Ardi mengantar makanan untuk Nyonya Larasati?Tidak hanya mengantar makan siang, tetapi juga bubur di pagi hari?Informasi yang diberikan Nyonya Larasati ini benar-benar membuatku kebingungan, sampai-sampai aku bertanya dengan nada tidak percaya, "Bu, kamu nggak salah?"Bagaimana mungkin Ardi melakukannya?Dari tadi malam sampai pagi ini, hubungan kami bahkan tidak bisa dikatakan hanya dengan "tidak menyenangkan" saja. Aku masih ingat bagaimana dia menghinaku di depan Zelda, orang yang sangat dimanjakannya itu.Bagaimana mungkin Ardi masih mau mengantar makanan untuk Nyonya Larasati?"Dia yang menyerahkan langsung padaku, mana mungkin Ibu bisa salah? Ibumu ini masih muda, belum pikun. Lagipula wajah menantuku itu sangat tampan, mau salah lihat juga susah," kata Nyonya Larasati sambil menghela napas, lalu berhenti sejenak. "Hanya saja, aku melihat raut wajahnya sedang tidak baik, sepertinya dia lagi nggak senang. Coba kamu cerita, tadi malam bagaimana caramu membujuk dia?"Nyonya Larasa
"Mana mungkin." Padahal tadi hatiku sudah seperti terperosok masuk ke gua es, sekarang rasanya seperti ada kehangatan yang menyusup masuk pelan-pelan. Rasa kaku di tubuhku perlahan-lahan menghilang. Aku pun tersenyum.Tidak berkelahi, tetapi hampir saja berkelahi. Mengatakan hal-hal tadi di depan Ardi, hampir menguras habis seluruh energiku.Lihatlah, suami yang sudah bersamaku selama tiga tahun ini, setelah melihat kejadian yang aku alami, dia tidak menunjukkan sedikit pun kekhawatirannya padaku. Dia hanya menanyakan, kenapa aku menyakiti Zelda.Perhatiannya terhadapku masih kalah dibanding Rian yang hanya seorang teman saja. Tiga tahun pernikahan kami, hubungan kami malah seperti orang asing.Aku mengepalkan tangan, tersenyum samar pada Rian. "Nggak apa-apa, aku tahu cara membersihkannya. Sekarang, aku harus pergi memeriksa pasien."Rian mengerutkan keningnya, dia masih cemas, tetapi aku sudah bergegas pergi.Setelah menyelesaikan pekerjaanku, aku baru membersihkan pewarna di tangank
Setelah mengatakan apa yang perlu, aku langsung keluar dari ruang ganti.Aku juga tidak ingin berada di ruangan yang sama dengan Ardi dan Zelda. Suamiku dan wanita yang disayanginya itu memang saling mencintai satu sama lain, cinta mereka begitu mendalam. Akan tetapi bagiku, semua itu terasa sangat menyakitkan.Namun, setelah keluar, aku masih mendengar Dokter Galak meminta maaf pada Ardi. "Maaf, Dokter Ardi. Sifat Raisa agak keras, nanti aku akan mendidiknya. Setelah itu, aku akan suruh dia minta maaf pada Anda dan Dokter Zelda."Setelah itu, aku juga mendengar nada suara Zelda yang hampir menangis itu berkata, "Gak usahlah, Dokter Dharma. Mungkin … mungkin Kak Raisa hanya kesal, lalu khilaf melakukan hal seperti itu …. Kak Ardi, jangan terus-terusan marah pada Kak Raisa. Lagipula, kita semua sama-sama alumni dari universitas kedokteran yang sama."Hah … maksud tersirat dari ucapan Zelda, dia yakin kalau akulah yang telah melaporkan Ardi.Adik kelasku ini … tadi menangis sedih di depa
"Maaf, Dokter Ardi. Semua ini salah Raisa, membuat Dokter Zelda sedih." Dokter Galak tidak pergi, malah menarik-narik aku. "Raisa, cepat minta maaf pada Dokter Zelda!"Minta maaf?Suamiku dan wanita yang disayangnya memainkan perasaan di hadapanku. Kenapa aku yang sebagai istri sah, harus meminta maaf pada wanita itu?Minta maaf karena apa? Karena aku tidak bisa cepat-cepat menyelesaikan surat perceraian kami dan menyerahkan Ardi pada Zelda?Aku tidak melakukan kesalahan, tidak perlu minta maaf juga tidak mau minta maaf.Kesedihan Zelda bukan karena aku.Jadi, aku berkata dengan tenang, "Aku sudah jelaskan sejelas-jelasnya, ini bukan salahku, aku rasa aku tidak perlu minta maaf."Suhu disekitar kami tiba-tiba menurun, mata hitam Ardi menatap ke arahku. Tatapan matanya dingin, tajam dan penuh curiga. Aku yakin sekarang dia pasti lebih marah lagi padaku.Namun, aku tidak menghindar dan balik menatapnya dengan tenang. "Aku bilang ada orang yang merasa bersalah. Kalau tidak melakukan kesal
Zelda bertubuh mungil, saat berdiri di depan Ardi yang berbadan tinggi besar, dia terlihat semakin tidak berdaya. Dia menatap Ardi dengan mata berkaca-kaca, lalu menangis sampai matanya memerah. Dia terlihat sangat menyedihkan.Bukan hanya Ardi, bahkan aku yang melihat Zelda pun merasa dia sangat mengundang belas kasihan.Kalau bukan karena kami semua ada di sini, Zelda mungkin sudah berlari ke pelukan Ardi.Ardi masuk, pandangannya pertama kali menetap di wajahku, lalu dia cepat-cepat mengalihkan pandangannya.Dia menunduk, melihat Zelda yang menangis di depannya, lalu menepuk bahu Zelda. "Jangan menangis."Suaranya lembut dan hangat, mengandung ungkapan kasih sayang yang ditahan sementara.Tubuh Zelda mungil, sedangkan Ardi terlihat tinggi besar. Zelda begitu lemah, jadi Ardi melindunginya. Zelda bagaikan sekuntum bunga yang tidak tahan diterpa angin, sedangkan Ardi bagaikan pohon besar yang memberikan rasa aman, melindungi dan menaungi Zelda.Saat itu juga, aku tersadar.Ardi sedang
Kepala Perawat menahan Devi yang sudah tidak sabar, lalu tersenyum dan berkata, "Dokter Zelda, sebenarnya kami nggak ada seorang pun yang bilang ….""Ya, Bu Jessy benar. Tanpa bukti konkrit, kita nggak bisa sembarangan menuduh orang." Dokter Galak yang sejak tadi diam, tiba-tiba berbicara. Dia menatapku sambil berkata dengan nada bijaksana, "Raisa, berbicara dan bertindak itu harus berdasarkan bukti. Meskipun kamu dan Dokter Zelda ada sedikit masalah, kita nggak bisa hanya berdasarkan sedikit temuan dan spekulasi subjektif, lantas bisa sembarangan mencurigai rekan kerjamu."Huh, mendengar ucapan Dokter Galak dan melihat sikapnya sekarang, aku benar-benar tidak bisa membedakan Dokter Galak ini sebenarnya dokter pembimbingku atau dokter pembimbing Zelda.Ardi itu dokter pembimbing Zelda, wajar saja kalau dia melindungi Zelda tanpa syarat. Sedangkan, Dokter Galak ini adalah dokter pembimbingku. Dia bukan hanya tidak melindungiku, tetapi malah sering membuatku terlibat masalah.Aku ingin b