak. Aku harus selesaikan masalahku dengan Lisa secepatnya.”“Enggak mau, Mas! Pokoknya aku ikut!”“Lisa, kamu tidak dengar perintah suamimu!”“Tidak. Aku tetap pada pendirianku!”Byuuuurr!Kusiram mereka berdua yang sedang berdebat di depan kamarku dengan air bekas mandi Fia.“Hah, kurang ajar kamu ya, mandul!” protes Rara tak terima. Dia berusaha membalasku, tapi kaku jenjangnya itu sudah lebih dulu aku tendang.Bugh! Dia terjatuh.“Rasain!” kataku.“Lama-lama kamu makin kurang ajar ya, Dik!” Mas Eko pun tidak terima dia berusa menolong Rara.“Gimana, Mas? Enak kan, rasanya disiram air. Mandi sana. Pasti kamu belum mandi junub, kan? Dasar menjijikkan!” umpatku.Brak!Kubanting pintu sekuat tenaga sampai Fia kaget dan berlari lucu menghampiriku.“Awas ya, kamu, Lisa! Aku bakalan balas perbuatan kamu!” teriak Rara. Pelakor itu rupanya tidak kapok- kapok juga!“Ada apa ini basah-basahan begini. Ya, Tuhan, Rara i