“Kamu jahat, Vin!” Kinan memukul keras dada Kevin. Namun, laki-laki itu semakin menguatkan erat pelukannya.
“Gue nggak mau debat malam ini! Tugas lo, hanya layanin gue! Bukan terus nyalahin gue, tentang masa lalu!” tegas Kevin yang membuat Kinan terisak.
Gadis itu menutupi wajahnya dengan air mata yang terus mengalir. Kevin tak sabar dan memaksa benda tumpul yang ia miliki masuk ke dalam bagian inti tubuh Kinan. Kinan mencengkeram kuat kedua lengan laki-laki yang kini sepertinya sedang disulut emosi itu.
“Sakit, Vin!” Kinan berteriak dan mengigiti bibir bawahnya kuat. Ia sampai mencakar lengan dan bahu Kevin.
“Itu tandanya, lo masih perawan!” Kevin berbisik dengan senyuman menyeringai. Napas Kinan terengah menahan perlakuan laki-laki yang menindihnya itu.
“Apa kamu nggak bisa pelan, Vin? Ini perih banget!”
“Lo tahan dulu, ini juga udah pelan. Kalau lo nglakuin kayak gini sama
Sorot matahari pagi tak mampu membangunkan Kevin dan Kinan yang tidur satu selimut dengan saling berpelukan. Kinan tak sadarkan diri jika terus memeluk Kevin sampai pagi ini.Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, mereka masih menikmati kehangatan karena penyatuan tubuh mereka.Kevin yang terus menindih tangan kirinya, membuat Kinan kini menggeliat tak nyaman. Ia mendorong pelan laki-laki itu, lalu terlonjak jika ia masih berada di kamar hotel dan belum menemui Ibunya.Saat Kinan menyibakkan selimut dan membenahi kimono yang semalam ia tak sadar jika Kevin telah membukanya, dengan tiba-tiba Kevin menarik pergelangan tangannya, “Mau ke mana?” tanya Kevin dengan mata yang masih terpejam.Kinan mencoba melepas cengkeraman tangan Kevin. “Aku harus pergi, Vin! Ini udah siang!”Kevin semakin mencengkeram kuat tangan gadis itu. “Layanin gue dulu sekali lagi!”“Semua udah selesai, Vin!”
Sesampai di tempat pemakaman, Kinan berlari menuju makam Ibunya. Suasana sudah sepi. Ia berdiri terdiam melihat makam Ayah dan Ibunya berdampingan. Air matanya terus mengalir. Kinan bergegas memeluk makam Ibunya dan menumpahkan semua perasaan sedih itu di sana.Keanu berjalan perlahan, ia tak berani mendekat bahkan melarang Kinan untuk berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Karena ia tau pasti berat sekali untuk Kinan menjalaninya.Hampir satu jam gadis itu menangis di atas makan Ibunya. Hari yang sudah mulai gelap memaksa Keanu untuk menyudahi kesedihan Kinan dan berusaha membujuk untuk segera pulang.“Matahari sebentar lagi tenggelam, ayo kita pulang!” Kinan berhenti menangis dan menoleh ke arah Keanu yang berjongkok di sampingnya.“Kamu pulang dulu sana! Lagian urusan kita udah selesai juga, ‘kan?” ketusnya dengan wajah cemberut.Keanu tersenyum setengah. “Siapa bilang?”Kinan mengerutkan muka mena
Pagi hari ini membuat Kinan tak bersemangat menjalani harinya. Ia masih terdiam di dalam kamar. Kenyataan ini bagaikan mimpi buruk. Sesekali ia tak mampu menampung air matanya mengingat Ibunya yang sudah tak lagi menemaninya.Kinan meraih dan menyalakan ponselnya untuk mencoba menghibur kesedihan ini. Pesan dari Keanu yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Dokter itu memberi alamat tempat di mana toko kue Mamanya pagi satu jam yang lalu.Gadis itu bangun dan bergegas pergi ke toko sepatu Aldo. Karena Kinan sudah menjual sepeda motor peninggalan Ayahnya, ia harus mencari angkutan umum menuju ke sana.Kinan melangkah pasti masuk ke dalam toko. Semua teman-temannya berbisik dan memandang sinis padanya. Kinan lupa menutupi tanda merah yang Kevin berikan kemarin, sehingga dilihat oleh teman-temannya di sana. “Lo, baru masuk, Kin?” sindir salah satu karyawan di sana.“Iya, Mas Aldo ada, ‘kan?”“Mobilnya ada, orang
Di ruangan Aldo, Kevin melihat temannya mondar-mandir dengan raut wajah cemas. “Kenapa, lo?” tanya Kevin yang membuat Aldo terlonjak.Aldo merengut kesal dan duduk di kursinya. “Tadi waktu lo ke sini, lihat Kinan, nggak?” tanya Aldo.Kevin mengerutkan kening dan duduk menatap Aldo. “Gue nggak lihat dia. Justru gue ke sini mau ketemu dia.”“Mau ngapain lagi, lo?” ketus Aldo.“Ya ... kemarin malam belum sepenuhnya selesai. Jadi, gue minta lagi rencananya malam ini,” jawab santai Kevin.“Gila lo, Vin!” Aldo berdiri dan berjalan melihat pemandangan luar dari jendelanya.“Kenapa?”Aldo sekarang menoleh ke arah Kevin. “Lo apain dia kemarin malam? Kenapa dia bisa nolak tawaran gue?” sungut Aldo. Kevin tertawa puas. Ada kebanggaan dalam dirinya, tak sia-sia ia menakuti dan mengancam Kinan kemarin malam. “Apa ada yang lucu?” gertak Aldo.
Kinan disambut ramah oleh Mama Keanu di toko kuenya. Aroma vanila yang menyebar di seluruh ruangan membuatnya nyaman dan betah berlama-lama di sini. Keanu sudah bercerita tentang Kinan pada Mamanya. Namun, wanita paruh baya itu seperti masih penasaran dan ingin lebih mengenal Kinan.Mama Keanu menyuruh Kinan duduk di ruangannya. Berjam-jam saat menunggu Mama Keanu datang tak membuat Kinan mengeluh. “Siapa namamu?” tanya wanita yang masih cantik di usianya yang tak muda itu pada Kinan.“Nama saya Kinan ... Kinanti Putri. Maaf saya tidak bawa surat lamaran, Bu! Dokter Keanu menyuruh saya untuk langsung datang ke sini.”Mama Keanu memberi senyum pada Kinan. “Iya nggak apa-apa kok. Kenalin nama saya Melinda.” Beliau mengulurkan tangannya pada Kinan.Kinan mengangguk dan langsung membalas uluran tangan beliau. “Iya, Bu Melinda.“Berapa usiamu, Nak?” tanya beliau dengan memiringkan kepala.&ldq
Keesokan harinya Kinan sudah bersiap dengan semua baju yang ia tata rapi di tas ranselnya. Semalam Kinan berpikir panjang, jika ia masih berada di rumah ini, Kevin akan terus datang mengganggunya lagi.Pagi-pagi sekali gadis itu pergi dari rumahnya. Ia mengunci pintunya rapat dan berlari kecil menghentikan angkutan umum yang melintas di depannya.Kinan tak mengetahui, jika Kevin mengikutinya. Laki-laki itu terus memantau Kinan sejak matahari belum menampakkan sinarnya dari dalam mobilnya.Kevin menyipitkan mata melihat Kinan turun dari angkutan umum dan masuk ke dalam sebuah toko kue yang lumayan mewah di daerah sini. Laki-laki perlahan-lahan mengikuti Kinan masuk ke dalam, tapi setengah jalan, ponselnya berbunyi.Ia berdecak kesal melihat Papanya sudah menelepon. “Halo, Pa!” gerutunya.“Kamu tau, pagi ini ada meeting? Kenapa belum sampai di kantor?” gertak Papanya yang refleks membuat tangannya menjauhkan ponsel itu dari te
“Bu-kan siapa-siapa, Dok!” jawab Kinan dengan menggaruk hidungnya yang sebenarnya tak gatal. Keanu mengangguk dan mencebikkan bibirnya. Laki-laki itu kemudian melirik ke arah Kinan. “Jangan panggil aku seperti itu! Ini ‘kan bukan rumah sakit!” Kinan memundurkan kepala seraya mengerutkan kening menatap Keanu. “Oh, iya, Pak!” “Kok, Pak?” Wajah Keanu menjadi merengut seketika. “Apa aku setua itu?” Kinan terkekeh seketika, “Lalu, aku harus memanggilmu apa?” “Apa aja!” “Apa?” Kinan semakin mengerutkan keningnya dalam. “Kamu itu lebih tua dari aku, kamu juga anak dari bos tempat aku bekerja, masak iya aku panggilnya dengan nama. Lagi pula, kamu juga punya adik ‘kan, seusiaku?” Keanu menghentikan mobilnya karena lampu lalu lintas berwarna merah. Ia memutar sedikit tubuhnya dan menatap Kinan dengan lengan tangan di atas setir mobilnya. “Kok kamu tau?” “Bu Melinda yang cerita,” jawab singkat Kinan. Wajah Keanu menjadi masam. Mer
“Siapa dia, Kin?” tanya Tesa dengan berbisik di telinganya. Kinan hanya menatap temannya itu tak menjawab sepatah kata pun. Ia keluar dari toko dan menggandeng tangan Kevin untuk ikut dengannya.“Tau dari mana, aku kerja di sini?” tanya Kinan dengan bersungut.“Nggak penting, yang penting gue tau di mana lo sekarang,” jawab Kevin dengan mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Kinan refleks menjauhkan wajahnya.“Terus, mau kamu apa nyari aku sampai sini?” Kinan merengut kesal. Rasanya sia-sia ia berusaha kabur dari rumah untuk menghindari laki-laki itu.“Ya ... kali aja terjadi sesuatu sama lo.”Kinan mengerutkan kening tak mengerti ucapan Kevin. “Maksudmu apa?”“Ya bisa aja ‘kan, lo hamil.” Mata Kinan membola mendengar ucapan Kevin. Kevin merangkul bahunya dan berbisik, “Lo inget nggak, malam itu kita nggak pakai pengaman?”Gadis itu men