Share

Bab 2

Author: Celine
Di tengah hiruk pikuk suara sorak gembira, aku meninggalkan tempat itu sebelum acara selesai.

Saat sampai di rumah, hari sudah larut malam.

Di luar jendela, hujan masih belum berhenti. Permukaan kaca jendela terlihat berlapis embun. Suasana seperti ini semakin terasa pilu, ada kesepian yang menyusup di relung hatiku.

Rumah ini cukup luas, dari balkon dapat terlihat pemandangan tepi sungai yang indah. Lingkungan di sekeliling apartemen ini memang sudah yang terbaik, apalagi harga tanah di Nowa tidaklah murah. Rumah ini adalah rumah idaman banyak orang.

Namun, di rumah yang semewah dan senyaman ini, hampir sepanjang tahun, hanya aku sendiri saja yang menghuninya.

Perlahan-lahan jarum jam pun menunjukkan waktu sudah tengah malam. Aku tahu, malam ini Ardi juga tidak akan pulang.

Namun, tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka.

Aku melihat ke arah pintu dengan penasaran. Terlihat sosok seorang pria yang berjalan mendekat dengan langkah terhuyung.

Ternyata Ardi habis minum.

Saat lengannya yang kokoh itu merangkul pinggangku, aku tidak menyadarinya sama sekali. Tanpa memberiku kesempatan untuk bereaksi, bobot tubuhnya itu sudah menekan ke arahku.

Gerakannya sangat agresif.

Aku mundur dua langkah, tetapi malah tertekan di depan kaca jendela. Hawa dingin yang masih menempel ditambah aroma khas tubuh Ardi sendiri langsung menyebar dan menusuk hidungku, membuatku sulit untuk bernapas normal.

"Dokter Ardi, sudah lapar sekali ya?" Aku bisa mendengar ejekan dalam suaraku, disertai dengan segala keluhanku selama ini.

Kalau dihitung-hitung, kami sudah lebih dari setelah tahun tidak berhubungan badan.

Malam ini, dia malah begitu bergairah. Tentu saja, alasannya sudah bisa ditebak.

"Sudah lama sekali, apa kamu tidak merindukanku?"

Suaranya sangat pelan. Napasnya menggelitik telingaku, bagaikan semut yang menggerogoti kulitku.

Di benakku terlintas bayangan saat kami baru menikah dulu, bagaimana pria yang biasanya terlihat santun ini menyerang dan menyiksaku di atas ranjang. Pelan-pelan aku pun mulai membiarkannya.

Ardi mengambil kesempatan untuk menekan daguku dengan sebelah tangannya, sembari melumatkan bibirku dengan kasar dan arogan. Melihat aku tidak bereaksi, sambil menciumku dia berkata, "Raisa, yang patuh ya."

Ciumannya begitu intens dan terburu-buru, sangat berbeda dengan sikapnya yang biasanya tenang.

Bahkan diiringi dengan keinginan kuat untuk menguasaiku sepenuhnya.

Suaranya terdengar begitu menggoda.

Membuat aku berilusi seakan-akan dia sangat mencintaiku.

Namun, kenyataannya, dia bahkan tidak mengingat hari ulang tahunku.

"Fokus." Bibirku disumpal penuh dengan lidahnya. Suara napas yang berat terdengar di telingaku, Ardi tiba-tiba meningkatkan kekuatannya saat menindihku, "Ayo, peluk aku dengan erat."

Aku melihat bayangan kami berdua yang saling bertaut itu di pantulan jendela, mengenjot-enjot dan tumpang-tindih.

Setelah selesai, pria itu pun kembali ke sosok dirinya yang semula.

Saat aku keluar dari kamar mandi, dia sedang berdiri di jendela dan menelepon seseorang. Kini dia sudah berpakaian. Kemeja putih dan celana bahan yang dikenakannya, ditambah dengan bahunya yang lebar dan pinggangnya yang ramping, membuatnya tampak semakin tinggi dan gagah.

Seperti biasa, suaranya tetap terdengar dalam dan berwibawa.

"Ibu, Anda jangan khawatir. Soal anak sudah ada dalam agendaku."

Ternyata itu panggilan telepon dari Nyonya Larasati, ibuku sendiri.

Dia adalah orang yang paling gencar dalam menguber-nguber kami soal punya anak.

Tak peduli siang atau malam.

Di samping itu, apa sih yang dimaksud dengan sudah ada dalam agenda? Jangan-jangan Ardi punya rencana untuk memiliki anak?

Aku baru saja ingin mengambil alih pembicaraan di telepon itu, pandangan mata Ardi berselisih pandang dengan mataku.

Dari sekilas pandang, aku bisa melihat ada kekesalan yang terpancar di matanya.

Tak lama kemudian, dia langsung mematikan panggilan telepon itu.

Kami saling bertukar pandangan. Saat aku hendak meminta maaf atas panggilan telepon ibuku tadi, aku mendengar dia berkata, "Besok pagi aku masih ada rapat, aku akan kembali ke kantor dulu. Selain itu ...."

Ucapannya terhenti sejenak. Dia lalu melirik ke meja rias dan berkata dengan datar, "Jangan lupa minum obatnya."

Setelah mengatakan itu, dia langsung keluar dari kamar tidur. Secara tak sadar, aku melirik ke arah meja dan langsung melihat obat KB yang ada di atas meja.

Jantungku seakan-akan berhenti berdetak sejenak, setelah itu langsung berdebar-debar kencang, ujung hidungku terasa ngilu.

Seharusnya hal ini sudah terpikirkan olehku. Dia dipaksa untuk menikahiku, bagaimana mungkin dia akan membiarkanku mengandung benih Keluarga Wijaya.

Apalagi, perjanjian kami hanya tinggal tiga bulan saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
EGOIS DAN DAJJAL
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 100

    Ucapanku yang tenang dan penuh percaya diri ini membuat Kepala HRD tertegun, kemudian dia bertanya, "Kemarin di grup obrolan Mogowa muncul fotomu bersama Dokter Steven dari Muliajaya. Bagaimana menurutmu?""Namanya juga menghadiri seminar, aku tentu saja harus menunjukkan keramahan dan niat baik Mogowa. Sedangkan di foto itu, Dokter Steven hanya menahanku karena waktu itu kapalnya bergoyang, aku hampir jatuh. Dia sebagai pria yang baik hanya menahanku agar nggak jatuh."Mungkin karena tatapanku terlalu tenang, ekspresi Kepala HRD sudah tidak sesuram ketika aku baru masuk tadi.Setelah hening sejenak, dia berkata, "Kamu kembali kerja dulu, kami akan menyelidiki hal ini dengan baik."Aku tentu saja juga mengharapkan hal yang sama.Hanya saja, entah orang tidak bermoral mana yang kusinggung, orang itu bisa-bisanya mengirimkan surat laporan ke HRD.Kalau begitu, aku tinggal menunggu kabar.Namun, di luar dugaanku, waktu aku keluar dari kantor HRD, aku bertemu dengan Zelda.Dia sepertinya j

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 99

    Aku tidak menyangka aku lagi-lagi jadi bahan pembicaraan, apalagi karena hal seperti ini.Sementara Zelda yang menyebabkan hal ini selain meminta maaf padaku di grup, selama empat jam setelah kejadian ini, tidak menghubungiku.Kalau bukan karena tidak sengaja bertemu dengan Rian, sampai sekarang aku masih tidak tahu.Hal yang membuatku lebih sedih lagi adalah suamiku, Ardi Wijaya, jelas-jelas adalah senior yang ikut seminar kali ini, tapi waktu melihat tindakan Zelda yang tidak disengaja ini, dia tidak membelaku yang menjadi bahan pembicaraan tanpa alasan, malah lebih dulu melindungi Zelda.Pantas saja sampai sekarang Zelda tidak menghubungiku untuk meminta maaf.Mungkin dia merasa ini masalah kecil, ditambah ada dukungan Ardi, dia tidak memasukkannya ke hati?Lalu, bagaimana denganku?Aku difoto dengan orang lain tanpa sepengetahuanku, lalu tanpa alasan yang jelas fotonya dibagikan ke dalam grup. Apa aku tidak seharusnya dimintai maaf?Kalau benar-benar mau dipermasalahkan, tidak kete

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 98

    Aku memanggil taksi menuju pusat rehabilitasi ayahku.Kalau dihitung-hitung, sudah lumayan lama aku tidak berkunjung. Melihat rambut putih dan juga wajah ayahku yang semakin menua, hatiku semakin terasa pahit.Kalau dia tahu pernikahan yang dulu dia dapatkan dengan memohon-mohon akhirnya jadi seperti ini, dia pasti akan merasa sangat bersalah.Ayah, mungkin kita semua salah, sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir bahagia.Setelah memotong kuku dan rambut ayahku, hari sudah sore. Setelah merapikan selimut ayahku, aku baru keluar dengan hati berat.Waktu aku berbalik melihat ayahku di kasur, aku diam-diam memberi tahu diriku sendiri. Raisa, tidak boleh tumbang semudah ini.Karena sedang memikirkan sesuatu, aku tidak sadar kapan aku masuk lift. Sampai ketika aku mendengar ada yang memanggil namaku, aku mendongak dan melihat wajah Rian yang familier."Dokter Rian kenapa ada di sini?""Ternyata benar Dokter Raisa."Setelah mengobrol ringan, aku baru tahu kakek Rian juga dirawat di pusa

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 97

    Ardi tersedak di depan semua orang.Para pembantu segera bantu membereskan kuah yang tumpah, mertuaku sibuk mengambilkan tisu. Ardi yang terobsesi dengan kebersihan melihat lengan bajunya yang terkena sup segera pergi ke kamar mandi dengan ekspresi dingin.Mertuaku pun tidak melanjutkan pembicaraan ini lagi.Aku juga bukannya sengaja mau melempar kesalahannya ke Ardi, tapi bagaimanapun juga dia dan Zelda yang menikmati pemandangan sungai itu. Secara logika, kalau aku membantunya menutupi, orang biasanya pasti akan berterima kasih.Namun, Ardi tidak.Oleh karena itu, aku terpaksa memberi tahu dia kalau aku bisa membantunya sekali, tapi tidak mungkin terus menerus.Lima menit kemudian, Ardi yang sudah ganti pakaian kembali ke ruang makan. Dia melirikku lalu berkata, "Aku masih sibuk, kita pulang dulu."Dengan senang hati. Waktu aku diam-diam bergembira di dalam hati, melihat mata Ardi yang suram, aku pun merinding.Kelihatannya Dokter Ardi lagi-lagi marah.Aku duduk di kursi penumpang. B

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 96

    Dia sedang menyindirku.Namun, aku dan Ardi mana bisa disamakan?Begitu turun pesawat, ada mobil khusus untuk menjemputnya. Aku pegawai biasa, juga tidak boleh mengekspos statusku sebagai Nyonya Wijaya, aku terpaksa menunggu taksi seperti rekan-rekan lainnya, sudah pasti bakal lebih telat.Aku melawan dalam hati, tapi tidak mengatakan apa-apa.Mungkin karena tertiup angin di dek kapal semalam, saat ini kepalaku terasa berat.Saat makanan dihidangkan, mertuaku langsung mengambilkan sop untuk Ardi, lalu menanyakan kabarnya, benar-benar anak dan ibu yang sangat dekat. Sementara aku, seperti orang yang transparan.Awalnya aku hanya ingin makan tanpa mengatakan apa-apa, tapi tiba-tiba aku mencium bau durian yang familier.Rasa mual langsung menyerang, aku menutup mulutku dan mulai muntah-muntah.Melihatku begini, mertuaku tertegun sejenak lalu berkata dengan penuh perhatian, "Kenapa tiba-tiba mual? Kamu sakit? Mau panggil Dokter Randy ke sini?"Dokter Randy adalah dokter pribadi Keluarga Wi

  • Aku Minta Diceraikan, Dia Malah Mewek-mewek   Bab 95

    Sikap Zelda yang berbalik dengan sikap malu membuatku dan Steven tertegun.Dia melihatku dengan tatapan tidak berdaya lalu menjelaskan, "Dokter Zelda salah paham, aku dan Dokter Raisa hanya sedang membicarakan pekerjaan."Mendengar penjelasan itu, Zelda berbalik lalu melihat ke tangan Steven yang memegang pergelangan tanganku. Dia pun berkata, "Oh begitu?"Aku menarik tanganku lalu setelah berterima kasih, aku berkata dengan serius, "Aku akan mempertimbangkan saran Dokter Steven baik-baik."Zelda membelalakkan matanya lalu berkata penasaran, "Kak Raisa, saran apa? Apa aku dan Kak Ardi boleh tahu?"Dia orangnya ceria, juga yang paling kecil di antara kami semua. Kalau biasanya, aku tidak akan mempermasalahkannya. Namun sekarang, muncul kekesalan di hatiku."Anginnya terlalu kencang, aku masuk duluan."Steven segera mengikutiku. "Oke, aku juga."Sebelum masuk ke kapal, samar-samar aku mendengar Zelda berkata dengan rasa bersalah, "Apa aku menanyakan hal yang nggak seharusnya ditanyakan?"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status