Sore telah berganti malam. Afi yang sudah melaksanakan sholat isya di kamarnya beranjak ke ruang tamu. Alin yang sudah kembali ke rumah membuat Afi sedikit lega karena tak perlu beradu emosi lagi dengannya.Afi melihat Papi Cahyo dan Mas Aldo di sana. Terlihat tak ada Mami Cahyo karena dia sedang di rumah Alin tadi.Aldo memandang Afi dengan senyum yang merekah. Afi tak menanggapi dan berusaha bersikap biasa."Fi, duduk sini deket Mas," ujar Aldo menepuk kursi di sebelahnya.Afi memilih duduk di samping Papi Cahyo dan mengacuhkan ajakan Aldo membuat wajah kecewa tampak di sana.Papi hanya tersenyum pada Afi dan menepuk bahunya lembut."Sudah makan, Nak?" Afi mengangguk pelan dan tersenyum ramah."Afi, Aldo, Papi di sini hanya ingin mengurai permasalahan yang sepertinya sudah mulai rumit. Papi nggak tahu jelasnya apa yang terjadi di antara kalian bertiga. Aldo dan Alin juga tak meminta saran ketika hendak memutuskan menikah sehingga jika Papi bertanya tentang hal itu kepada Alin, pasti
Selama perjalanan tak ada pembicaraan antara Rendra dan Afi. Rendra menatap Afi dari cermin dan merasakan bahwa wanita itu benar-benar terpukul sebab dari tadi Rendra mendengar isakan kecil yang keluar dari bibirnya dan lalu ia seka dengan lengannya."Ini, buat lap ingus kamu yang kemana-mana. Jangan buat mobilku jadi kotor dengan hal yang menjijikan itu. Kamu terlihat jelek jika menangis. Diamlah dan nggah usah berpikiran macam-macam tentang suami gilamu ini. Dia bahkan hampir melukai seorang wanita penghibur di sana, hidup kalian penuh drama sekali ternyata." Rendra Sebenarnya ingin menghibur Afi, tapi entah mengapa ia sangat sulit berbicara lembut pada Afi. Kebiasaannya menjahili Afi sejak dulu bak mendarah daging di dalam dirinya. Padahal yang keluar dari mulut kadang tak sesuai dengan hatinya.Afi menerima tisu yang diberikan oleh Rendra tanpa menanggapi ocehannya. Ia masih sibuk dengan bayang bayang bersama suaminya selama ini. "Apakah suamiku menyewa seorang wanita penghibur
"Kamu sudah makan?" tanya Rendra dengan wajah datarnya."Aku kenyang, sudah ya. Aku lelah dan ingin istirahat, terimakasih sudah mau membantuku dan memberikan tumpangan buatku dan suamiku."Afi berlalu saja tak merespon Rendra yang menatapnya khawatir. Afi memasuki rumahnya dengan badan yang sudah tak bisa digambarkan. Sedari siang dia belum makan karena Aldo membuatkannya bubur dan ia hanya memakan sepotong roti yang Rendra kirim padanya.Perutnya sangat lapar tapi ia enggan untuk memasak karena tulang-tulangnya begitu terasa lemas. Baru selang beberapa menit masuk rumahnya, ponsel Afi berbunyi dan ternyata pesan dari Rendra.[Aku kirimkan nasi padang dan martabak kesukaanmu. Aku taruh di gerbang, jangan sampai kau tak makan jika ingin selamat dari malaikat maut]Afi tak habis pikir dengan Rendra ini, kata katanya memang terdengar menyebalkan tapi dibalik itu ia bak malaikat yang selalu ada di saat ia membutuhkan.Afi keluar rumahnya dan mengambil bungkusan yang tergantung di gerbang
Pov AldoPersendianku benar-benar lemas. Aku membuka mataku dengan berat karena aku merasa kepalaku begitu pusing sekarang. Aku mengingat ingat semalam aku masih di sebuah cafe dan sepertinya ini? Aku melihat ke sekeliling dan menyadari bahwa aku sedang di kamar Alin. Namun, siapa yang membawaku pulang? Apakah pihak keamanan cafe yang membawaku kesini? Tapi itu tidak mungkin, mereka bahkan tidak mengetahui alamat rumahku .Samar-samar tadi malam aku mendengar suara Afi, mungkinkah istriku ada di sana? Aku ingat tadi malam aku betu-betul terpukul karena mendengar keputusan Afi yang ingin berpisah dariku. Aku memasuki tempat yang sama sekali belum pernah aku masuki sebelumnya. Ya, aku memilih cafe yang menyediakan berbagai macam alkohol dan wanita penghibur di sana. Aku seperti orang yang kehilangan akal, aku minum terlalu banyak sehingga aku sampai tak sadarkan diri.Banyak pertanyaan berputar di otakku. Aku melihat pintu terbuka dan Alin tersenyum saat melihatku yang sudah terbangun.
Aku masuk ke dalam rumah ini, ku melihat semuanya dengan jelas bagaimana tadi malam kami menangis berdua. Menangisi keputusan ya sangat menyakitkan terutama bagiku. Salahkah aku memiliki dua istri? Bukankah memiliki dua istri bukan hal yang di larang Allah? Nyatanya aku tak bisa berlaku adil pada kedua nya dan membuat istri di depanku ini tersakiti. Papi memberikan aku pilihan agar memilih salah satu diantara mereka, tentu saja aku menolak. Bukan itu yang aku mau, aku ingin mereka semua berdamai dan saling akur sebagai istri-istriku. Pasti indah bukan, memiliki para istri yang baik dan cantik.Sungguh aku merasa jadi suami yang gagal, Papi menyadarkan aku tentang sebuah tanggung jawab. Aku memiliki dua istri yang tak bisa aku penuhi keinginannya semua, aku lelaki biasa yang masih sering mengeluh. Mungkin ini teguran untukku agar aku lebih bersyukur dengan apa yang aku miliki.Afi menghidangkan sayur bening dan sambal. Terlihat sederhana namun sangat menggugah selera makanku. Aku mel
Afi mengendarai mobilnya menemui Nissa di cafe yang telah dijanjikan. Gara-gara Aldo ke rumahnya, ia jadi telat menemui Nissa. Jika saja ia tadi tak bergegas masuk ke dalam mobil, sudah pasti Aldo akan meminta haknya yang masih berstatus suami Afi.Afi melihat jam di tangannya dan sekarang sudah lewat seperempat jam dari yang telah dijanjikan. ia sudah sangat terlambat menemui sahabatnya itu.Afi melajukan mobilnya dengan cepat hingga "Ciiit!!" Mobil Afi mengerem mendadak akibat ada sebuah mobil menyalip dengan kencang sehingga hampir membuat Afi bertabrakan dengannya.Afi mengatur nafasnya teratur dan mencoba menghubungi Nissa agar ia tak terlalu lama menunggu."Assalamualaikum, Nissa.""Waalaikumsalam, Fi. Kamu dimana? Aku udah dari tadi sampai ini loh!""Maaf, Nis, aku terlambat datang ke situ. Aku sedang di perjalanan. Tapi di jalan aku di salip mobil dan hampir saja menabrakku. Maaf ya, aku sepuluh menit lagi sampai kok. Udah agak dekat soalnya." "Ya Allah, tapi kamu tidak apa-a
Oh, kirain ada apa sama kamu. Nanti suruh dia ke kantor kakak aja. Kakak lagi sibuk ini.""Ok, terimakasih, Kakak. Tapi jangan minta dia jadi asisten pribadi Kaka ya, dia nggak mau takut mati muda katanya," ledek Nissa di depan Afi."Nanti Kakak pikirkan, sudah ya, wassalamualaikum.""Waalaikumsalam." Sambungan terputus, Nissa terkikik geli melihat ekspresi malu Afi yang mendengar ucapannya tadi."Nggak juga bilang kayak gitu kali, Nis! Malu kan aku," ucap Afi menutupi kedua mukannya dengan tangannya."Yaelah, kayak sama siapa saja malu. Lalu gimana ceritanya bisa yakin banget minta pisah? Berani banget kamu, Fi. Saya kira kamu nggak sekuat Angel One pasukan pejuang Cinta yang kekuatannya melebihi Saras 008," cibir Nissa di iringi tawa renyahnya."Ceritanya panjang lah. Nggak penting juga di bahas, bikin naik tensi. Yang jelas intinya aku udah nggak kuat, gitu aja. Wanita kalau sudah tertekan, mana bisa diam. Kakakmu juga bilang, kalau aku lelah, lepaskan! Gitu!" imbuh Afi."Ciye … c
"Fi, Kamu di mana? Mas mau nyusul kamu." Sebuah pesan ke nomor Afi, siapa lagi kalau bukan dari nomor Aldo. Afi hanya membuka nya tanpa membalasnya. Malas sudah ia meladeni Aldo yang selalu memintanya untuk mengurungkan niatnya bercerai. Ia tak mau lagi tergoda rayuan suaminya yang plin plan jika di hadapan Alin dan dirinya."Siapa, Fi?" tanya Nissa penasaran karena melihat Afi yang tampak melipat dahinya."Aldo, dia cariin aku katanya mau nyusulin ke sini.""Dia tahu kamu ada di sini?" Afi menggeleng dan kembali menatap ke depan menunggu antrian pendaftaran.Selang berapa lama ia masuk ditemani dengan Nissa. Afi sengaja meminta Nissa menemaninya ke pengadilan sebagai saksi nanti di persidangan. Berkas telah diserahkan, dan kini Afi hanya tinggal menunggu proses persidangan yang akan dilaksanakan bulan depan.Banyak tahap yang harus dilalui oleh Afi, ia harus melalui proses mediasi terlebih dahulu sebelum memulai persidangan ketuk palu. Nissa yang merasa kasihan melihat wajah murung A