Afi menatap Rendra dengan binar bahagia, begitu juga Rendra. Afi diperiksa dokter Elsa lewat monitoring USG di perutnya. Tampak jelas di sana gumpalan yang masih sangat kecil."Wah, janinnya ada dua. Kemungkinan kembar, Bu!" Rendra yang di samping Afi mendampingi dan melihat gambar anaknya tersenyum bahagia. Dia mencium kening Afi tanpa malu di depan dokter Elsa."Bang!" Afi melirik Dokter Elsa yang tampak senang dengan perlakuan Rendra padanya yang sangat manis.Setelah USG kelihatan, dokter menganalisis umur dan juga jadwal persalinan untuk Afi."Kandungan Bu Nafisah memasuki minggu ke enam. Dan kondisi kehamilan sangat rentan untuk banyak beraktivitas berat. Sebaiknya, Ibu istirahat dan mengurangi aktivitas agar tak terlalu lelah. Apa Ibu mengalami gejala ngidam?" tanya Dokter Elsa."Nggak Dok, sepertinya suami saya yang nyidam. Dia kalau pagi suka pusing, dan sekarang lebih menyukai di dekat saya. Seperti ini!" Afi menunjuk suaminya, dan Rendra mendelik kesal."Hahaha, kalian lu
Sejak kehamilannya, Rendra menjadi sedikit cerewet. Afi yang hanya ingin sekedar membantu Bunda nilam memasak, ia pun melarangnya. "Bang, Afi bosan! Boleh ya, ikut Bunda bikin cake! Pengen buat yang spesial buat Abang!" ucap Afi merengek pada Rendra yang sedang sibuk memeriksa berkasnya di ruang keluarga. Biasanya ia akan bekerja di ruang kerja khusus miliknya. Namun sekarang ia menjadi overprotektif dengan Afi mengingat istrinya sedang mengandung dua buah hati sekaligus."Nggak usah bikin cake spesial. Kamu aja udah spesial untuk Abang, sini! Duduk dekat Abang," ucap Rendra sambil menepuk sofa di sebelahnya.Afi melengos dan memilih mengalah dan duduk di samping suaminya."Abang ini, nggak di mana-mana fokus kerja terus! Begitu dibilang sayang! Huft!" Afi kesal karena dari tadi suaminya tak melihatnya dan masih sibuk dengan laptop dan kertas yang ada di depannya. Rendra melirik Afi yang membuang mukanya jengkel, dan Rendra memilih menyingkirkan semua pekerjaannya dan mencium pipi is
Rendra mencium perut besar Afi, sekarang usia kandungannya memasuki sembilan bulan."Kamu pasti lelah bnget ya, Fi! Ibu jadi ikut merasakan kehamilan kamu. Kamu harus berhati-hati, usia kehamilan sudah tinggal menunggu hari. Kalau ada sedikit rasa tak nyaman, bilang sama Rendra. Biar dia siap siaga membawa ke rumah sakit," ucap Bunda khawatir melihat perut Afi yang terlihat begah."Nggak usah Bunda bilang, Rendra selalu siap siaga 24 jam. Cuma Afi yang dibilangin suka ngeyel mau ngelakuin pekerjaan rumah, besok kita cek up ke dokter lagi. Biar tahu kondisimu setiap hari," ucap Rendra tegas."Nissa kan ada, ngapain ke dokter," sanggah Afi."Ya Mungkin Kak Rendra mau cari dokter ahli yang lain, dia nggak yakin kayaknya sama keahlian adiknya ini," sahut Nissa yang baru datang dari luar bersama Vino.Ditatapnya aneh lelaki yang bersama Nissa, membuat Vino merasa canggung."Nis, udah acara pestanya?" tanya Afi."Nggak jadi, udah nggak mood pergi ke sana. Vin, lo pulang aja gih! Kakak gue s
"Kamu malam ini akan tidur di rumah Alin lagi, Mas?"Afi menatap sendu wajah suaminya yang sedang melahap sarapannya."Iya, kasihan kalau dia malam tidurnya tak ada yang menemani. Hamil muda itu sangat rentan kondisinya, tak boleh stress. Takut berakibat buruk pada kandungannya. Tolong kamu mengalah sedikit."Afi hanya mampu menangis dalam batinnya mendengar penuturan suaminya. Mengalah? Bahkan sudah sering ia mengalah untuk Alin dengan dalih demi calon buah hati suaminya.Afi menyayangkan sikap suaminya yang tak adil dalam mengatur jadwal kebersamaanya dengan Alin. Bagaimanapun, ia masih mempunyai hak untuk dinafkahi secara batin. Bukan hanya lahirnya saja yang ia beri. Suaminya hanya akan pulang jika waktunya sarapan dan makan siang. Itupun hanya beberapa saat saja karena ia harus segera bekerja kembali. Jarak rumah Alin dan Afi yang berdekatan memudahkan Aldo untuk berpindah tempat sesuai kemauan nya.Sebenarnya Afi menolak Aldo menikahi Alin. Tapi Afi tak dapat menolak karena Al
Afi berjalan menuju rumah Alin dengan berjalan kaki karena rumah yang sangat dekat. Hanya berselang tiga rumah dari tempatnya tinggal. Afi melangkah dengan rasa yang tak bisa digambarkan. Suaminya bahkan tak memikirkan bagaimana perasaannya. Ia selalu disuruh mengalah dan mengalah. Afi akan melakukannya demi sebuah kata mengalah yang akan sampai kapan ini akan berakhir.Keputusannya melamar pekerjaan tanpa sepengetahuan Aldo sepertinya keputusan yang baik. Lagipun, Aldo tak akan tahu jika ia bekerja di luar. Biarlah dia tak meminta izin, karena sudah di pastikan ia tak akan diizinkan. Uang yang selama ini Aldo beri bisa dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhannya pribadi. Bahkan, ia sisakan untuk di tabung jika sewaktu-waktu Aldo mencampakkannya. Afi gadis yang mampu membuat Aldo terpesona waktu itu. Saat acara reuni Aldo mengutarakan rasa suka nya dan berniat serius ingin meminangnya. Tentu saja Afi menyetujui keinginan Aldo, karena Aldo dan Afi memang menjalin hubungan sejak SMA.A
Malam telah tiba, dan Afi masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Langkah apa yang akan ditempuh agar di bisa hidup tanpa bayang-bayang Alin dan suaminya. Afi mencoba membuk laptopnya untuk mengusir rasa bosannya. Ia melihat email yang ia kirimkan untuk melamar pekerjaan di sana, siapa tahu sudah ada balasan. Ada sebuah email dari salah satu perusahaan percetakan besar, Afi tersenyum lebar saat ia diundang untuk interview di sana. Afi adalah wanita yang pernah menamatkan kuliahnya di universitas ternama di kota mengambil fakultas sastra. ia bahkan tak akan kesulitan mendapatkan pekerjaan mengingat jejak karir yang ia lakoni sebelum menikah dengan Aldo.Afi dulu bekerja sebagai Forwarding di sebuah perusahaan penyalur bahan makanan untuk di ekspor ke luar negeri. Gaji yang lumayan serta jabatan yang tinggi ia dapatkan dengan kerja keras. Afi terpaksa meninggalkan pekerjaan yang ia geluti demi menikah dengan Aldo. Aldo pejuang keras yang berusaha di bidang properti dan Afi sangat yaki
"Yank, kamu kenapa sih lihatin ponsel mulu? Liat aku dong, dari tadi aku di cuekin mulu." Alin membalikan tubuh Aldo yang sedari tadi memandingi gawai miliknya."Kenapa, Dek? Apa kau membutuhkan sesuatu? Atau kau ingin makan sesuatu? Biar Mas belikan." Alin menatap dalam mata suaminya, dia memang menanyakan tentang keinginannya tapi tatapan kosong Aldo seakan membuat Alin merasa ia hanya berbasa-basi menanyakan hal itu padanya."Yank, kamu nggak usah bohong sama aku. Kamu lagi mikirin Mbak Afi kan?" tanya Alin."Iya, Dek. Mas cuma sedikit risau, Kenapa Afi belum juga telpon Mas! Padahal ini sudah jam delapan. Apa dia beneran pergi ya tadi. Tidak biasanya Afi begini, ponselnya juga tak dapat dihubungi. Mas khawatir terjadi sesuatu padanya. Alin, Mas minta izin malam ini tidur di rumah Afi ya. Aku mohon! Mas ingin meluruskan kesalahpahaman tadi pagi." Aldo memegang tangan Alin untuk meyakinkan kekhawatirannya ini."Aku ikut ya ke rumah Mbak Afi. Aku juga ingin minta maaf soal kemarin. P
Alin memandangi pintu rumahnya berharap Aldo menepati janjinya untuk pulang. Ia menatap jam di pergelangan tangannya yang menunjukan jam 11 malam. Alin sedari tadi mondar mandir bak setrikaan dan akhirnya memutuskan untuk menelpon suaminya itu.Nada sambung terhubung tapi tak ada jawaban dari nomor suaminya. Berulang kali ia coba menghubungi Aldo sampai ia merasa tangannya lelah untuk kembali memencet tombol memanggil.Akhirnya dengan terpaksa, ia memilih menelpon Afi untuk memastikan suaminya ada di sana atau tidak.Sialnya, nomor Afi juga tak aktif membuat Alin begitu murka. Ia merasa mereka sengaja membuatnya marah.Alin memaksakan diri keluar dari rumahnya tengah malam menuju ke rumah Afi. Ia berjalan sangat cepat tanpa memperhatikan kondisinya yang sedang hamil. Ia akan membalas perlakuan Afi yang sengaja membuat Aldo harus menginap di rumahnya.Alin memencet tombol rumah di depannya ini berulang-ulang. Akhirnya setelah beberapa lama menunggu, Afi keluar dari rumah miliknya itu.