Share

Bab 6

Sayup-sayup terdengar muadzin sedang mengumandangkan azan subuh. Kubuka mata, berjalan perlahan ke kamar mandi. Bukan untuk mandi, hanya untuk berwudhu dan segera melaksanakan ibadah sholat subuh. 

Kutengadahkan tangan, meminta pada Sang Pemilik hati untuk  menyatukan hatiku dan Mas Adam. Karena sesungguhnya Dialah yang mampu membolak-balikan hati hambanya. Bukan karena aku mulai mencintainya, tapi karena sebuah ikatan suci tak layak dijadikan permainan. Tak mengenal dan tak mencintai bukan berarti dengan gampang menjadi alasan untuk berpisah. 

Sedikit lega yang kurasakan saat dapat mencurahkan isi hati kepada Sang Pemilik kehidupan. 

Ku lipat mukenah, lekas ku buka pintu kamar. Berjalan menaiki anak tangga, membangunkan Mas Adam untuk menjalankan ibadah wajib. 

Tok... Tok.... 

"Mas shalat subuh dulu." Hening tak ada jawaban. Jangan-jangan Mas Adam masih tidur lagi. 

Tok... Tok.... 

"Subuh dulu mas." Tak ada sahutan, sepertinya Mas Adam memang masih tidur pulas. 

Klik

Knop pintu kuputar,kuraba kepala. 

Astaga, aku lupa belum pakai hijab. Walau sebenarnya tak berdosa jika Mas Adam melihatku tanpa hijab. Tapi rasanya masih tak rela jika harus menampakkan rambut di depan lelaki yang tak pernah menganggap aku sebagai istrinya. 

Putar badan, segera aku berlari menuju kamar. Terserah Mas Adam bangun atau belum. Yang penting aku sudah berusaha membangunkan. Kalaupun tak bangun, resiko ditanggung penumpang.Eh,di tanggung Mas Adam maksudnya. 

Kutumis bawang putih, cabai, merica dan bumbu yang lain yang telah ku haluskan , tak lupa ku masukkan ayam yang sudah kupotong kecil-kecil. Bau wangi masakan menyebar di dalam ruangan. Membuat cacing di perut meronta-ronta meminta haknya. 

"Ais masak apa?" tanya Mas Adam yang sudah ada di sampingku. 

"Rica-rica ayam."

"Wah, pasti enak ya, bikin tambah lapar nih." Mas Adam mengibaskan tangannya, mencium aroma masakan yang menggiyurkan. 

Tak berapa lama, makanan siap di santap. Lekas ku siapkan makanan di atas meja. Tak lupa teh hangatnya. 

"Kalau mau sarapan dulu, silahkan Mas. Aku mandi dulu."kutinggalkan Mas Adam yang sudah mulai memindahkan makanan ke piringnya. 

Gak ada basa-basinya Mas Adam ini, nunggu sebentar apa susahnya sih?

Huft, sabar-sabar apalah arti diriku di hadapan Mas Adam, hanya istri yang tak di harapkan. 

****

Rebahan di dalam kamar sambil menulis novel di sebuah aplikasi online. Lumayan untuk mengisi kejenuhan, lumayan juga dapat mengisi kantong yang kosong. 

Alhamdulillah dari menulis, bisa memenuhi kebutuhanku. Inilah pekerjaan yang ku lakoni setelah lulus kuliah. Sebenarnya sudah banyak lamaran yang ku kirim ke perusahaan tapi sayang belum ada yang menerima, alasannya karena aku belum berpengalaman. Walau nilai bagus tapi tetap saja kalah dengan yang lebih berpengalaman.

Rasa haus membuatku beranjak dari posisi ternyamanku.Berjalan perlahan menuju dapur untuk mengambil air minum.Tak kulihat keberadaan Mas Adam setelah sarapan tadi. Rumah tambah semakin sepi, apa mungkin Mas Adam kembali tidur? Karena mobil masih terparkir rapi di garasi. 

Ragu, kulangkahkan kaki menaiki anak tangga. Kuketuk perlahan pintu kamar Mas Adam,tak ada respon. Kubuka, Mas Adam juga tak ada di dalam kamar. Berjalan mendekati pintu, ingin segera turun ke bawah. Tak enak masuk ke dalam kamar orang. Walau sebenarnya kamar suami sendiri. 

Kreeekk... 

Pintu kamar mandi di buka, Mas Adam berjalan keluar sambil memegangi perutnya. Wajahnya terlihat pucat. Apa dia sakit? 

"Maaf Mas, masuk ke kamar kamu tanpa izin."

"Hem..." ucapnya tanpa menoleh. Berjalan sedikit sempoyongan. Dan... 

BRUUGG... 

Mas Adam jatuh tepat di atasku, niat hati ingin menahan agar Mas Adam tak terjatuh. Tapi badan Mas Adam terlalu berat, hingga akhirnya kami berdua jatuh di lantai. 

Sejenak Mas Adam menatapku tanpa berkedip, ada desiran entah apa aku tak mengerti, jantung semakin berdetak tak menantu. Baru kali ini aku dekat dengan laki-laki tanpa jarak. 

"Berat Mas..." Kusingkirkan tangan menindih ku. 

"Apanya yang berat, Ais?" Mas Adam masih diam tanpa merubah posisinya. Lama-lama gepeng kalau Mas Adam tak segera berdiri. 

"Badan kamu yang berat Mas,"

"Maaf, maaf," Mas Adam berdiri dan segera membantuku. Tak sengaja mata kita saling bertemu, lagi dan lagi ada desiran yang mengalir ke seluruh tubuh. Segera kualihkan pandangan, Mas Adam justru menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. Terlihat salah tingkah setelah adegan itu. 

"Kamu sakit Mas? kok pucat gitu? hampir pingsan lagi." Ku tempelkan telapak tanganku di dahinya. 

"Gak panas Mas."

"Ya jelas tak panas, orang yang sakit perutnya."

Duuuttt... duuuttt... 

Suara bom atom keluar dari tubuh Mas Adam. Segera kututup hidung sebelum keracunan. Mas Adam kembali berlari ke kamar mandi. 

"Kamu ngeracunin aku ya!" tuduhnya. 

"Maksud kamu?" tanyaku keheranan. 

"Habis makan rica kamu, aku jadi seperti ini. Buang air besar berkali-kali.Kamu sengaja bikin aku sakit perut? Karena kamu cemburu sama Jesica?"Mas Adam menatapku tajam. 

Cemburu? 

Gak salah dengar aku? 

Aku bukannya cemburu, hanya tak suka dengan kelakuan Mas Adam. Sudah tahu punya istri masih saja pacaran dengan wanita lain. Di depanku lagi bermesraan. Memang keterlaluan dia. 

"Aku gak cemburu ya Mas, emang aku suka pedas."

"Alasan kamu, kalau  mau masak tanya sama aku, mau di masakin apa? Atau kamu memang marah sama aku,iya kamu? "ucapnya ketus. 

"Akukan gak tahu, Mas Adam sukanya apa?Jadi aku masak ya sesuai kesukaanku. Makannya bilang dong mau di masakin apa!"jawabku ngegas. 

"Aduh, aduh, sakit..."Mas Adam memegangi perutnya dengan  kedua tangan. 

Kutelan saliva yang menempel di tenggorokan. Merasa bersalah dengan Mas Adam, gara-gara masakanku dia jadi sakit begini. Padahal aku cuman memasukkan lima belas biji cabai rawit. Memang sengaja agak pedas, sesuai hati yang sedang panas.

"Maaf Mas, aku buatkan teh hangat dulu ya Mas." Berjalan dengan cepat menuju dapur. Kasihan juga melihat Mas Adam seperti itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
15 dia blg cm lg
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status