Home / Romansa / Aku Menyerah, Mas! / Merasa Kehilangan

Share

Merasa Kehilangan

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2023-01-07 01:58:15

Merogoh saku celana, mengambil gawaiku dan segera menghubungi Ibu. Memberi kabar kalau rumahku telah dimasuki oleh maling.

"Hus! Enak saja Adelia kamu sebut maling. Tadi dia yang ke sana dan ambil beberapa barang milik kamu. Soalnya kata Adel televisi di rumahnya mati. Dulu dia pernah meminta secara baik-baik sama Naya tapi nggak boleh sama istri kamu!"

Jawaban Ibu membuatku mengingat memori beberapa minggu yang lalu, ketika Kanaya mengeluhkan kelakuan Adelia yang katanya ingin mengambil televisi serta lemari es milikku. Tapi aku tidak percaya, sebab lebih mengenal Adel dari pada Kanaya. Aku pikir saat itu dia berbohong dan ingin mengadu domba dengan adik satu-satunya yang aku miliki.

Aku mengambil napas dalam-dalam, melonggarkan dada yang terasa sesak seperti sedang terimpit batu besar. Ingin rasanya pergi menemui Adelia, namun tubuh sudah terasa lelah serta butuh istirahat. Aku takut sampai jatuh sakit karena kelelahan lalu meninggal dalam keadaan belum bertobat seperti ini. Aku juga tidak rela jika pundi-pundi uang yang selama ini aku kumpulkan malah dinikmati orang lain, termasuk Kanaya.

Merebahkan bobot di atas pembaringan, aku segera menarik selimut dan membungkus tubuh ini mencoba memejamkan mata menjemput lelap. Suara tawa Thalita kembali menggema, membuatku penasaran apa sebenarnya yang tengah dia dan Kanaya lakukan di luar sana.

"Heh, kalian kenapa berisik sekali. Apa kalian tidak tahu aku ini sedang istirahat?!" sentakku seraya membuka pintu.

Suasana tiba-tiba berubah hening. Hanya ada suara angin yang berkesiur, juga hawa dingin menusuk-nusuk tubuh.

Kudekati potret Thalita yang tergantung di bilik tembok, menatap lamat-lamat wajah cantiknya sambil mengusap foto tersebut, merasa tiba-tiba merindukan bocah berusia lima tahun itu.

Ya Allah, izinkan aku bertemu dengan putriku sekali saja walau dalam mimpi. Tolong beri aku kesempatan untuk memeluk tubuhnya, karena saat dia hidup aku tidak pernah memberi dia kasih sayang.

Bahkan masih terekam jelas dalam bayang, ketika dengan kasar tangan ini memukul kaki Thalita hanya karena tidak sengaja menyampar kopi yang sedang kunikmati, juga memukul tubuhnya menggunakan gagang sapu hanya karena bocah itu tidak sengaja memecahkan gelas saat meminum susu.

Tanpa dikomando dua bulir air bening mulai mengular di pipi. Tubuhku merosot di lantai. Rasa rindu yang tiba-tiba menggebu membuat diri ini merasa begitu tersiksa. Ribuan penyesalan yang datang menghakimi hati, membuat bayang-bayang kenangan tentang Thalita selalu berkelebat seolah menuntutku untuk meratapi perbuatan buruk yang telah kulakukan selama ini.

Andai saja waktu bisa berputar kembali. Akan kusayangi putriku dengan segenap hati, tidak akan melukai dia walau hanya seujung kuku saja. Namun semuanya sudah terlambat. Thalita telah pergi menghadap Illahi dan tidak akan mungkin kembali.

Denting jam sudah berbunyi. Menandakan malam sudah semakin larut. Aku masih duduk terpekur sendiri, dengan rasa sepi menyelimuti hati. Dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki berjalan menuju halaman rumah, menaiki sepeda motor kemudian kembali pergi menyusuri jalanan komplek untuk mencari Kanaya.

Aku sudah kehilangan Thalita, dan tidak mau kehilangan Kanaya juga.

"Kamu ke mana, Nay? Sudah hampir dua puluh empat jam kamu pergi. Apa kamu tidak lapar, Sayang?" Berbicara sendiri, menoleh ke kanan dan ke kiri tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan istri.

Duh, Nay. Perginya jangan terlalu jauh dong. Sayang bahan bakarku kalau harus mengitari kota Jakarta untuk mencari kamu. Lagian, kamu yang kurang bisa menjaga Thalita, kenapa justru kamu sendiri yang marah dan merajuk kepadaku? Bukankah kepergian Thalita itu sudah menjadi bagian dari takdir? Jika pun ada yang marah, seharusnya akulah orangnya, karena kamu telah gagal menjaga buah hati kita.

Ketika berada di ujung jalan, aku melihat Dilan sedang mengendarai sepeda motornya menuju penjual nasi goreng. Sengaja kuikuti lelaki bertubuh atletis itu, karena penasaran serta curiga kalau sebenarnya Kanaya saat ini sedang bersamanya.

"Nasi goreng dua, Bang. Yang satu pedas, yang satunya lagi sedang. Nggak pakai acar juga ya, Bang!" ucap pria dengan mata sipit itu sambil menarik kursi kemudian mengenyakkan bokongnya perlahan.

Tidak salah lagi. Dia memesan dua bungkus nasi goreng. Satu untuk dia, dan yang satunya lagi untuk Kanaya.

"Dilan, di mana kamu sembunyikan Kanaya?" Dokter yang masih magang di pusat kesehatan masyarakat itu terkesiap dengan mata melebar sempurna ketika melihat diriku sudah berdiri di hadapannya.

"Sekarang kamu tidak bisa mungkir lagi. Kamu beli makanan untuk dia 'kan?"

Dilan menyunggingkan bibir. Wajah sok polosnya itu terlihat santai meskipun aku yakin saat ini dia sedang diselimuti ketakutan, sebab kepergok telah menyembunyikan istri orang.

"Kamu itu aneh, Gunawan. Dari tadi pagi nyariin Kanaya terus. Memangnya dia ke mana? Apa dia kabur? Baguslah kalau akhirnya Kanaya pergi dari kehidupan laki-laki tidak bertanggungjawab seperti kamu. Berarti dia cerdas, sebab memilih lepas dari lelaki pec-undang kaya kamu."

"Jaga bicara kamu, Dilan. Siapa bilang saya tidak bertanggung jawab. Saya selalu memenuhi kebutuhan Naya tanpa kekurangan sedikit pun. Saya juga sangat mencintai dia!"

"Kalau cinta tidak akan mungkin menyakiti, Bro!"

"Menyakiti? Aku tidak pernah menyakiti dia!"

"Apa dengan cara lebih mementingkan kesejahteraan adik kamu dan mengabaikan tanggung jawab sebagai suami kamu anggap tidak menyakiti? Apa dalam agama kamu tidak pernah mengajarkan, kalau setelah menikah istri itu prioritas? Setahuku, Islam selalu mengajarkan, jika seorang laki-laki sudah menikahi seorang perempuan, maka dia harus menyediakan sandang, papan juga pangan yang layak. Apa kamu sudah menjalankan tugas kamu dengan benar, Gunawan?"

Aku mendecih dalam hati. Rupanya Kanaya sudah menceritakan semuanya kepada Dilan. Membuka aibku, menelanjangi suaminya sendiri di depan mantan kekasihnya. Dasar perempuan bermuka dua. Jika di depanku dia berpura-pura alim seolah-olah menyembunyikan apa yang tengah terjadi, tapi di belakangku dia berani mengumbar aib suaminya sendiri.

"Saya mementingkan kesejahteraan adik serta ibu saya karena dia itu kewajiban saya. Dia keluarga saya, sedangkan Naya, dia hanya orang lain yang menumpang hidup kepada saya. Masih untung saya mau memberi dia nafkah secara rutin. Tidak pernah lalai dengan kewajibanku memberi makan anak dan istri."

"Lalu, kenapa kamu menikahinya kalau uang yang kamu miliki hanya untuk keluarga kamu. Untuk apa menikahi seorang perempuan jika hanya untuk disakiti dan dianggap orang lain oleh kamu. Wanita yang telah kita nikahi itu bukan orang lain, Gunawan. Dia belahan jiwa kita, tanggung jawab paling utama. Apa kamu menikahi Kanaya hanya untuk dijadikan pemuas nafsu sekaligus pembantu gratisan yang bisa kamu perlakuan dengan sesuka hati?"

"Tahu apa kamu tentang kehidupan saya dan Kanaya?!" sentakku mulai terpancing emosi.

"Aku tahu semuanya, Gunawan. Bahkan aku tahu siapa laki-laki yang telah merenggut kesucian Kanaya dulu."

Kini aku terkesiap mendengar jawaban dari Dilan.

Bren*sek! Kenapa dia bisa tahu? Kanaya bisa tambah menjauh jika Dilan sampai buka mulut dan membongkar rahasia yang sudah kututup rapat-rapat selama enam tahun itu.

"Kenapa kaget begitu, Gunawan? Apa kamu takut Kanaya sampai tahu kalau kamu lah manusia la*nat yang telah memperkosa dia dulu?!"

Sial!

Mengepal tangan di samping tubuh, ingin menghadiahi dia bogem mentah. Ternyata dia benar-benar ancaman buatku. Akan sangat berbahaya jika dia masih berada di kampung ini. Aku harus membuat dia pergi dengan cara tidak terhormat, supaya dia tidak diterima bekerja di rumah sakit mana pun, dan hidupnya terlunta-lunta karena tidak memiliki pekerjaan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Dimas Adrian
laki dajal kenapa Tuhan malah kadih rejeki berlimpah pada laki laknat kaya gini.
goodnovel comment avatar
Martin Elisa
Sakit jiwa parah parah parah,, gila
goodnovel comment avatar
Tanpa Nama
dasar suami jahanam... perhitungan pelit dihhh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Menyerah, Mas!   Ending

    Deru mesin kendaraan membawa kami menjauh dari halaman pusat perbelanjaan. Salwa kembali memejamkan mata, sementara aku berusaha untuk tetap fokus mengemudi.Sesampainya di rumah kembali kugendong perempuan berusia tiga puluh lima tahun itu, merebahkannya di atas pembaringan kemudian membantunya melepaskan hijab yang menutup kepala.“Mas buatkan teh hangat mau?” tawarku dengan intonasi dibuat selembut mungkin.“Kalau tidak merepotkan. Aku mau salat isya dulu tapi.” Dia menjawab dengan nada pelan, persis seperti orang sedang berbisik.“Mas tidak pernah merasa direpotkan oleh kamu.” Beranjak dari bibir ranjang, mengayunkan kaki perlahan menuju dapur kemudian lekas menjerang air dan membuat segelas teh manis hangat untuk istri.Saat kembali ke dalam kamar aku lihat wanita yang selalu kulukai hatinya itu tengah melakukan ibadah wajib empat rakaat, lalu bermunajat serta berzikir sebelum akhirnya menghampiri diriku yang sedang duduk d

  • Aku Menyerah, Mas!   Menghabiskan Waktu Bersama

    Sesuai janji, selepas magrib aku mendatangi tempat yang sudah kami janjikan. Aku sengaja datang terlebih dahulu, supaya nantinya Dilan serta Kanaya tidak perlu menunggu lama-lama. Tidak enak karena semua masalah ini berasal dari Salwa, dan mereka harus membuang-buang waktu berharga mereka untuk menemui kami. “Assalamualaikum!” Aku menoleh mendengar suara berat seorang laki-laki mengucapkan salam. Dilan berdiri sambil menggandeng tangan mantan istriku, menampakkan kemesraan serta keserasian antara keduanya. “Waalaikumussalam, silakan duduk, Dil, Nay.” Mempersilakan mereka untuk duduk. Salwa menundukkan wajah ketika melihat sepasang suami istri itu datang. Sementara aku terus berusaha menahan degup jantung yang terasa semakin tidak karuan saat menatap ke arah Kanaya yang terlihat semakin memesona. Dia begitu anggun, cantik meski tanpa polesan. “Mbak Salwa apa kabar?” Perempuan di sebelahku terlihat gugup ketika Kanaya menyapanya.

  • Aku Menyerah, Mas!   Tabayun

    [Assalamualaikum, Dil. Bisa ketemuan nggak? Ada hal penting yang ingin saya dan istri bicarakan] Segera mengirimkan pesan kepada Dilan, berniat mengajak dia bertabayyun agar masalahku dengan istri tidak berlarut-larut.[Waalaikumussalam, ada apa? Kebetulan besok saya off. Insya Allah bisa.] Balas pria keturunan Tionghoa itu.[Jangan lupa ajak Kanaya juga.][Loh, memangnya ada keperluan apa dengan istri saya?][Pengen meluruskan masalah antara saya dan dia. Biar Salwa istri saya tidak terus menerus curiga.][Oh, baik kalau begitu. Nanti biar saya sampaikan kepada istri.][Terima kasih atas pengertiannya. Maaf mengganggu waktunya.][Sama-sama.]Aku segera meletakkan ponsel di atas nakas, kemudian kembali berbaring di sebelah Salwa yang sepertinya sudah terlelap. Semoga saja besok tidak ada halangan, dan semua masalah serta kecurigaan Salwa lekas pergi dari hidupku ini.Samar-samar

  • Aku Menyerah, Mas!   Mengajaknya Tabayun

    Aku segera menyalami tangan mertua dan mencium bagian punggungnya dengan takzim ketika melihat dia beranjak dari kursi. Pun dengan Salwa.“Titip Salwa, Gunawan. Assalamualaikum!” ucapnya lagi, sembari menepuk pelan pundakku ini.Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala, sambil melirik ke arah istri yang tengah berdiri di sisiku.“Dek ...,” panggilku pelan, seraya berjalan menghampiri istri.“Maaf, Mas. Aku mau istirahat. Dan perlu kamu tahu, aku tidak pernah selingkuh dengan siapa pun. Aku masih tau batasan juga takut dengan dosa. Walaupun aku tahu suamiku tidak mencintai aku, tetapi aku akan selalu berusaha setia.” Dia berujar sambil berjalan menuju kamar tamu.“Salwa dengerin Mas dulu. Mas tahu kamu tidak pernah membagi cinta dengan siapa pun. Begitu juga dengan Mas. Mas percaya sama kamu, dan aku mohon, agar kamu juga percaya sama Mas!” Mencekal lengannya lalu menarik tubuh perempuan itu ke dalam pelukan. Dia berusaha member

  • Aku Menyerah, Mas!   Malu

    Tuhan, di mana pun dia berada, tolong lindungilah Salwa. Dia pergi karena mungkin sudah tidak bisa memendam lagi amarahnya kepadaku. Meskipun dia wanita sholehah serta taat, tetapi Salwa juga manusia yang tidak pernah luput dari dosa. Hatinya juga hanya terbuat dari sebongkah daging yang mudah sekali terluka.“Abah sama ummi juga sudah mencari Salwa ke rumah-rumah saudara, tapi dia tidak ada di sana. Kemarin ponselnya sempat aktif, sekarang nomor sudah tidak bisa lagi dihubungi.” Abah kembali berujar, dengan mata sudah dipenuhi kaca-kaca. Gurat kekhawatiran terlihat jelas di kedua sorot netranya, membuat diri ini semakin bertambah merasa bersalah.“Saya janji, secepatnya akan menemukan Salwa dan membawa dia pulang, Bah!”“Terima kasih, Gunawan. Kamu memang seorang suami yang baik.” Lelaki berkemeja biru tua itu menepuk pundakku. “Abah juga akan membantu mencari Salwa semampu Abah. Semoga anak itu segera ditemukan. Abah sangat khawatir dengan keadaann

  • Aku Menyerah, Mas!   Mencari Salwa

    “Ummi serius?” tanyaku memastikan.“Serius lah, Gun. Untuk apa Ummi berbohong. Memangnya kalian sedang ada masalah?” Ibu mertua menatap menyelidik.“Eh, ada Nak Gunawan. Ummi ini bagaimana, sih. Masa ada tamu malah nggak disuruh masuk?” Tiba-tiba abah sudah berada diantara kami. Dia lalu menyuruhku masuk, mempersilakan duduk serta menawarkan minuman.“Sebenarnya ada apa, Gun? Tadi kalau nggak salah denger, kamu nanyain Salwa. Memangnya dia ke mana?” tanya lelaki berkoko putih itu seraya menatap lamat-lamat wajahku.“Tadi dia pamit mau ke sini, Bah. Makanya saya susul, eh, ternyata malah nggak ada.” Aku menjawab takut, khawatir Abah marah dan menyalahkan diriku.Bapak mertua terlihat menghela napas perlahan. Dia lalu membuang pandang keluar jendela, seperti sedang memikirkan sesuatu. Mungkin khawatir dengan putrinya juga kecewa kepadaku.“Saya minta maaf karena belum bisa menjadi suami yang baik buat Salwa, Bah!” ucapk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status