Rendra yang menunggu di luar terpaksa masuk karena udara sangat dingin dan ia banyak digigit nyamuk. Ia masuk dengan pelan agar mereka tak tahu kedatangannya."Pak, ngapain mindik-mindik? Kaya maling aja?" Afi mengagetkan langkah Rendra dan ia tersenyum mengetahui Afi memergokinya."Di luar dingin dan banyak nyamuk. Aku tidur di sini saja! Mau pulang kepalang tanggung, udah mau subuh! Kamu kenapa bangun?" tanya Rendra mengingat ini masih jam tiga pagi."Perut saya lapar! Jadi nggak bisa tidur lagi." "Nih martabak! Sudah dingin tapi. Soalnya tadi beli pas aku ke sini sewaktu pulang dari kerja." "Terimakasih, Bapak nunggu di luar sejak kapan? Kenapa tidak masuk saja?" tanya Afi dengan wajah sumringah karena melihat martabak kesukaanya."Nggak enak ada suami kamu. Ini aja aku sebenarnya malas masuk kesini berasa jadi setan," ujar Rendra celingukan. Ia melihat Aldo yang masih tertidur di sofa."Jangan suka menyiksa diri, jika sudah lelah, Lepaskan!!" bisiknya di telinga Afi.Rendra ber
Hari ini Afi diperbolehkan pulang oleh Nissa. Ia diharuskan rutin kontrol dengannya agar selalu sehat buah hati yang ada di perutnya. Ia kini telah bersiap pulang diantar Aldo suaminya. Selama di rumah sakit Aldo sama sekali tak mau pulang ke rumah Alin membuat Afi merasa khawatir. Pasti akan ada kejadian lagi di rumah nanti mengingat Aldo tak mau ia suruh pulang tadi malam.Aldo kekeh ingin menemaninya selama ia sakit. Afi hanya bisa berdoa semoga nanti di rumah baik-baik saja." Sudah, Fi? Ayo, Mas tuntun ke halaman parkir," ucap Aldo setelah mengemasi semua barang dan obat ke dalam tas."Nggak usah, Mas. Aku bisa jalan sendiri." Afi turun dari ranjang dan keluar bersama Aldo yang ingin membantunya berjalan."Nggak papa Mas! Aku bisa jalan sendiri!" Afi menghempaskan tangan Aldo yang ngotot ingin menolongnya."Ya sudah, kamu pelan-pelan jalannya." Aldo begitu menjaga Afi saat ini, ia begitu cemas melihat kondisi Afi yang masih terlihat lemas. Afi dan Aldo memasuki mobil dan melaju
Afi sedang rebahan di ranjang, matanya begitu terasa berat sehabis minum obat sehingga ia memilih untuk tidur.Saat baru akan terlelap, bel rumahnya berbunyi. Afi membuka matanya kembali dan bergegas keluar kamar. Suara Alin terdengar memanggilnya. Sebenarnya ia malas membuka pagar rumahnya tapi setelah di intip dari jendela ternyata Alin datang bersama Mami Cahyo mertuannya.Dengan malas ia membukakan gerbang rumahnya dan mempersilahkan mereka masuk."Lama banget kamu! Tahu nggak Mami kepanasan di luar," cerca Mami sambil mengipasi kepalanya dengan tanganya. Mereka masuk kedalam rumah Afi dan langsung duduk di ruang tamu."Maaf, Mi! Biar Afi bikinin minum dulu. Mau minum apa?""Mami saja yang ditawari? Alin nggak?" sungut Mami Cahyo."Nggak papa Mi, Alin nggak haus. Langsung aja Mih kita ngomong sama Mbak Afi, biar nggak kelamaan disini takut merepotkan. Mbak Afi kan lagi sakit," imbuh Alin."Sakit? Kamu sakit apa? Pasti hanya alasan kamu saja biar bisa deket sama anakku." Afi diam m
"Assalamualaikum," salam Aldo dari luar. Afi yang sedari duduk di ruang tamu melirik suaminya dan memilih tak menyambutnya. Hatinya sudah terlanjur pilu karena Alin berada di kamarnya.Boleh saja jika Alin ingin istirahat di rumah ini, tapi bukan kamar Afi. Hatinya begitu dongkol karena Mami Cahyo membentaknya saat ia melarang Alin masuk ke kamar itu."Fi, kalau ada orang salam itu dijawab. Bukan di cuekin," celetuk Aldo."Wa'alaikum salam," ketus Afi. Ia sedang malas berbicara dengan Aldo untuk saat ini. Moodnya benar-benar buruk.Aldo mengendurkan dasinya dan memilih duduk di samping Afi. Melihat raut muka tak bersahabat dari istrinya Aldo memilih mengajaknya berbincang agar ia sedikit lebih baik."Ada apa? Kamu lagi ada masalah?" tanya Aldo lembut."Masalahku itu cuma satu, yaitu kamu," tukas Afi."Lho, kok aku?" Aldo bingung dengan apa yang Afi ucapkan karena ia merasa tak tahu menahu kenapa dia cemberut."Sana, liat aja sendiri ke kamar!" Aldo yang bingung memilih untuk berdiri
Sore telah berganti malam. Afi yang sudah melaksanakan sholat isya di kamarnya beranjak ke ruang tamu. Alin yang sudah kembali ke rumah membuat Afi sedikit lega karena tak perlu beradu emosi lagi dengannya.Afi melihat Papi Cahyo dan Mas Aldo di sana. Terlihat tak ada Mami Cahyo karena dia sedang di rumah Alin tadi.Aldo memandang Afi dengan senyum yang merekah. Afi tak menanggapi dan berusaha bersikap biasa."Fi, duduk sini deket Mas," ujar Aldo menepuk kursi di sebelahnya.Afi memilih duduk di samping Papi Cahyo dan mengacuhkan ajakan Aldo membuat wajah kecewa tampak di sana.Papi hanya tersenyum pada Afi dan menepuk bahunya lembut."Sudah makan, Nak?" Afi mengangguk pelan dan tersenyum ramah."Afi, Aldo, Papi di sini hanya ingin mengurai permasalahan yang sepertinya sudah mulai rumit. Papi nggak tahu jelasnya apa yang terjadi di antara kalian bertiga. Aldo dan Alin juga tak meminta saran ketika hendak memutuskan menikah sehingga jika Papi bertanya tentang hal itu kepada Alin, pasti
Selama perjalanan tak ada pembicaraan antara Rendra dan Afi. Rendra menatap Afi dari cermin dan merasakan bahwa wanita itu benar-benar terpukul sebab dari tadi Rendra mendengar isakan kecil yang keluar dari bibirnya dan lalu ia seka dengan lengannya."Ini, buat lap ingus kamu yang kemana-mana. Jangan buat mobilku jadi kotor dengan hal yang menjijikan itu. Kamu terlihat jelek jika menangis. Diamlah dan nggah usah berpikiran macam-macam tentang suami gilamu ini. Dia bahkan hampir melukai seorang wanita penghibur di sana, hidup kalian penuh drama sekali ternyata." Rendra Sebenarnya ingin menghibur Afi, tapi entah mengapa ia sangat sulit berbicara lembut pada Afi. Kebiasaannya menjahili Afi sejak dulu bak mendarah daging di dalam dirinya. Padahal yang keluar dari mulut kadang tak sesuai dengan hatinya.Afi menerima tisu yang diberikan oleh Rendra tanpa menanggapi ocehannya. Ia masih sibuk dengan bayang bayang bersama suaminya selama ini. "Apakah suamiku menyewa seorang wanita penghibur
"Kamu sudah makan?" tanya Rendra dengan wajah datarnya."Aku kenyang, sudah ya. Aku lelah dan ingin istirahat, terimakasih sudah mau membantuku dan memberikan tumpangan buatku dan suamiku."Afi berlalu saja tak merespon Rendra yang menatapnya khawatir. Afi memasuki rumahnya dengan badan yang sudah tak bisa digambarkan. Sedari siang dia belum makan karena Aldo membuatkannya bubur dan ia hanya memakan sepotong roti yang Rendra kirim padanya.Perutnya sangat lapar tapi ia enggan untuk memasak karena tulang-tulangnya begitu terasa lemas. Baru selang beberapa menit masuk rumahnya, ponsel Afi berbunyi dan ternyata pesan dari Rendra.[Aku kirimkan nasi padang dan martabak kesukaanmu. Aku taruh di gerbang, jangan sampai kau tak makan jika ingin selamat dari malaikat maut]Afi tak habis pikir dengan Rendra ini, kata katanya memang terdengar menyebalkan tapi dibalik itu ia bak malaikat yang selalu ada di saat ia membutuhkan.Afi keluar rumahnya dan mengambil bungkusan yang tergantung di gerbang
Pov AldoPersendianku benar-benar lemas. Aku membuka mataku dengan berat karena aku merasa kepalaku begitu pusing sekarang. Aku mengingat ingat semalam aku masih di sebuah cafe dan sepertinya ini? Aku melihat ke sekeliling dan menyadari bahwa aku sedang di kamar Alin. Namun, siapa yang membawaku pulang? Apakah pihak keamanan cafe yang membawaku kesini? Tapi itu tidak mungkin, mereka bahkan tidak mengetahui alamat rumahku .Samar-samar tadi malam aku mendengar suara Afi, mungkinkah istriku ada di sana? Aku ingat tadi malam aku betu-betul terpukul karena mendengar keputusan Afi yang ingin berpisah dariku. Aku memasuki tempat yang sama sekali belum pernah aku masuki sebelumnya. Ya, aku memilih cafe yang menyediakan berbagai macam alkohol dan wanita penghibur di sana. Aku seperti orang yang kehilangan akal, aku minum terlalu banyak sehingga aku sampai tak sadarkan diri.Banyak pertanyaan berputar di otakku. Aku melihat pintu terbuka dan Alin tersenyum saat melihatku yang sudah terbangun.