MasukHening.
Bahkan David tak berani bernapas.
Arsya memandang Amira antara kaget, geli, dan tak percaya gadis itu berani berucap begitu di depan umum, sementara Cassandra memelototinya, seperti singa betina yang terusik. “Kamu tak tahu dengan siapa kamu bicara, hah?”
Amira hanya menatapnya dengan mata bulat, lalu tersenyum tipis. “Saya tahu. Mbaknya model sabun mandi dan iklan berlian, kan? Saya sering lihat wajah Mbak di halte bus. Cantik kok, Mbak, tapi nggak malu pake handuk gitu, terus dilihatin banyak orang?”
David menunduk dalam-dalam, pura-pura mengatur hanger.
Ken menatap langit-langit, menahan tawa.
Sedangkan Arsya menoleh ke arah lain, bibirnya terangkat sekilas, sepertinya dia makin menyukai Amira yang ceplas-ceplos dan polos, menunjukkan kalau gadis itu benar-benar lugu ala gadis desa.
Cassandra menghela napas keras dan melangkah pergi dengan langkah panjang, meninggalkan wangi parfum yang menyengat.
"Silahkan ikut Nona, semua pakaian untuk Anda sudah disiapkan bibi di rumah Tuan Muda."
“Ke mana?” tanya Amira refleks.
Arsya menatapnya singkat. “Ke rumah utama Dirgantara.”
Arsya kemudian menuntun jemari Amira untuk memegang lengannya ketika baru sampai di rumah keluarganya. Kemudian, Arsya menunjukkan kamar Amira yang ada di lantai dua paling pojok, setelah itu dia pergi meninggalkan Amira sendirian.
"Selamat beristirahat Nona Amira." Ken berpamitan lalu pergi.
Amira akhirnya terlelap, dan tanpa ia sadari, dari dia masuk ke rumah tadi, sepasang mata melihat gerak-geriknya dengan wajah masam. Gadis itu coba tidak peduli dan akhrinya tertidur, tapi tak berselang lama, dia dikejutkan dengan adu mulut.
Dari jarak suaranya, Amira yakin mereka sedang adu mulut di aula lantai dua.
"Aku sudah membawa calonku agar Mama bisa mulai menerima pilihanku dan melupakan Cassandra!"
"Mama sudah lihat wanita yang kamu bawa. Pikirkan lagi, Arsya, kamu memutuskan Cassandra tapi Mama belum secara resmi bicara dengan keluarganya bahwa perjodohan kalian selesai. Mama lihat pilihanmu, bukan wanita yang setara dengan kita."
"Mama mau aku menikah kan? Bukan berarti harus Cassandra, Ma. Aku nggak suka pilihan Mama. Aku mau pilihanku sendiri."
"Tunjukkan saja kalo wanita itu bisa mengambil hati Mama. Mama akan coba beri kesempatan dia sesuai dengan maumu!"
"Pokoknya bukan Casandra, Ma. Arsya nggak mau sama dia."
Amira sempat terbangun mendengar perdebatan itu, tapi suaranya hanya terdengar samar. Dia kemudian melanjutkan tidur karena terlampau capek seharian beraktivitas dan pura-pura.
Saat bangun di pagi harinya, Amira menuju kamar mandi dan takjub melihat bathtub bundar mewah ala kolam renang mini serta aneka perlengkapan mandi yang tersedia untuknya.
"Aih, air kran nya dua? Ini gimana sih? Astaga, panas banget. Hah ... untung baru tanganku yang coba!" Amira menggeleng keras memilih dengan air dengan suhu biasa dan mandi berdiri bukan di bathtub yang tersedia.
Masih terlalu canggung menikmati fasilitas di rumah Arsya dan belum bisa menaklukkan cara menggunakan air hangat.
Amira pikir ia harus tanya pada Ken, biar nanti sore bisa mandi air hangat.
Setelah mandi ia membuka koper dan meraih dress warna peach pastel dari lemari. Aneka koleksi terbaru butik pakaian tertata rapi. Sesuai ukurannya. Lalu meja rias dengan cermin besar menarik perhatiannya. "Waw, semua alat make up lengkap dan aneka lotion perawatan tubuh juga tersedia lengkap. Mereknya saja Amira susah menyebutnya.”
Rambut indahnya ia biarkan tergerai begitu saja, tidak lupa ia juga memakai liptint tipis yang tersedia di meja. Dengan pakaian yang ia kenakan, make up tipis yang ia gunakan. Amira tampak seperti bunga yang baru mekar.
"Setidaknya Aku terlihat sedikit rapi daripada kemarin, Tuan Galak pasti lebih suka calon istri yang cantik.” Amira berbicara di depan cermin.
"Amira, kamu cantik sekali. Dimana aura gembel mu yang kemarin?" Amira berbicara dengan suara berat. Dia sedang cosplay menjadi Arsya saat ini.
Suara ketukan terdengar.
"Nona Amira, Anda sudah ditunggu Tuan Muda di meja makan," ucap Ken.
Amira segera melangkah keluar mengikuti langkah Sekretaris Ken, hingga tibalah di ruang makan. Terlihat semua keluarga Arsya sedang duduk bersama.
Arsya, Riana, dan kedua Adik perempuan Arsya sudah duduk rapi di depan meja yang sudah terhidang beberapa macam makanan itu.
Arsya terlihat melemparkan senyuman, lalu memanggil Amira untuk duduk di kursi sebelahnya, sedangkan Elena dan Elesha terkejut melihat perubahan sikap kakaknya itu.
"Duduklah, kamu yang bernama Amira, calon istri Arsya?" tanya Riana dingin
Amira menunduk sedikit sebelum duduk di kursi yang ditunjuk Arsya.
Arsya menggenggam tangan Amira lembut. "Dia calon istriku."
Arsya melayani Amira dengan mengambilkan aneka lauk ke piring Amira. Meski ini hanyalah pura-pura, Amira bisa tahu kalau Arsya melakukannya tanpa paksaan apapun. "Makan yang banyak, yaa, jangan sampai sakit!"
"Tentu saja dia akan makan banyak Arsya. Dilihat dari wajahnya dia pasti tidak pernah bertemu makanan seenak ini," sela Riana, seolah meremehkan Amira.
"Mama, tolong bersikap sopan dengan calon istriku. Aku sudah memenuhi apa yang Mama mau, bukan?" Arsya mengingatkan lagi.
Tidak ada percakapan setelah itu, hanya ada suara sendok dan garpu yang beradu di atas piring.
Amira menyelesaikan sarapannya dengan cepat. Bahkan, ia yang lebih awal menghabiskan sarapan itu. Setelah selesai sarapan, Arsya berdiri, kemudian mengajak Amira berbincang lebih serius mengenai rencana pernikahan esok hari.
***
Acara pernikahan yang digelar dengan sangat tertutup itu terlihat sangat mewah. Ratusan tamu yang notabenenya adalah orang-orang penting, kini terlihat telah berdatangan.
Beberapa awak media tidak diizinkan masuk. Mereka hanya bisa menunggu jauh di perbatasan gerbang gedung acara.
Di ruang rias, Amira duduk di depan cermin besar.
Gaun putih gading mewah membalut tubuhnya sempurna, tapi matanya kosong. Dari pantulan kaca, ia melihat bayangannya sendiri, cantik tapi tidak ada ibunya di ruangan ini.
Sekretaris Ken masuk dengan ekspresi datar. “Tuan Arsya sudah menunggu di bawah."
Amira berdiri perlahan dan melangkah keluar.
Di tangga besar, ia melihat Arsya berdiri tegap dengan jas berwarna senada dengannya.
Tanpa sadar, kini Arsya menatap Amira tanpa berkedip.
"Kenapa wanita ini jadi cantik sekali? Argh, aku lupa, ini kan hanya tipu daya riasan saja. Bagiku dia tetap wanita dehidrasi yang terciprat lumpur!"
Acara berlangsung khidmat.
Saat tiba pada akad, suara Arsya mantap menyebut mahar satu miliar. Sorak para tamu pecah, menandakan mereka kini sah sebagai suami istri.
"Cium ... cium ... cium ..." Sorak para tamu itu seolah menjadi pisau di hati Amira.
Saat ini semua orang yang ada diruangan makan sedang memperhatikan sikap Arsya terhadap Amira saat menuruni tangga tadi.Cassandra terlihat menundukkan kepalanya setelah melihat sikap Arsya pada Amira."Selamat malam Arsya," sapa Cassandra.Riana menyentuh tangan manta kekasih anaknya itu. "Arsya, Mama yang mengundang Sandra. Nggak apa-apa kan?""Lakukan aja yang Mama mau," jawab Arsya dingin."Bawakan makanan ke ruang kerjaku."Pak Heru mengangguk dan segera memberikan instruksi kepada para pelayan untuk segera menyiapkan makanan ke troli.Arsya melangkah sambil terus menggandeng tangan Amira meninggalkan keheningan di ruang makan itu. Ruangan itu semakin hening, hanya terdengar suara langkah kaki Arsya dan Amira saja saat ini.Terlihat Pak Heru sedang mendorong troli makanan mengikuti langkah Arsya memasuki ruang kerja.Arsya menarik tangan Amira untuk segera keluar dari ruang kerjanya.Begitu pintu ruang kerja terbuka, atmosfer di ruang tengah seketika berubah mencekam. Keheningan
“Tunggu, kalian malam pertama beneran?” serunya sambil menunjuk Amira, yang berada dibawah Arsya seolah menunjuk setan.“Astaga! Kalau jadi cucu gimana? Ya Tuhan, Mama pusing!” Ia memijat pelipisnya dramatis.Dikamar Amira dan Arsya menghela napas panik di bawah selimut yang sama.Arsya baru-buru mengenakan celana, sementara Amira memeluk bantal tameng seakan senjata itu adalah hidup dan matinya, sedangkan Riani yang sudah kepalang tidak habis pikir dengan kelakuan anak dan menantunya, seketika meninggalkan ruangan itu.Keduanya kini merebahkan tubuhnya. “Tuan, kamu curang, kamu sengaja jatuhin diri!”Arsya memandang Amira seolah ia korban “Amira, kamu yang tarik handuk aku! Kamu yang nodai tubuhku, terus mau ambil kesucianku!”"Buaya buntung, sorry ya? Timbang ganteng secuil pake merasa ternoda. Kamu jujur sama aku, kamu punya kelainan eksibisionis ya, suka pamer-pamer begituan?”Arsya melotot mendengar tuduhan Amira. ”Itu kamu yang jatuhin pake nuduh aku kelainan! Kamu pikir aku sen
Arsya segera meraih microphone dan mengucapkan kalimat yang membuat para tamu kecewa."Kami tidak akan melakukannya disini karena istri saya adalah orang yang sangat pemalu. Dia sangat menjaga, dan saya harus menghargai itu. Silahkan kalian menikmati hidangan yang sudah kami persiapkan," ucap Arsya tegas tanpa ekspresi.Arsya dan Amira kini sudah duduk di atas pelaminan."Kita udah sah jadi suami istri ya?"Arsya mencondongkan tubuh, suaranya nyaris berbisik namun cukup membuat jantung Amira berdetak cepat."Sudah, dan jangan lupa, hanya satu tahun sebagai istri pura-pura, paham?” kata Arsya tersenyum, berakting seakan bahagia dan mesra bicara pada istrinya. "Tentu suamiku, sayang." Amira melingkarkan tangannya pada Arsya erat. Sementara di sudut ruangan pesta itu seorang wanita sedang bicara dengan Riana."Aku akan membuktikan kalau itu bukan istri sesungguhnya Arsya. Dia pasti wanita yang disewa Arsya. Beri aku kesempatan mengambil kembali Arsya dari wanita kampung itu!" Cassandra
Hening.Bahkan David tak berani bernapas.Arsya memandang Amira antara kaget, geli, dan tak percaya gadis itu berani berucap begitu di depan umum, sementara Cassandra memelototinya, seperti singa betina yang terusik. “Kamu tak tahu dengan siapa kamu bicara, hah?”Amira hanya menatapnya dengan mata bulat, lalu tersenyum tipis. “Saya tahu. Mbaknya model sabun mandi dan iklan berlian, kan? Saya sering lihat wajah Mbak di halte bus. Cantik kok, Mbak, tapi nggak malu pake handuk gitu, terus dilihatin banyak orang?”David menunduk dalam-dalam, pura-pura mengatur hanger.Ken menatap langit-langit, menahan tawa.Sedangkan Arsya menoleh ke arah lain, bibirnya terangkat sekilas, sepertinya dia makin menyukai Amira yang ceplas-ceplos dan polos, menunjukkan kalau gadis itu benar-benar lugu ala gadis desa.Cassandra menghela napas keras dan melangkah pergi dengan langkah panjang, meninggalkan wangi parfum yang menyengat."Silahkan ikut Nona, semua pakaian untuk Anda sudah disiapkan bibi di rumah T
"Saya utusan dari Arkana Group. Bisakah kita bertemu sekarang di Cafe Victoria?""Ehm, apa ini benar tentang lamaran kerja? kok bicaranya di cafe ya, bukan di gedung Arkana seperti saat tes," jawab Amira hati-hati."Ya, saya Ken dan anda akan bicara dengan pimpinan Arkana Group untuk penempatan Anda. Jika Nona bisa, saya bisa mengatur jadwal dengan pimpinan untuk membicarakan kontrak kerja ini?" "Bisa Pak. Kalo bukan penipuan, tentu saja saya bisa." Amira tersenyum sampai melompat kegirangan hingga lupa dirinya sedang berada di jalan. Beberapa orang menatap dengan tatapan aneh, tapi ia tidak peduli.Tanpa pikir panjang, Amira memesan taksi online menuju cave Victoria. Begitu masuk, Amira merasa minder dengan penampilannya yang sederhana.Seorang staf cafe menuntunnya ke ruang VVIP.Matanya terpaku ketika melihat lelaki muda tampan menunggunya. Ia berdiri kaku saat lelaki itu menarik kursi. "Silakan duduk, Nona. Sebentar lagi tuan Arsya akan datang.”Tak lama, pintu terbuka.Seorang l
“Mana Amira?!” suaranya menggelegar, membuat Damini tergetar.Belum sempat sang ibu menjawab, Amira muncul dari dalam rumah. “Pak, saya mohon ... beri saya waktu dua minggu lagi. Adik saya sedang sakit, saya masih butuh biaya untuk pengobatannya ke rumah sakit.”Pak Herman menyeringai sinis. “Alasan! Kau boleh saja tidak membayar tapi ...."Tangan Pak Herman tanpa permisi mencolek pipi mulus Amira dengan mata berbinar, "nurut sama Mas ya? Hahaha bagaimana?""Saya minta waktu, maaf pak Herman, jangan coba kurang ajar.""Sok jual mahal! Awas aja kalau dua minggu lagi kamu belum bisa bayar, jangan salahkan aku kalau kamu bakal resmi jadi istri ketigaku.”Deg!Menikah dengan lelaki itu demi melunasi utang?Secara resmi istrinya dua, faktanya rentenir itu selalu bergonti-ganti wanita-wanita seenaknya dan menambah koleksi wanita setiap saat. “Nak, Ibu berat melepasmu hidup sendirian di kota besar. Kamu anak gadis, Ibu takut terjadi apa-apa padamu.” Damini mengelus pipi putrinya dengan mata







