Kinan gugup dan berusaha menghindar dengan tangan sibuk mengambil tasnya.
"Ayo, nanti nyokap lo nyari!" ajak Kevin yang sekarang sudah bersiap dengan mengulurkan tangannya.Kinan berusaha tidak mengindahkan uluran tangan itu. Berjalan mendahului Kevin, tapi berharap dalam hati kecilnya jika laki-laki itu akan terus mengejarnya.Ia tiba-tiba menghentikan langkah, melihat sekelilingnya yang masih di penuhi siswa lain yang bersiap keluar sekolah untuk pulang."Ada apa?" tanya Kevin dengan wajah datar."Biar sepi dulu! Gue malu, boncengan sama lo!" Kevin tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya. Ia lalu mencebikkan bibir dan mengangguk-anggukan kepala. Kinan duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari mereka.Kevin pun mengikuti dan duduk di sebelahnya. "Kenapa, lo malu jalan sama gue?" tanya Kevin."Lo 'kan cowok popular di sekolah ini.""Gue, nggak ngerasa kayak gitu!"Kinan membuang muka seolah tidak percaya. "Lo ngerendah untuk meninggi, itu nggak akan mempan bagi gue. Gue beda sama cewek-cewek lain."Kevin mengangguk. "Ya ... sejak pertama gue ketemu sama lo, gue udah tau lo beda sama cewek lain. Itu yang gue suka dari lo!"Kinan kesulitan menelan salivanya dan memundurkan kepala, menatap sedikit menjauh raut wajah yang menurutnya tidak bercanda.Kevin menganggkat kedua alisnya seolah ingin Kinan merespons ucapan yang keluar dari mulutnya. Yang ada Kinan memberi senyum setengah dan membuang mukanya malu."Dari dulu sampai sekarang, sepertinya lo sama Alya kenapa benci banget ya sama gue?""Gue, nggak benci lo!"Daun kamboja yang jatuh diterpa angin tidak sengaja menempel di rambut Kinan. Kevin mengerutkan kening dan mencoba mengambil daun itu. Kinan menggedik malu."Kenapa rambut lo nggak pernah lo urai? Padahal bagus banget," tanyanya dengan memiringkan kepala."Gue nggak mau ribet aja, lagian itu bukan urusan lo!" Kinan berdiri dan melangkahkan kaki pelan karena ia merasa sekolah sudah sepi. Sesekali ia menoleh ke belakang. Kevin yang masih duduk dan memandanginya tak segera menyusul membuatnya mendengus kesal.Ia menghentikan langkah dan membalikkan badan. Menggeretakkan gigi-giginya dengan alis yang hampir menyatu. Kenapa laki-laki itu hanya tersenyum dan tidak mengikutinya?Kevin yang melihat reaksi Kinan kemudian berdiri dan berjalan menghampirinya. "Lo itu mau ngajak pulang bareng, nggak? Kalau nggak, gue bakal pulang sendiri!""Habisnya, lo ninggalin gue gitu aja!" Seolah tidak peka membuat Kinan semakin geram. Kevin menyunggingkan ujung bibir melirik gadis itu.Mereka berjalan beriringan layaknya sepasang kekasih. Rayuan Kevin seketika mampu membuat Kinan yang awalnya geram berubah menjadi nyaman. Bahkan, gadis itu terlihat mengulur waktu melangkahkan pelan kakinya menuju tempat parkir.Sambil melingkarkan helm di lengannya, Kevin bersiap untuk mengantar Kinan. Menaiki motor sportnya yang tampak begitu elegan, menambah kesan tampan pada dirinya. Aroma parfum maskulin juga menyeruak masuk dalam indera penciuman Kinan, membuat gadis itu tidak mampu untuk menahan melingkarkan kedua tangannya erat pada Kevin."Lo, pengen pulang cepat?" tanya Kevin yang kini pelan mengendalikan motornya."Terserah lo!""Kenapa cewek itu kalau ditanya selalu aja jawabnya terserah? Apa, nggak ada jawaban pasti?"Kinan mencebikkan bibirnya. "Memang, lo mau ngajak gue kemana?""Gue traktir makan mau, nggak?"Gadis itu terdiam sejenak, rasanya tidak ingin menolak tawaran Kevin. Namun, makan akan membutuhkan waktu lama, jika ia pulang terlambat pasti Ibunya marah. Terlebih lagi, bersama teman laki-lakinya."Nanti gue dimarahin nyokap," ucapnya lirih."Ya udah kapan-kapan aja gue traktir makan." Kinan mengangguk malu dan Kevin menambah kecepatan motornya.Setelah sampai di depan rumahnya. Kinan turun dari motor Kevin, ia keheranan dengan suasana rumahnya yang ramai. Bendera berwarna kuning yang berada tidak jauh dari ia berdiri semakin membuat suasana hatinya tidak karuan."Kinan yang sabar ya, Nak! Kami turut berduka atas meninggalnya Ayahmu!" ucap tetangganya dengan mengelus bahu Kinan."Apa?"Kinan menggelengkan kepala tidak percaya. Penglihatannya buram seketika, air mata itu tidak mampu tertampung terlalu lama. Jantungnya berdegup tidak beraturan. Gadis itu berlari ke dalam rumah untuk memastikan semua ini hanya kebohongan belaka.Melihat tangisan Ibunya semakin membuatnya percaya jika ini kenyataan, kenyataan pahit yang ada tepat di depan mata. Sosok Ayah yang sangat berpengaruh dalam hidupnya telah meninggalkannya untuk selamanya.Kakinya lemas seketika, ia hampir terjatuh dan Kevin menahannya. Ibunya langsung menoleh ke arahnya. Menyapu air mata dengan lengan baju kemudian memeluk Kinan erat."A-yah ... kenapa Ayah, Bu?" tanyanya dengan terisak. Ibunya melepas pelukan kemudian memegang kedua pipi Kinan. Rasanya sangat berat untuk mengungkapkan penyebab meninggal Ayahnya. "Ibu jawab! Bagaimana bisa Ayah meninggal? Bukankah, tadi pagi Ayah baik-baik saja? Kita berangkat bersama?" Ia mengguncang-guncangkan tubuh Ibunya."Ayahmu kecelakaan Kinan!" jawab salah satu tetangganya.Ia langsung reflek menutup mulutnya. "Bu, itu nggak bener 'kan?" Wanita paruh baya itu mengangguk lemas dengan laju air mata yang semakin deras.Kinan mendekati Ayahnya dan menumpahkan segala perasaannya. Air matanya seolah tidak pernah surut untuk menangisi kepergian laki-laki yang begitu berharga dalam hidupnya.Kesedihan di masa depan tanpa Ayahnya menjadi bayang-bayang yang sangat menakutkan. Seperti ada lubang menganga di dalam hatinya. Dunia terasa runtuh dan penuh dengan keputusasaan. Bagaimana ia akan melalui hidup ini hanya dengan Ibunya? Siapa yang akan melindungi dan memberi kekuatan untuknya?Kevin terus menemaninya sampai di makam. Bahkan, sampai suasana sepi karena awan hitam yang sudah berkumpul dan suara petir yang bersahutan. Ia juga tidak mengindahkan ucapan untuk segera pulang dari Ibunya.Rasanya masih tidak tega membiarkan Ayahnya sendiri. Kevin mengelus bahu Kinan mencoba memberi kekuatan untuk menghadapi cobaan hidupnya.
"Lo pulang aja, Vin! Ini udah sore, mau hujan. Pasti orangtua lo nyariin.""Gimana mungkin gue bisa biarin lo di sini sendiri? Ayo kita pulang bareng! Bokap lo pasti juga sedih ngelihat lo terus terpuruk, kasihan nyokap lo juga!" ucapnya dengan menyapu air mata yang masih mengalir di pipi Kinan.Kinan mendongak, ia akhirnya menurut karena suara gemuruh membuatnya sedikit ketakutan. Kevin terus berjalan merangkulnya sampai rumah.Dua minggu sepeninggal Ayahnya, hidup Kinan berubah. Tidak tampak lagi keceriaan yang tergambar pada wajahnya. Selalu menyendiri dan merenung jika tidak dihampiri temannya. Hampa, ia benar-benar kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya.Sebelum berangkat sekolah, sekarang ia membantu Ibunya. Menitipkan nasi bungkus dan berbagai macam kue di setiap warung yang tidak jauh dengan rumahnya. Tidak ada pemasukan, membuat mereka harus berputar otak mencari penghasilan.Kinan duduk termenung di bangkunya menunggu pelajaran dimulai. Alya yang sudah sedari tadi di sampingnya seperti tidak ia hiraukan."Udahan sedihnya! Kasian Ayah lo juga, Kin!" Alya mengelus bahu Kinan. Kinan memberikan senyum paksa seraya memandang sahabatnya. Ia menggangguk dan mencoba mengiyakan. Walaupun sulit, tapi ia terus berusaha kuat menjalani hidup ini hanya dengan Ibunya saja.Saat bel istirahat berbunyi, Kinan juga tidak pergi ke kantin. Ia merasa san
Kinan melirik tajam ke arah Kevin dan teman wanitanya. "Kayaknya, nanti malam gue nggak bisa! Lupain aja janji lo itu!" Kinan menggandeng tangan Alya keluar dari kelas. Ini sangat menyakitkan bagi perasaannya.Mereka melangkahkan kaki lebar menuju tempat parkir. Alya tersenyum semringah melihat sahabatnya sadar akan keburukan Kevin. Mereka jalan bergandengan mengambil motor Alya."Nah gitu dong, Kin! Jangan gampang kegoda sama cowok suka nemplok sana sini kayak Kevin!" sindir Alya yang kini sudah mengendari motor dan memboncengnya."Gue itu nggak kegoda, cuma ngerespons. Akhir-akhir ini dia baik banget. Dia selalu ngehibur, nemenin gue ....""Dan lo, nyaman sama itu semua, 'kan? Akhirnya, lo naruh hati sama kebaikannya," sambar Alya. Kinan berdecak kesal. "Dia itu ngelakuin kayak gitu, nggak cuma sama lo, Kin! Tapi, hampir semua cewek," lanjutnya lagi.Kinan hanya terdiam dengan wajah cemberut. Ia tau kenyataan itu. Ingin sekali menutup rapat
"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya!" pesan Ibunya. Pipi Kinan bersemu melihat Kevin yang meliriknya. Gadis itu melempar pandangannya ke dalam rumah."Pasti dong Tante, ya udah aku pulang dulu!" pamitnya."Nggak masuk dulu!" Ibunya menunjuk dalam rumah.Kevin menggelengkan kepala. "Nanti malam saja Tante, tadi udah ngobrol sebentar sama Kinan di pinggir jalan!" Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum.Kinan terus memandangi wajah tampan itu sebelum Kevin masuk dalam mobilnya. Ia terus melempar senyum sampai mobil Kevin keluar dari halaman rumahnya."Hust!" Ibunya mengagetkannya. "Kamu suka sama dia?""Apaan sih, Bu?" Kinan langsung masuk dalam rumah karena malu."Dari matamu nggak bisa bohong. Kamu suka sama Kevin? Dia anak baik dari pertama bertemu dulu. Ibu suka, dia sopan juga."Kinan berjalan menuju dapur dan diikuti Ibunya. "Ibu belum kenal dia aja. Dia anak orang kaya. Pemilik yayasan. Nggak pantas aja Kinan bersandi
Hembusan napas Kevin semakin terasa di wajah Kinan. Begitu dekat jarak wajah mereka membuat Kinan pasrah. Ia memejamkan kelopak matanya kuat."Gue, suka bibir lo, indah!" Perlahan-lahan Kinan membuka matanya dan Kevin posisi Kevin masih tetap sama. Gadis itu menipiskan bibirnya malu."Ma-makasih!" ucapnya dengan terbata-bata.Kevin menyelipkan anak rambut panjang Kinan yang terurai di telinga gadis itu. "Lo tau, gue suka cewek kayak lo."Kinan mengerutkan kening tidak percaya. "Me-mang, gue kenapa?""Lo, apa adanya."Kinan membuang muka dan memberi senyum setengah. Ia seperti tidak ingin percaya dengan ucapan yang keluar dari laki-laki di hadapannya ini. Namun, ia juga tidak bisa menolak hatinya yang berbunga-bunga."Vin ...!"Laki-laki itu berdehem. "Lo, jangan bilang sama Alya, ya! Kalau kita ... jalan berdua kayak gini. Gu-gue, nggak mau aja dia marah. Lo tau sendiri 'kan, Alya nganggep lo mempermainkan gue!""Gue kel
Semenjak ciuman yang diberikan Kevin pada Kinan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat. Kevin lebih sering menghabiskan waktu istirahat dan pulang sekolah bersamanya. Namun, mereka masih merahasiakan kedekatan mereka dari Alya. Bersikap seolah-olah dingin di depan sahabatnya itu setiap kali bertemu sebenarnya membuat Kinan tak enak hati. Ia seperti membohongi Alya, tapi kenyamanan saat bersama Kevin juga ia butuhkan sampai sekarang.Saat mereka pulang bersama, dari arah berlawanan tampak Rivan, teman kelas sebelah dengan wajah geram melangkahkan kaki lebar mendekati mereka. Kinan menjerit saat tonjokan keras Rivan lemparkan ke wajah Kevin dan membuat laki-laki yang dekat dengannya itu jatuh tersungkur. Ini membuat Kinan tidak bisa berdiam diri, menyaksikan Rivan yang mencengkeram kerah baju Kevin dan akan memukulnya lagi."Berhenti, Van! Lo, apa-apaan sih?" teriak Kinan yang mendorong Rivan menjauhi Kevin.“Gue tau lo siapa, Vin. Tapi jangan sesuka ha
“Lo kenapa seharian ngejauhin gue? Gue juga beberapa kali ngirim pesan, tapi nggak lo balas." Kinan membuang muka geramnya. Ia mengusap gusar bibirnya jika mengingat ciumannya dulu bersama Kevin. Begitu menjijikannya bibir laki-laki itu tidak hanya menyentuh bibirnya saja."Lo itu jahat, Vin!" teriak Kinan yang diikuti isak tangis. "Jadi selama ini lo deketin gue, cuma untuk manfaatin gue?" tanya gadis itu dengan mengangkat kedua alis.Kevin mengerutkan kening seolah bingung dengan ucapan Kinan. "Manfaatin, apa maksud lo?"Kinan menyapu air matanya dengan cepat. Ia seperti tak ingin menangis di depan laki-laki seperti Kevin. "Gue bodoh, memang bodoh. Tapi, gue nggak akan lagi tertipu sama sikap lo. Mulai sekarang
Hari berganti begitu cepat. Keinginan Kinan untuk melepas seragam dan membantu Ibunya mencari uang akan segera terwujud. Ujian berjalan dengan baik. Walaupun nilai yang didapat gadis itu tak sempurna, tapi ia puas akan usaha maksimal yang diraihnya. Kevin benar-benar menjauhi Kinan, begitu pula sebaliknya. Semua menjadi dingin. Tak ada tegur sapa. Kevin tak berubah. Ia masih saja mendekati teman wanita lain tanpa memusingkan status hubungannya. Itu yang membuat Kinan harus yakin menutup rapat pintu hatinya. Namun, apa ia bisa semudah itu? Jika setiap malam ia masih terus memikirkannya. "Nanti kita rayain kelulusan bareng, ya!" ajak Alya yang kini berjalan berdampingan dengan Kinan menuju tempat parkir. Sahabat Kinan itu memutuskan untuk kuliah di luar kota, pasti akan membuatnya rindu kebersamaan mereka selama ini. "Berdua aja?" "Sama cowok gue. Kita 'kan bakal jarang ketemu, ya?" rengek Alya dengan wajah memelas. Kinan memundurkan kepal
Ini adalah hari terakhir bagi Kinan dan semua siswa kelas dua belas. Hari perpisahan yang dihadiri oleh para wali murid juga di sebuah gedung sekolah ini. Dengan memakai kebaya berwarna abu-abu ditambah riasan wajah membuat Kinan sangat cantik. Semua tertegun padanya. Pasalnya, baru sekarang gadis itu tampil dengan begitu anggunnya. Tak terkecuali dengan Kevin yang mata elangnya terus tertuju pada Kinan. Alya dan Kinan tampak bersenda gurau dengan penampilan mereka. Ini juga hari di mana mereka akan berpisah. Menikmati waktu sembari berfoto bersama tak mereka lupakan begitu saja. Kinan yang merasa diawasi Kevin seketika dirinya canggung. Ia menarik Alya menjauh dari tempat di mana mereka berdiri dan duduk di tempat duduk yang disediakan. "Kenapa?" tanya Alya keheranan. Kinan menoleh ke arah Kevin yang ternyata masih memperhatikannya. Alya pun ikut menoleh. "Oh ... jadi lo gugup diawasi buaya itu? Takut diterkam? Atau takut masuk lubangnya lagi? Ngomong-ngomon