Mata Rian langsung berbinar setelah mendengar jawabanku.Suaranya masih selembut sebelumnya. "Dokter Raisa, kamu harus bahagia. Semoga kamu bahagia."Aku menatap wajah tampannya yang terpantul cahaya langit-langit mobil yang berwarna penuh kehangatan. Melihat senyumnya yang hangat, jantungku berdebar kencang. Aku tersenyum lagi dan berjanji padanya dengan suara yang lembut, "Baik."Rian tersenyum dan melambaikan tangan padaku, lalu mobilnya melaju pergi.Aku memerhatikan lampu mobilnya yang menghilang di kegelapan malam, lalu aku berbalik. Aku bersiap untuk menyeberang jalan dan kembali ke Armand Resident.Namun, baru saja aku berbalik dan hendak melangkah, tiba-tiba suara tawa menyindir terdengar di telingaku. "Huh."Hari sudah larut malam, lalu lintas di jalan ini tidak terlalu ramai. Hampir tidak ada orang saat ini, hanya ada beberapa mobil yang terparkir diam di pinggir jalan. Aku benar-benar terkejut dengan suara yang muncul tiba-tiba itu.Tanpa sadar aku memeluk erat lenganku, ke
Hatiku kembali terasa hangat lagi. Aku menatap Rian dan bahkan tidak tahu harus berkata apa.Rian melambaikan tangannya dengan acuh tak acuh. "Pergilah."Lihatlah betapa jauh perbedaan mereka.Suamiku yang kucintai selama tiga tahun, tidak peduli ketika melihatku diusik. Sebaliknya, dia malah menyalahkan aku karena telah berbuat salah pada pujaan hatinya.Dia tidak mencintaiku, jadi dia tidak bisa melihat rasa malu dan kesedihanku. Tentu saja dia tidak akan melakukan hal-hal kecil seperti ini untukku.Dia bahkan tidak sebaik Rian yang hanya seorang teman bagiku.Dalam perjalanan pulang, ponselku bergetar. Ada pesan masuk dari Nyonya Larasati. [Raisa, kejadian malam ini sepertinya salah paham. Aku selalu merasa Ardi datang mengantarkan makanan untuk kita. Kalau tidak, kenapa kotaknya sebesar itu? Lagipula, dia sudah mengantarkannya pagi dan siang tadi. Mustahil dia tidak mengantarkannya malam ini. Jangan marah padanya. Bagaimana kalau kamu coba bicarakan lagi dengannya?]Nyonya Larasati
Entah bagaimana aku bisa duduk dan mengambil sendok lagi, tetapi aku merasa setiap suapan makanan yang kupaksakan setelahnya terasa sangat pahit, sepat dan sulit ditelan.Wajah Nyonya Larasati juga tidak terlalu baik. Terlihat jelas kalau dia menyadari rencana rujuk yang dia sebut-sebut itu tidak akan berhasil. Ardi sama sekali tidak berniat menunjukkan niat baik padaku. Ardi sama sekali tidak ragu buat menceraikan aku. Bahkan, Ardi sudah menemukan pasangan hidup berikutnya."Ardi … ada apa dengan Dokter Ardi? Kenapa dia bisa berubah secepat itu?" Nyonya Larasati tampak sedikit marah, tetapi dia segera berhenti dan melihat ke arah pintu. "Lupakan saja, kalau dia tidak mau mengantar makanan, biarkan saja. Kita masih punya Rian, kita juga tidak kekurangan makanan."Nyonya Larasati hanya berbicara tentang makanan di bibir saja, tetapi sebenarnya dia punya maksud yang lain.Kalau hal ini terjadi sepuluh menit yang lalu, aku mungkin akan menghentikan ucapan Nyonya Larasati. Akan tetapi, aku
Nyonya Larasati tidak menyadarinya, dia menjawab pertanyaan Zelda dengan tenang, "Ya, berkat Dokter Ardi, kakakku akhirnya keluar dari ICU sekarang.""Ternyata begitu, jadi Kak Ardi, apakah kamu kemari untuk membawakan makanan untuk Dokter Raisa?" Senyum di wajah gadis kecil itu hampir pecah, ada rasa enggan yang terdengar dari ucapannya. "Hanya saja, agak disayangkan Dokter Rian datang lebih dulu, lagipula Dokter Raisa dan Bibi sepertinya sudah selesai makan ….""Bukan," ucap Ardi secara tiba-tiba.Di balik kacamata berbingkai peraknya, mata Ardi yang berwarna hitam itu masih dipenuhi emosi, tetapi nadanya menjadi jauh lebih lembut. Dia menundukkan kepala dan menatap Zelda di sampingnya. "Aku kemari bukan membawakan makanan untuk orang lain, aku kemari membawakan makanan untukmu.""Apa?" Dua suara pun terdengar serempak di dalam ruangan.Senyum di wajah Nyonya Larasati membeku. Senyuman itu beralih ke wajah Zelda.Wajah Zelda dipenuhi rasa tidak percaya sekaligus gembira. "Benarkah? T
Aku tidak tahu kenapa Ardi bisa muncul di pintu bangsal paman.Hubungan Ardi dan paman tidak akur. Tidak ada persahabatan di antara mereka. Lagipula, Ardi tidak pernah bertanya tentang keluargaku, apalagi peduli pada kami. Kurasa dia datang kemari bukan karena peduli.Selain itu, Ardi masih diberhentikan sementara dari pekerjaannya, dia bukanlah dokter yang sedang merawat paman. Dia pun tidak perlu datang untuk memeriksa kondisi pasien.Lalu kenapa dia berada di sini?Aku menatap Ardi dengan ekspresi heran. Kemudian, aku melihat wajah tampan pria itu tampak muram. Bibirnya yang tipis sedang mengerucut rapat, gelombang gelap di matanya yang hitam pun melonjak tajam.Sepertinya Ardi sedang dalam suasana hati yang buruk. Aku baru menyadarinya sekarang. 'Sejak kapan Ardi muncul di luar bangsal pamanku?'Apakah dia mendengar sesuatu atau sudah melihat sesuatu?Untuk sesaat, aku merasa sedikit bersalah, seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan. Saking paniknya, aku sampai tidak bisa memegan
Rian datang di saat ini. Dia tersenyum padaku. "Dokter Raisa, sudah kuduga kamu ada di sini."Begitu dia masuk, pamanku tersenyum. "Aromanya sangat harum."Nyonya Larasati juga menyambut Rian dengan antusias, dia tersenyum lebar sampai kerutan di sudut matanya tak tersembunyikan lagi. "Lihatlah dirimu, Rian. Kamu datang saja sudah cukup, untuk apa membawa begitu banyak barang?""Aku tidak membawa banyak, hanya sedikit makanan. Kupikir Bibi telah merawat Paman akhir-akhir ini dan sudah bekerja terlalu keras, jadi Bibi perlu menambah gizi." Rian sudah meletakkan kotak makanan di atas meja. "Aku melihat Bibi menyukai makanan ini sebelumnya, jadi aku membawakan beberapa. Tapi, rasanya tentu tidak bisa dibandingkan dengan bekal buatan Dokter Raisa sendiri. Semoga Bibi suka."Rian tersenyum dan berkata pada paman yang sedang berbaring di tempat tidur, "Paman, akhir-akhir ini Paman hanya boleh makan makanan cair. Paman hanya bisa mencium aroma makanan ini untuk sekarang. Aku akan membawakan l