Share

Rayuan

Hari sudah berganti. Kinan mencium tangan Ayahnya yang mengantar sekolah pagi ini. "Belajar yang rajin ya Nak! Ayah yakin, kelak kamu pasti jadi wanita hebat."

"Iya Yah. Ayah hati-hati di jalan, ya!"

"Ya sudah kamu masuk sana!" pinta Ayahnya karena bel sudah berbunyi. Kinan mengangguk lalu tiba-tiba saja ingin memeluk erat Ayahnya. Setelah ia puas memeluk Ayahnya, gadis itu berlari dan melambaikan tangannya beberapa kali. Laki-laki paruh baya itu membalasnya dengan senyuman.

Pagi ini suasana kelas terdengar begitu bising. Suara gelak tawa dari teman-teman Kinan yang sedang melepas canda tawa tidak begitu ia pedulikan. Gadis itu melangkahkan kaki cepat dan terus menundukkan kepala menuju bangkunya.

Alya yang sudah berada sejak tadi di sampingnya, melirik sejenak ke arah Kinan. Seruan Kinan untuk merahasiakan semua semalam sedikit membuat Alya kecewa. Menurut gadis itu, perbuatan Kevin tidak bisa begitu saja dibiarkan.

Lemparan kertas berbentuk pesawat mendarat sempurna tepat di depan mata Kinan. Ia menoleh ke arah Kevin yang seperti sengaja memamerkan lesung pipinya yang menggoda pada gadis itu.

Gue senang hari ini bisa ngelihat lo lagi.

Satu kalimat yang mampu sedikit mengoyahkan hati Kinan. Alya sengaja memanjangkan lehernya agar bisa ikut membaca pesan Kevin. Alya mencebikkan bibir dan melirik pada Kevin yang terus saja melempar senyum.

"Jangan lo lupain sama kesepakatan kita, Kin! Tau sendiri 'kan, Kevin nggak bersikap kayak gitu sama lo aja. Semua cewek dia gituin!" sindir Alya dengan berbisik di telinganya. Kinan hanya mengangguk dan meremas kertas itu, kemudian membuangnya. Kevin yang melihatnya hanya menyunggingkan bibir seolah sudah biasa dengan reaksinya.

Disaat jam istirahat, Kinan masih setia duduk di kursinya. Ajakan Alya ke kantin pun ia jawab dengan gelengan kepala. Ia fokus memandangi nilai ulangan matematika kemarin yang tidak begitu memuaskan. 

"Biasanya juga dapat segitu, 'kan?" sindir Alya. Kinan menoleh kemudian menatap kembali kertas itu.

 

"Gue ngerasa bersalah aja sama Ayah," jawabnya lirih.

 

"Tumben."

Kinan hanya terdiam. Kevin berjalan mendekatinya, kemudian duduk menghadap Kinan tepat di depan bangkunya. Kinan memundurkan kepala karena merasa malu diperhatikan teman sekelas yang sebagian masih ada di kelas. Ia menoleh ke arah kiri kanan, teman-temannya berbisik seolah sedang membicarakannya.

 

"Lo, nggak ke kantin?" tanya Kevin dengan mengangkat sebelah alisnya. Alya yang melihatnya memajukan bibir bawahnya kembali dan membuang muka. Sedangkan, Kinan hanya menggelengkan kepala lemas. "Mau gue beliim minum, atau makan?" Ia bertanya kembali.

 

"Yuk Kin, kita ke kantin!" ajak Alya kembali.

"Lo duluan aja Al! Gue masih kenyang."Alya menatap sinis Kevin lalu pergi meninggalkan mereka.

"Berapa nilai matematika lo kemarin?" Kevin terus menatap lekat gadis itu.

"Enam puluh, seperti biasanya," jawabnya lirih dan tidak bersemangat. Kevin menganggukkan kepalanya.

"Jadi, lo sedih hanya karena itu atau ada hal lain?"

"Memang apa urusan lo?"

"Ya kalau hanya karena nilai matematika, gue bisa bantu. Tapi, kalau karena masalah yang kemarin gue benar-benar nggak tau lagi apa yang  harus gue lakukan agar lo mau maafin gue!" Dia menjeda sejenak ucapannya. "Kinan, lo dengarin gue! Banyak kok, cewek yang udah nggak perawan lagi sebelum mereka nikah. Nggak cuma lo, jadi tenang aja! Semua jangan lo jadiin beban hidup!" ucapnya dengan terus memandang manik mata hitam Kinan.

 

"Gue jangan lo samain sama cewek yang lo maksud! Bagi gue ini penting, Vin!" tegasnya yang membuat Kevin menggaruk kepalanya yang tak gatal beberapa kali.

"Yang lo takutkan itu, apa?" tanyanya dengan mengerutkan dahi dalam.

"Jelasin ke laki-laki, yang kelak bakal jadi suami gue jika gue udah nggak perawan lagi!" Kevin mengembuskan napas gusar seraya memejamkan mata. Menurutnya, Kinan begitu terlalu berpikiran jauh tentang semua ini.

"Ya lo jujur aja sama suami lo kelak, kalau hilangnya keperawanan lo karena terjatuh, selesai! Mereka pasti terima. Lagi pula belum tentu juga mereka juga masih perjaka. Sudah lah Kinan! Lupakan masalah ini! Gue belikan minuman ya? Tunggu sini!" Kevin berlari keluar kelas tanpa persetujuan Kinan.

Tidak butuh waktu lama, ia kembali. Sambil membawa satu botol teh, ia menyerahkan minuman itu pada Kinan.

"Minum!" Kinan hanya terdiam menatapnya, "atau, mau gue bukain?" Kemudian Kevin membuka tutup botol itu.

Kinan meraih dan meneguknya. Laki-laki di depannya itu terus menarik garis lengkung bibirnya sembari memiringkan kepala menatap Kinan yang mulai salah tingkah.

Kinan bahkan kesulitan menelan saliva dan hanya bisa menunduk malu.

Tidak seperti biasa, ia kali ini tidak mampu menolak semua perhatian Kevin padanya.

"Kalau nggak ada yang mau sama gue, gimana?" tanya Kinan kembali pada Kevin.

"Lo cari gue!" Kevin meraih kedua tangan Kinan dan mengelus punggung jari lentik itu dengan ibu jarinya. Seketika hatinya luluh, ia begitu merasakan kesungguhan dalam diri Kevin tidak seperti yang biasanya. Gadis itu merasa, jika Kevin akan benar-benar bertanggung jawab atas semua ini.

Dalam hatinya ada ketenangan. Ditambah, perlakuan Kevin selama jam istirahat yang terus berusaha menemani dan menghiburnya. Seolah, ia sudah mengikhlaskan semua yang hilang dalam dirinya.

Alya yang tiba-tiba datang membuat Kinan terlonjak. Ia menelan paksa salivanya dan menyembunyikan kedua tangan yang sedari tadi dipegang Kevin. Alya berdehem, seolah menyindir mereka. Kinan menunduk malu, ia merasa bersalah karena hatinya semudah itu luluh dengan sikap Kevin.

"Sudah bel tuh! Masih pacaran aja!" sindir Alya dengan melempar bokongnya di kursi.

 

Kevin menyunggikan bibir atasnya dan berdiri dari kursi di depan Kinan. "Lo bawa motor, nggak?" tanya Kevin pada Kinan. Gadis itu hanya menggelengkan kepala, "nanti gue anterin pulang mau?" timpalnya lagi.

Hati Kinan seolah tidak ingin menolaknya, tapi ia tidak enak hati pada Alya. Kinan menoleh ke arah Alya seolah ingin teman sebangkunya itu memberi izin padanya agar menerima tawaran Kevin.

"Lah, kok malah lihatin gue?" Alya membuang muka kesal.

"I-iya boleh," jawab Kinan lirih dan ragu pada ajakan Kevin. Alya mengernyit. Kevin kembali ke bangkunya dengan perasaan bangga.

"Sedikit aja lo buka hati buat laki-laki kayak Kevin, siap-siap untuk sedia plester!" ucap Alya dengan mengambil buku pelajaran di tasnya menaruhnya di atas meja.

"Buat apa plester?"

"Ya buat nyambungin hati lo yang patah!" gertak Alya.

 

"Lo kira gue sebodoh itu, buka hati buat Kevin?" Kinan melirik ke arah Kevin yang sedang bercengkrama dengan teman sebangkunya.

"Kemungkinan besar itu ada, lihat mata lo! Begitu berbinar menatapnya. Kevin itu tampan, kaya, terkenal di sekolah, idola para cewek-cewek pula. Bisa aja lo nyerahin hati cuma-cuma untuknya!"

 

Kinan terkekeh kecil. "Gue masih ingat kesepakatan kita!"

Alya menganggukan kepalanya tiga kali seraya menunjuk wajah Kinan dengan telunjuknya. "Bagus. Semoga lo ingat terus akan hal itu! Dan ingat juga, kalau keperawanan lo hilang karena dia!"

Saat bel pulang berbunyi Alya langsung meraih tasnya dan memberi pesan pada sahabatnya, "Jangan mau di belokin! Asal lo tau ya, kemarin malam itu cowok juga ngerayu gue ke arah sana!" sindir Alya dengan mengerucutkan bibirnya.

Kinan terkekeh dengan menutupi mulutnya. "Kalau nggak belok nabrak dong!"

"Ye malah pura-pura polos!" Alya membuang muka dengan perasaan dongkol, "terserah lo deh!" Ia langsung pergi keluar kelas meninggalkan Kinan.

Setelah Alya pergi, Kevin mendekati Kinan. Ia menggeser kursi kosong dan duduk di dekatnya.

"Pulang nanti, apa sekarang?" tanyanya dengan jarak wajah yang begitu dekat dengan gadis itu. Hidung mancung Kevin begitu dekat dengan hidungnya. Pahatan rahang yang hampir sempurna ditambah tatapan mata elang yang dimiliki laki-laki itu membuat jantungnya semakin tidak kuat ingin berlari keluar dari sarangnya.

 

"Sekarang!"

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status