Aku membuka dokumen digitalnya untuk ibuku.Setelah ibuku membaca isi perjanjian tersebut dengan saksama, dia langsung terdiam di tempat sambil menggumam, "Perjanjiannya hanya ... tersisa 18 hari?"Aku mengangguk, lalu mendengar ibuku bertanya, "Setelah berakhir, kalian otomatis cerai?""Sepertinya tetap harus ke pengadilan untuk menandatangani dokumen.""Raisa!" Ibuku tiba-tiba berteriak lalu mengentakkan kakinya sambil berkata, "Kamu bodoh sekali! Kenapa kamu nggak memberitahuku masalah sebesar ini!"Setelah itu, dia jongkok di lantai dan menaruh wajahnya di lututnya sambil menangis. "Kamu kenapa sebodoh ini? Bagaimana dengan keluarga kita? Bagaimana ini ...."Dia semakin lama semakin sedih hingga akhirnya jatuh ke dalam histeria. Aku tahu bahwa pada saat seperti ini, nasihat apa pun tidak akan ada gunanya, jadi aku membiarkannya menangis sepuasnya.Setelah beberapa saat, ibuku akhirnya mengendalikan emosinya. Dia mendongak melihatku dengan wajahnya yang sudah berantakan. Wajah yang
Aku keluar dari ruang istirahat Ardi dengan tenang.Tidak seperti dulu, selalu gelisah dan tidak menentu setelah bertengkar dengannya, kali ini aku malah merasa kepuasan yang tidak bisa dideskripsikan.Benar, aku merasa puas.Aku sudah tidak takut.Hasil terburuk dari memarahi Ardi mungkin adalah besok pagi aku akan diseret ke pengadilan untuk mengurus surat cerai.Namun, aku tidak peduli. Keadaan sudah jadi seperti ini, perjanjian pernikahan kami juga hanya tersisa setengah bulan, cerai sekarang juga hanya mempercepat saja.Aku harus membuatnya mengerti, alasanku selama ini selalu mengalah adalah demi keluargaku. Sekarang dia malah menyentuh keluargaku untuk mengancamku, berarti dia sudah melewati batasanku.Kalau begitu, aku tidak mau apa-apa lagi.Namun, aku hanya aku sendiri, takutnya informasi ini akan membuat ibuku terpukul.Lihat saja, baru saja aku kembali ke ruang pengawasan, ibuku langsung menghampiriku lalu menarikku sambil berkata panjang lebar, "Bagaimana? Ardi masih marah
Setelah menghirup napas dalam-dalam, aku mengetuk pintu.Seketika, Ardi dan Zelda melihat ke arahku secara bersamaan. Zelda mengedipkan matanya yang indah sambil bertanya, "Kak Raisa ada urusan apa?"Aku berjalan cepat menghampiri mereka, lalu melirik Zelda dan Ardi secara bergantian. Kemudian, aku berkata terus terang, "Aku ada urusan dengan Dokter Ardi, Dokter Zelda tolong keluar sebentar."Mendengar ini, Zelda jelas menunjukkan ekspresi enggan. Dia melihat Ardi dengan hati-hati, menunjukkan keengganannya dengan matanya.Ardi juga menerima kodenya, dia melirikku sekilas dan berkata, "Dokter Zelda juga bukan orang luar, Dokter Raisa boleh langsung bilang."Langsung bilang?Aku menatap Ardi, hampir saja tertawa saking kesalnya. Kemudian, aku berkata menyindir, "Dokter Ardi yakin mau aku langsung bilang?"Ardi sepertinya menyadari amarah di nada bicaraku, dia melirik Zelda sejenak lalu berkata, "Pasien di kamar 305 tadi mengeluh lambungnya nggak enak, coba kamu pergi periksa."Zelda ter
Ternyata, setengah jam sebelumnya pihak pusat rehabilitasi menerima panggilan yang meminta salah satu dari dua perawat pribadi ayahku diberhentikan, lalu memindahkan ayahku dari kamar VIP ke kamar biasa.Ibuku tentu saja tidak bisa menerima ini.Bagaimanapun juga, tulang ayahku yang patah masih belum sembuh total, hampir 24 jam harus ada yang menjaganya. Di saat ini, kalau kurang satu perawat, ayahku pasti akan kesusahan.Sepertinya ini perbuatan Keluarga Wijaya.Aku pernah berpikir ibu mertuaku akan meminta Ardi untuk mengancam kami, tapi aku tidak menyangka mereka akan menyentuh ayahku.Ayahku adalah orang yang menyelamatkan Ardi.Apalagi waktu itu Ardi juga yang setuju ayahku dipindahkan ke ruang VIP, kenapa hari ini dia malah menarik keputusannya?Hanya karena kami meminta ganti dokter?Api amarah langsung berkobar di hatiku, semakin kupikirkan, aku semakin marah."Raisa," panggil ibuku sambil melihatku dengan mata memerah. Genggamannya di pergelangan tanganku semakin kuat, lalu di
"Kak, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kartuku diblokir?" Di panggilan video, adikku yang memakai baju modis mengeluh di depan kamera. "Coba kamu tanya Kakak Ipar ada masalah apa?"Biaya sekolah ke luar negeri adikku dibayar oleh Keluarga Wijaya, kartu diblokir di saat seperti ini, sepertinya adalah peringatan dari Ardi."Aduh, Rena, kamu jangan panik dulu." Ibuku menenangkan adikku. "Begini saja, Ibu kirimkan sedikit uang dulu untukmu, kamu pakai dulu. Aku dan kakakmu urus masalah di sini dulu, ya?"Rena memasang wajah cemberut lalu berkata kesal, "Aku mana bisa nggak panik? Sekarang aku bahkan nggak punya uang makan. Menurutku, Kak, kamu cepat cari Kakak Ipar, dia sangat sayang padamu, coba tanya sebenarnya apa yang terjadi."Teringat Rena sudah tiga tahun tinggal di luar negeri, hanya karena satu kartu diblokir, dia sudah mengeluh seperti ini. Bagaimana nantinya? Kontrak pernikahanku dengan Ardi hanya tersisa setengah bulan. Kalau setengah bulan kemudian kami cerai, bagaimana den
Aku mengira penjelasanku ini masuk akal.Namun, kenyataannya ini hanyalah khayalanku.Karena aku langsung mendengar suara ibu mertuaku berkata dengan nada tidak percaya, "Sembarangan! Ardi orang yang tahu batas, mana mungkin kelewatan menyelamatkan pasien demi makan malam? Pasti ada kesalahpahaman."Namanya juga ibu kandung, kenyataan sudah di depan mata masih tidak lupa membela Ardi.Aku berkata dengan pasti, "Aku nggak mungkin bilang begitu tanpa bukti nyata. Kalau Ibu nggak percaya, boleh telepon Dokter Ardi."Begitu kata-kata itu keluar dari mulutku, aku baru sadar nada bicaraku terdengar agak kesal ... dan juga menyindir.Ibu mertuaku juga sepertinya menyadari hal ini, dia pun berkata, "Jaga sikapmu, aku pasti akan mencari tahu hal ini, tapi mengajukan permohonan mengganti dokter sudah pasti nggak boleh. Ardi itu suamimu, kalian bekerja di tempat yang sama, kamu sebagai istrinya nggak hanya membantunya, malah menghambatnya. Kamu nggak merasa bersalah?"Dia tetap saja menyalahkanku