Benar, sebelumnya aku memang pernah mempelajari kasus serupa.Pada pertemuan diskusi akademik sebelumnya, aku pernah membahasnya dengan Steven. Pada saat itu, Ardi juga ada di sana. Kami bahkan terlibat dalam diskusi yang intens karenanya.Namun, itu hanya pengetahuan teori, hanya di atas kertas. Sekarang, ini adalah praktik langsung di meja operasi. Lagi pula, aku yang akan melakukannya secara mandiri.Guru pembimbingku, Dokter Galak, sudah tidak lagi membawaku melakukan operasi. Entah sejak kapan aku sudah menangani operasi secara mandiri.Situasi di hadapanku adalah tantangan yang tidak kecil bagiku.Namun, dorongan Ardi saat ini meredakan sebagian keteganganku. Ketika menghadapi tatapan lembutnya, aku tanpa sadar menjadi rileks.Aku menundukkan kepala, tetapi jarum di tanganku tetap tidak bergerak."Teknikmu sudah cukup bagus, cukup untuk menangani operasi ini. Kemampuan Raisa selalu yang terbaik." Seolah melihat aku masih khawatir, Ardi dengan suara rendah mengatakan kalimat itu l
Namun, Ardi memang bukan orang yang pelit.Dulu ketika dia mengejar Zelda, bukankah dia langsung membeli satu unit apartemen untuk menyenangkan Zelda?Sekarang pria itu hanya mengganti targetnya saja.Sama seperti bagaimana dia mengejar Zelda dulu, bagaimana dia begitu hangat, mesra, serta intim dengan Zelda.Ardi sekarang berbalik mengejarku, hanya karena menganggapku sesuatu yang baru.Ketika bosan denganku, Ardi beralih ke Zelda yang masih baru. Sekarang dia juga sudah bosan dengan Zelda, akhirnya berbalik mengejarku.Tidak, lebih tepatnya Ardi tidak bosan dengan Zelda. Namun, karena dia melihatku, yang dulunya dia abaikan, tiba-tiba diperhatikan oleh Rian dan Steven secara bersamaan, barulah Ardi menoleh.Pria memang begitu. Mereka tidak menghargai apa yang mereka miliki. Namun, ketika orang lain datang merebutnya, jiwa kompetitif mereka langsung terpancing. Bahkan sesuatu yang dulu dibuang seperti sepatu rusak pun harus digenggam erat, tidak mau dilepaskan.Apa itu cinta yang dala
Perawat dari laboratorium?Steven yang ada di belakangku mendengus pada saat itu juga. "Devi, aku juga mau bertaruh. Aku akan bertaruh pada diriku sendiri. Aku mau bertaruh 400 juta.""Ah? Pak Steven, kalau begitu kamu akan mengurangi keuntunganku. Tidak boleh, tidak boleh, aku tidak setuju." Devi langsung menolak.Namun, hatiku terasa makin berat, serta muncul perasaan tidak enak.Instingku mengatakan bahwa perawat dari laboratorium itu hanya kedok. Seharusnya uang 200 juta itu adalah milik Ardi.Namun, kenapa perawat dari laboratorium itu yang bertaruh?Dasar penilaian kehamilanku justru keluar dari laboratorium ....Apakah Ardi sudah mengetahuinya?Kecemasan dan kegelisahan yang kemarin malam sudah susah payah aku tahan, kembali bergejolak lagi. Dadaku mulai dipenuhi kegelisahan.Apakah Ardi mengetahui tentang kehamilanku? Tadi malam, apakah dia khawatir dengan lambungku, makanya tidak membiarkanku minum, atau karena dia tahu aku hamil, makanya tidak membiarkanku minum?Pikiran-piki
Steven datang pada waktu yang tepat. Aku tidak perlu menjelaskan lagi.Namun, reaksi Rian membuatku sangat terkejut. Keningnya mengerut erat, sepasang matanya menatap wajah Steven, sementara di pipinya yang sedikit berisi penuh dengan keterkejutan dan kebingungan.Nada bicara Rian sangat tegas ketika menyangkal, "Tidak mungkin! Steven, jangan bicara omong kosong! Ini benar-benar tidak mungkin!""Dokter Rian, kamu benar-benar tidak tahu, ya?" Devi bertanya padanya dengan terkejut, lalu melemparkan pandangan bingung kepada Steven. "Pak Steven, jangan-jangan kamu salah. Dokter Rian sepertinya sama sekali tidak mengetahui tentang hal ini."Reaksi Rian memang aneh, seolah baru tahu dia akan bertunangan. Penampilannya juga tidak seperti sedang berpura-pura. Ini membuatku curiga. Jangan-jangan dia benar-benar tidak tahu tentang pertunangannya dengan Nona Savina?Namun, Rian adalah pihak yang bersangkutan, bagaimana mungkin dia tidak tahu?"Apakah aku bicara omong kosong atau tidak, Pak Rian h
Benar saja, Devi menggandeng lenganku sambil tersenyum manis, lalu berbagi kabar baik ini denganku. Dia tidak lupa berterima kasih padaku, "Kak Raisa, ini semua berkat kamu. Kalau bukan karena kamu, malam itu aku tidak akan punya tempat tinggal. Kalau bukan karena kamu, aku dan Felix juga tidak akan membicarakan semuanya dengan jelas secepat ini. Kak Raisa, kamu sangat baik padaku. Aku harus membalas budi dengan tubuhku.""Bukannya dua malam yang lalu kamu sudah tidur denganku? Itu sudah bisa dianggap membalas budi dengan tubuh. Sudah, jangan membicarakan hal-hal ini lagi. Asalkan kamu dan Felix baik-baik saja, aku sudah senang." Aku tersenyum menggodanya.Wajah Devi kembali memerah, senyumnya menjadi makin manis. Namun, dia mencondongkan tubuh lebih dekat lagi, lalu bertanya padaku dengan suara rendah, "Oh ya, Kak Raisa, bagaimana perkembangan para pengejarmu? Apakah hari ini Pak Steven atau Pak Ardi yang mengantarmu? Apakah Dokter Rian membawakan sarapan lagi untukmu?"Sepertinya keg
Malam makin larut, suasana pun sangat sunyi. Suara memelas Ardi ini bahkan terdengar diiringi isak tangisan.Aku bisa membayangkan sudut matanya yang memerah saat ini.Aku tidak bisa menyangkal. Ketika mendengar kalimat ini, hatiku bergetar tak terkendali.Dia adalah pria yang aku cintai selama delapan tahun. Dari cinta diam-diam hingga masuk ke pernikahan, aku telah merasakan manis dan asam, juga pahit dan pedasnya hidup. Itu adalah waktu delapan tahun yang tidak singkat.Sampai sekarang, Ardi masih menempati sebuah benteng di hatiku, masih tidak mau pergi. Aku juga sadar bahwa aku benar-benar tidak mungkin melupakannya.Namun, aku tidak berniat untuk kembali lagi.Luka dan rasa sakit di masa lalu itu mengingatkanku agar jangan menoleh ke belakang, jangan percaya lagi.Aku memang tidak menoleh, seolah tidak mendengar suara memelas Ardi yang rendah ini. Aku berjalan keluar dari pintu kamar dengan langkah besar, meninggalkan perasaanku yang kacau di kamar tamu yang ditempati Ardi, langs