Begitu lembut.Langkahku terhenti sampai-sampai aku tidak menyadari lampu jalan telah menyala.Di kejauhan, lampu-lampu rumah yang tak terhitung jumlahnya, mulai menyala dengan sedikit rasa harmonis. Lampu-lampu toko di dekatku bersinar dengan rasa kegembiraan yang semarak. Di atas kepalaku, lampu jalan bersinar dengan kehangatan yang tak kunjung hilang.Suara Ardi hampir membuatku linglung, seolah-olah aku kembali ke dua tahun yang lalu.Tidak, seharusnya tiga tahun yang lalu.Saat itu, kami baru saja mendapatkan surat nikah dan baru tinggal bersama selama dua minggu.Saat itu, aku masih menikmati kebahagiaan atas mimpi yang telah lama kuimpikan. Aku masih tenggelam dalam rasa senang di tengah kehidupan pernikahan kami. Jadi, aku selalu datang untuk membawakannya makanan dan pakaian ganti setiap harinya.Hari itu, di jalan ini juga, aku datang untuk menjemputnya sepulang kerja. Kami pun berjalan berdampingan di jalan ini, lalu tiba-tiba dia menggenggam tanganku.Aku benar-benar terkej
Devi mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Lain kali, aku akan membuat janji dengan Kak Raisa lebih dulu."Yudha membuka pintu mobil, lalu Devi duduk di kursi penumpang. Dia pun menurunkan jendela dan melambaikan tangan padaku.Aku memerhatikan mereka pergi, rasa iri membuncah di hatiku.Hubungan yang baik akan memperkaya hidup kita. Devi begitu senang dan gembira dalam hubungan asmaranya, jelas dia sangat bahagia. Dalam kebahagiaan ini, dia tampak sangat rileks dan alami, yang membuatnya menjadi pribadi yang ceria dan blak-blakan. Dia bahkan tidak merasa terintimidasi oleh Ardi dan Zelda.Tidak sepertiku, selama enam tahun aku mencintai Ardi diam-diam, serta selama tiga tahun pernikahan kami, aku selalu begitu rendah diri. Suamiku tidak memberiku cinta maupun kepercayaan. Dia bahkan memihak pada selingkuhannya, sampai memaksaku untuk meminta maaf.Sekarang, meskipun kami sudah sampai pada titik perceraian, Ardi masih menolak untuk melepaskanku. Dia ingin melakukan satu hal terakhir untuk
Ada uang masuk ke dalam rekeningku.Jumlahnya cukup banyak, membuatku harus berkonsentrasi agar bisa menghitungnya dengan cermat. Setelah beberapa kali mencoba, aku pun tertegun.Uang itu sebesar triliunan.Jumlah yang sangat besar ini masuk ke dalam rekeningku, juga membuatku merasa terpukul.Jumlah itu mengusir rasa kantukku yang disebabkan oleh kelelahan, rasanya seperti ada angin sejuk yang segera menyegarkan pikiranku."Hei, Kak Raisa, banyak sekali angka nolnya! Apakah kamu menang lotre?" Devi sudah berganti pakaian. Melihatku linglung, dia mencondongkan tubuh untuk melihat ponselku, dia pun berseru kaget, "Biarkan aku menyentuhmu, bagi keberuntunganmu padaku. Aku akan membeli tiket ketika aku melewati toko lotre nanti, aku ingin mencoba keberuntunganku."Aku memegang tangan Devi dan segera mematikan layar ponselku, aku memperlihatkan senyuman alami dan santai. "Aku belum pernah membeli tiket lotre sebelumnya, jadi bagaimana mungkin aku bisa dapat uang sebanyak ini? Pesan teks in
Ternyata Nona Ida ini seorang aktris yang berbakat dan pekerja keras. Dia jelas bisa mengandalkan sumber daya keluarganya untuk merintis jalannya, tetapi dia menolak untuk menerimanya dan bersikeras memulai dari awal.Setelah insiden sebelumnya mengenai Kevin dan sopir truk itu, aku menjadi agak jijik dan waspada terhadap Keluarga Tanadi. Akan tetapi, aku juga memiliki pandangan yang baik terhadap orang-orang yang pekerja keras, jadi aku langsung merasa Nona Ida ini memiliki sifat yang bagus.Namun, kata-kata Nyonya Tanadi selanjutnya membuatku merinding.Dengan latar belakang Keluarga Tanadi, serta dengan permainan bisnis mereka, mereka sangat mudah untuk membuat musuh. Industri hiburan itu kompleks, cedera Nona Ida memang bisa saja disebabkan oleh saingan mereka.Kalau memang begitu, Nona Ida sungguh menyedihkan."Kita bisa menyelidiki masalah ini, tapi Bibi Kristal, yang terpenting saat ini adalah cedera Ida. Bagaimana kalau kita tunggu saja sampai dia bangun?" ucap Steven menasihat
Aku menoleh dan melihat wajah yang baru kulihat beberapa jam yang lalu.Di saat yang sama, Devi di sampingku berteriak kaget, "Dokter Steven! Ah, kenapa kamu ada di sini?"Itu adalah idola Devi, Steven.Aku berjumpa lagi dengannya."Jadi, ini teman Dokter Steven yang terluka?" Akhirnya aku berbicara dengan terkejut.Steven telah menyebutkan sebelumnya kalau seorang temannya terluka dan dirawat di Mogowa, jadi dia bergegas datang menjenguk. Tak disangka, ternyata orang tersebut merupakan pasien di hadapanku.Aku begitu fokus pada pekerjaanku selama operasi sampai aku tidak mengenali wajah pasien itu. Akan tetapi sekarang, aku menyadari kalau pasien yang terbaring di tempat tidur itu, tak lain adalah gadis berambut pendek yang mengenakan pakaian kasual yang sama dengan Steven di Hotel Pemandian Air Panas Agastya.Pantas saja wanita cantik ini tampak tidak asing bagiku sebelumnya, tetapi aku juga merasa belum pernah berjumpa dengannya sebelumnya. Wanita cantik ini pasti ada hubungannya de
Namun, aku bisa mengerti perasaan Nyonya Larasati. Siapa pun yang kehilangan harta triliunan, pasti akan marah besar. Biarkan saja dia mengamuk, lagipula dia akan kembali setelah melampiaskan amarahnya.Aku terus makan mi, tiba-tiba ponselku berdering.Ada panggilan masuk dari ibu mertuaku.Saat menjawab telepon, aku masih merasa bingung. Nyonya Larasati seharusnya masih membutuhkan waktu yang agak panjang agar sampai di Kediaman Wijaya. Kenapa ibu mertuaku menelepon dengan begitu cepat untuk menyalahkanku?Akan tetapi, mungkin juga dia menelepon bukan untuk menuduhku.Aku mengangkat telepon. Sebelum ibu mertuaku sempat berbicara, aku lebih dulu bertanya, "Nyonya Yuliana, apakah sudah waktunya untuk mengajukan surat cerai? Aku ada waktu luang hari ini.""… Raisa, untuk apa kamu bersikap angkuh padaku?" Ibu mertuaku terdengar cemberut dari ujung telepon. "Aku heran kenapa orang serakah sepertimu bisa menandatangani surat cerai begitu mudahnya? Ternyata kamu diam-diam telah memanfaatkank