Aku masih ingat betul klinik bersalin tempatku melahirkan dulu. Perjalanan memang memakan waktu satu jam di jam-jam sibuk pulang kerja sore begini, tapi ini tidak menyurutkan niatku sama sekali.Lelah hati dan pikiran sejak dari kemarin tetap aku kemas apik agar tidak membuatku drop. Aku sudah terbiasa dengan medan susahnya hidup, maka dengan ini pula aku bertekat akan tetap kuat demi diriku sendiri.Kini aku berdiri kokoh di depan bangunan asri tempatku mempertaruhkan nyawa antara hidup dan mati memperjuangkan lahirnya buah hatiku tepat satu tahun yang lalu. Tiba-tiba ini sedikit membuatku ragu, karena bisa dipastikan pasien sudah sangat banyak sekarang Mungkinkah aku bisa mengorek data di sini?"Ada yang bisa kami bantu Bu?" tanya satpam yang mungkin melihatku aneh."Eh, iya, Pak. Saya mau bertemu bidan yang punya klinik ini.""Oh, kalau jam segini Bu Bidan sudah pulang Bu, beliau datang setiap jam 08.00 WIB pagi sampai jam 15.00 WIB. Ibu bisa datang kembali besok pagi," terang Pak
"Itu untuk jaga-jaga Ra, benar kata Ibu, kamu lupa tadi Lisa bilang apa? Untung saja Mas punya banyak cara, kalau enggak sudah pasti ATM yang satunya yang dia ambil," ucap Mas Eko. Segera Kurogoh tas mengambil dompet dan mengambil ATM Mas Eko."Mas pokoknya ambil ATM itu, meski enggak ada saldonya, tapi aku malas mau buat lagi." Itu suara Salsa, oh jadi yang aku pegang ini milik Salsa. Baiklah kalian akan terima akibatnya."Ya, Sha. Besok acaranya jam berapa, Bu?""Jam 10.00 WIB kita berangkat dari sini pagi saja biar lama di sana.""Enggak bisa dong, Bu, aku kan, harus ke kantor kalau aku tidak datang bisa-bisa Lisa beneran mecat aku."Setelahnya hening hanya suara TV yang terdengar. Kasihan Mbok, dia menggendong Fia sambil memasak. Fia merengek gitu pasti anak itu sudah capek ingin tidur, benar-benar keterlaluan mereka."Mbok, masak apa!" teriakku menghampiri Mbok Wati. Sontak Mas Eko salah tingkah, ibu pun gegas berdiri menghampiri kami."Eh, menantu Ibu sudah pulang, itu Mbok mau
🌸 Pasrahkan semua pada sang Maha Kuasa yakinlah jika itu sudah ketentuan-NYA menjadi hak kita maka Allah akan permudah segalanya.🌸🌸🌸Semalam aku sama sekali tidak gelisah tidurku sangat nyenyak dan aku bangun dalam keadaan segar. Aku sudah bilang ke Mbok untuk tidak masak apa pun kecuali untuk Mbok maupun Fia, aku sendiri hari ini lebih memilih puasa sunah. Aku akan lebih mendekatkan diri lagi pada Allah, karena selama ini aku sudah terlalu asyik terlena buaian dunia.Para benalu itu semalam tidak membuat keributan ini membuatku merasa sangat nyaman, meski di jauh di dasar lubuk hatiku terasa ada yang hilang.Ya, biasanya pagi begini aku asyik bercanda dengan Mas Eko dan Fia sekarang terasa sangat berbeda. Aku harus mulai terbiasa tanpa Mas Eko seperti dulu saat aku menjadi TKW karena hari-hariku berikutnya pasti akan terasa lebih sulit lagi.Ting!Ada WA dari Mas Eko. Ck! Dia pasti berusaha membujukku. Memang sedari tadi subuh Mas Eko mengetuk pintu tidak aku pedulikan.[Sayang
“Tidak bisa, Ra! Ini beneran bukan tentang semalam. Sudah sana bantu ibu masak. Aku harus selesaikan masalahku dengan Lisa secepatnya.”“Enggak mau, Mas! Pokoknya aku ikut!”“Lisa, kamu tidak dengar perintah suamimu!”“Tidak. Aku tetap pada pendirianku!”Byuuuurr!Kusiram mereka berdua yang sedang berdebat di depan kamarku dengan air bekas mandi Fia.“Hah, kurang ajar kamu ya, mandul!” protes Rara tak terima. Dia berusaha membalasku, tapi kaku jenjangnya itu sudah lebih dulu aku tendang.Bugh! Dia terjatuh.“Rasain!” kataku.“Lama-lama kamu makin kurang ajar ya, Dik!” Mas Eko pun tidak terima dia berusa menolong Rara.“Gimana, Mas? Enak kan, rasanya disiram air. Mandi sana. Pasti kamu belum mandi junub, kan? Dasar menjijikkan!” umpatku.Brak!Kubanting pintu sekuat tenaga sampai Fia kaget dan berlari lucu menghampiriku.“Awas ya, kamu, Lisa! Aku bakalan balas perbuatan kamu!” teriak Rara. Pelakor itu rupanya tidak kapok- kapok juga!“Ada apa ini basah-basahan begini. Ya, Tuhan, Rara i
"Heh Mbok! Mau ke mana bikin sarapan dulu!" teriak ibu."Masih pada punya tangan, kan? Bukankah dari kemarin aku sudah bilang kalau mau makan, ya masak sendiri, sudah bagus dikasih tumpangan," sindirku."Oh, ya? Enggak salah dengar aku? Ini rumah sudah jadi milik suamiku dan sekarang aku adalah nyonya di sini!" Rara langsung menghampiri Mas Eko membelai wajah Mas Eko dengan manja."Benar Mas Eko adalah suamimu, dan silakan ambil, aku tidak butuh. Barang bekasan memang cocok dengan perempuan murah*n seperti kamu. Kalian berdua sangat cocok." Mas Eko menghampiriku dia tidak terima dengan ucapanku dan hendak menamparku, tapi diurungkannya."Tampar aja Mas, tapi enggak gratis loh, habis ini aku pastikan kamu mendekam di penjara atas tuduhan KDRT. Oh, iya, sebelum aku pulang dari kantor kalian harus sudah angkat kaki dari sini. Aku tidak mau melihat wajah kalian lagi,” kataku."Enggak bisa! Ini rumah Eko, kamu yang harus angkat kaki dari sini!" sahut ibu tak terima."Buktinya mana? Kasih a
"Maafkan kami atas kelalaian ini Bu, ka ...." Sedang serius ngobrol ponselku berdering, tertera nama Mbok Wati memanggil. Kupandang sekilas Bidan Linda, beliau memberi kode tidak apa-apa jika aku menjawab telepon ini."Assalamualaikum Mbok?" Tut, tuuutt, sambungan telepon di matikan. Aneh. Ada apa ya. Kenapa perasaanku jadi tidak enak begini. Lebih baik aku selesaikan urusanku dulu dengan Bidan Linda."Bu Bidan, apakah benar-benar tidak ingat dengan saya?" tanyaku lagi."Lupa-lupa ingat, karena pasien saya kan, banyak Bu, tapi akan lebih akurat jika kita lihat data nanti," jawab beliau tenang.Ting!Ada pesan masuk dari Mbok Wati bersamaan suster Lilis masuk."Ibu, ini berkas bulan Juli tahun lalu." Dua Buku besar dibawa masuk."Mari kita periksa tanggal 14 Juli sesuai dengan akta ini." Bidan Linda dan asistennya tampak serius mencari data. Aku membuka ponsel untuk melihat pesan masuk dari Mbok.[Bu, maaf tadi kuota Mbok habis, jadi mati teleponnya, Mbok cuma mau kasih tahu, itu Bapak
[Mas, kamu di mana bisa datang ke kantor sekarang?] Aku kirim pesan Whatsapp pada Mas Eko. Harus kupastikan dia akan pergi ke mana jika apa yang dikatakan Mbok Wati benar, maka Mas Eko harus menerima konsekuensinya.Aku paling tidak suka dibohongi dan aku paling tidak suka dengan orang yang tidak tepat janji.[Aku di rumah, Dik. Kenapa kamu rindu ya padaku?] jawab Mas Eko dengan pedenya.[BAru juga kamu pergi 2 jam yang lalu dari rumah sudah rindu padaku. Apa aku bilang Dik, makanya kamu enggak usah sok jaim kalau sama aku. Eggak enakan kalau rindu sama aku?] Balas Mas Eko lagi.[Enggak usah ge-er deh, Mas! Jawab aja Kamu lagi di mana?] Tanyaku lagi.[Di rumah, Dik.]Apa yang dikatakan Mbok Wati salah? Akan tetapi perempuan paruh baya itu tidak pernah berbohong padaku. Pasti Mas Eko takut aku marahi makanya dia jawab ada di rumah.Rasanya Percuma saja menekan masalah WA. Lebih baik aku video call dengan dia.Panggilan pertama tidak dijawab ke dua pun tidak dijawab aku yakin sekali
"Ya, sudah tidak apa-apa, Mir. Kamu enggak usah takut begitu, nanti kalau ada setoran lagi langsung Ibu bawa pulang saja." Mirna mengangguk dan meminta maaf atas kelalaiannya.Jam sudah menunjukkan angka 11.00 WIB semoga saja aku tidak ketinggalan jejak mereka. Dulu waktu hamil pernah ke sana mengantar sepupu Mas Eko menikah semoga saja tidak nyasar.Tiga jam perjalanan aku sudah masuk Unit 2 istirahat sebentar ishoma dan lanjut perjalanan. Sampai Rowo Pitu sudah jam empat sore, dan aku bingung mau ke mana. Setiap warga yang kutanya di mana ada hajatan mereka tidak tahu. Apa aku salah alamat ya, tapi benar ini desa Rowo Pitu.Kubuka sosmed mencari hiburan sebentar untuk menghilangkan penat dan lelah. Salsa mengupload fotonya bersama laki-laki yang tidak pernah aku lihat mungkin pacarnya. Di belakangnya ada sepasang pengantin yang duduk di pelaminan.[Sudah sampai. Sakinah, mawadah, warohmah untuk Teh Sinta.] Caption Salsha.Dasar anak itu lebai sekali. Apa-apa diupdate di sosmed, tap