Pagi ini, Kevin terus memandangi bangku Kinan yang kosong. Alasan tidak masuk sekolah karena sakit semakin membuat penyesalan dalam dirinya bertambah besar. Rasa takut dan khawatir terlukis jelas di wajah tampannya.
Ia melayangkan pertanyaaan pada Alya, "Al ... Kinan sakit apa?"Alya mengangkat kedua bahu kemudian menurunkannya. "Dari kemarin dia udah kelihatan sakit. Bukannya, terakhir sama lo? Jangan-jangan Kinan sakit gara-gara lo takutin kucing!" tuduh Alya. Kevin memberi senyum setengah dan mengalihkan pandangannya tanpa menjawab pertanyaan Alya.Saat waktu istirahat tiba, Kevin mencoba mengambil ponselnya dan menghubungi Kinan. Sudah dua panggilan ia tunggu, tapi tidak ada jawaban. Apa separah itu keadaannya?Ia melangkahkan kaki lebar pergi ke kantin mencari Alya, berniat mengajak gadis itu untuk menjenguk Kinan. Ia merasa tidak enak hati saja jika menjenguk sendiri."Hai Vin! Mau ke kantin ya?" Gadis cantik bernama Diva tiba-tiba mengandeng tangannya. Kevin membiarkan tangan itu karena ia terbiasa atas perlakuan setiap teman wanita yang mendekati atau ia dekati langsung merespons sama. Kevin mengangguk dan tersenyum manis pada gadis yang lumayan terkenal di sekolahnya itu. "Malam nanti lo ada acara, nggak?" tanyanya pada Kevin yang terkesan berjalan terburu-buru."Memang kenapa?" Kevin berhenti dan menatap lekat Diva. Ia memiringkan kepalanya seraya mengerutkan dahi. Tatapan mata elang itu mampu seketika membuat Diva gugup. Gadis itu menggigiti bibir bawah tak berani menatap kembali Kevin."Gu-gue, enggak ada teman. Lo mau teminin gue jalan-jalan?" tanyanya malu dan terbata-bata.Alya yang kebetulan lewat di depan mereka mengingatkan Kevin akan Kinan. Tanpa menjawab pertanyaan Diva, ia langsung menghentikan Alya dengan menghadangnya."Al ... lo nanti malam ada acara, nggak?" Pertanyaan Kevin sontak membuat Diva sakit hati. Gadis itu mengerutkan muka sembari mengepalkan tangannya."Vin, gue yang ngajak lo duluan, kenapa lo malah ngajak Alya jalan?" gertak Diva dengan bersedekap dan membuang muka.Alya yang ada di sana memandang sinis mereka dan langsung melanjutkan langkahnya kembali menuju kelas tanpa memedulikan mereka."Gimana kalau jalannya besok lusa aja, Div? Gue nanti malam jalan dulu sama Alya, ya? Ada hal penting yang harus gue lakukan sama dia?" rayu Kevin dengan mengangkat kedua alis.Diva merengut kesal. Ia tidak terima atas keputusan Kevin. "Cantikan gue 'kan dari pada Alya? Kenapa lo malah pilih jalan sama dia?""Semua wanita di dunia ini cantik, lo cantik, Alya cantik semua cantik. Tapi, nanti malam gue ada urusan penting sama Alya. Lo lusa aja ya!" ucap Kevin dengan mengelus pundak Diva. Kemudian ia berlari mengejar Alya yang tertinggal jauh darinya. Diva terus ternganga melihat Kevin."Al temani gue nanti malam mau 'kan?" Kevin berjalan mundur di depan Alya yang di saksikan teman-temannya yang berlalu lalang saat itu. Alya mengerutkan kening melihat tingkahnya. Selama sekolah di sini, baru kali ini Kevin menggodanya. "Gue bukan cewek murahan ya Vin!" ketusnya. Alya sangat dingin dengannya. Kinan dan Alya dari dulu sudah bersepakat untuk tidak mengindahkan rayuan Kevin."Ye ... siapa juga yang bilang? Gue nggak ngajak lo kencan. Cuma mau ngajak ke rumah Kinan."
Gadis itu menghentikan langkahnya dan menatap Kevin. "Untuk apa?""Ya jenguk Kinan lah.""Tumben?" Ia menjeda pertanyaannya. "Lo jangan coba-coba manfaatin Kinan seperti cewek-cewek lain ya, Vin! Gue enggak terima, dia teman baik gue!" ancam Alya. Kerutan dahi dalam tampak jelas di sana."Gue cuma khawatir. Siapa juga yang nyakitin?" Alya memicingkan mata. "Apa kelihatan banget ya gue suka nyakitin cewek? Gue nggak mungkin setega itu."Alya memajukan bibir bawahnya. "Perasaan lo enggak nyakitin, tapi buktinya mereka ngerasa tersakiti. Terlalu ngebuat cewek naruh harapan besar, terus saat mereka melayang seenak jidat lo, lo tinggal gitu aja? Cowok kayak lo belum kena azab pedihnya."
Kevin memundurkan kepala dan memelototkan mata pada Alya. Ia belum sadar akan semua ucapan Alya. Baginya, semua sikap yang ia lakukan selama ini baik-baik saja."Maksud lo apaan sih, Al?" Alya mempercepat langkahnya menghindari rayuan Kevin yang jika ia tanggapi semakin menjadi. "Al ... gue serius. Anterin gue ke rumah Kinan! Dia sakit gara-gara gue," teriaknya yang seketika membuat langkah Alya terhenti."Jadi, benar Kinan sakit gara-gara lo?""Ya makanya, antar gue ke rumahnya! Memang lo, nggak mau jenguk dia? Enggak kasihan sama dia?" rayu Kevin dengan mendekatkan wajahnya pada Alya.Gadis itu mendorong bahunya agar menjauh darinya. "Enggak usah dekat-dekat!"Kevin terkekeh-kekeh. "Jadi gimana?""Iya, nanti gue anter.""Nanti gue jemput ya?" Kevin menawarkan dirinya."Enggak perlu, gue bawa motor sendiri. Nanti malah jadi fitnah lagi," jawab Alya dengan membuang muka."Memang, lo enggak mau difitnah sama gue?""Ogah." Alya berjalan pergi masuk ke kelasnya. Kevin sengaja duduk di bangku kosong Kinan sebelah Alya. "Lo ngapain duduk di sini?" teriak Alya yang menjadi sorotan teman sekelasnya."Oh ... enggak boleh ya?""Vin lo duduk sama gue saja! Alya itu sok jual mahal," sahut Sisca yang duduk sendiri."Tunggu gue!" teriak Kevin yang kini berdiri. Alya mengernyit melihat tingkahnya. "Nanti jam tujuh malam gue kerumah lo ya Al! Tunggu gue juga!" serunya dengan menoleh ke arah Alya dengan cengengesan."Dibilangin nggak usah jemput!" gerutu Alya lirih karena guru fisika mereka sudah datang. Sepetinya percuma menolak laki-laki itu.
*** Suara motor sport Kevin terdengar datang di depan rumah Alya. Gadis itu membuka pintu dan bersiap ke rumah Kinan bersamanya. Ia sengaja membawa motor sendiri karena takut ketahuan pacarnya berboncengan dengan laki-laki lain. "Lo nebeng gue aja!" pinta Kevin. "Ogah. Nanti lo belokin ke semak-semak lagi!" jawab Alya dengan menyalakan motor matic berwarna merahnya. Kevin terkekeh mendengar semua ucapan yang keluar dari mulut temannya itu. Ia berjalan pelan di belakang motor Alya.Sesampainya di rumah Kinan, mereka mengetuk pintu dan mengucap salam. Ibu Kinan menyuruh mereka masuk."Kinannya ada Tante?" tanya Alya."Ada di kamarnya. Ini yang kemarin nganter Kinan 'kan?" tunjuk Ibunya pada Kevin.Kevin mengangguk sopan. "Iya Tante.""Pacarnya Kinan?""Bukan Tante," sambar Alya, "cuma teman sekelas."
Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum. Ia mempersilahkan masuk mereka ke kamar Kinan."Kinan ada temanmu nih!" teriak Ibunya dari balik pintu."Bagaimana keadaannya Tante?" tanya Kevin yang penasaran sejak kemarin."Dia kalau lagi sakit kebiasaan ngurung diri di kamar terus. Disuruh makan enggak mau, disuruh ke dokter juga susah!" Ibunya mendesah lemas.Kinan membuka pintu kamarnya. Matanya terbuka sempurna melihat Kevin ada di depan mata. Hanya dengan memakai celana pendek sepaha dan kaus tipis membuatnya kembali menutup pintu kamarnya."Tunggu bentar, gue ganti baju dulu!" teriaknya dengan menahan malu."Rupanya dia sudah baik-baik saja! Dari tadi siang nggak mau makan," ucap Ibunya.Kevin dan Alya menunggu di ruang tamu. Dua gelas sirup juga disiapkan Ibunya untuk menemani mereka.
Kinan keluar kamar dengan pakaian rumahannya yang lumayan tidak terbuka seperti tadi. Mata Kevin yang terus menatapnya tajam membuatnya sedikit menundukan pandangan. Ia duduk tepat di depan Kevin."Gimana keadaan lo, Kin?" tanya Kevin dengan memamerkan lesung pipinya.Kinan meremas tangannya. "Lumayan, mau apa lo ke sini?" gertaknya untuk menghindari perasaan aneh yang sering muncul setiap Kevin memandangnya."Galak banget.""Ya itu semua 'kan gara-gara lo juga Vin!" sambar Alya dengan bibir mengerucut, "udah tau Kinan phobia kucing, masih nekat ditakutin!" Kevin langsung membungkam mulut Alya. Gadis itu mencoba melepaskan diri dengan menggigit tangan Kevin sampai laki-laki itu mengaduh. "Lo, nggak tau apa yang sebenarnya terjadi!" bisik Kevin.Alya mengerutkan muka dan merapikan bajunya. "Memang dia ngapain lo Kin?" teriak Alya."Jangan keras-keras!" Kevin memelototkan matanya ke arah Alya, "jadi, lo udah nggak apa-apa 'kan?" tanya Kevin pada Kinan. Gadis itu melempar pandangannya ke luar rumah. Ia juga tidak tau keadaannya sekarang bagaimana, yang pasti darah itu keluar semakin deras seperti sedang menstruasi. Kinan tidak berani menceritakan itu semua pada orang lain.
"Tadi kenapa gue telepon nggak diangkat? Gue khawatir sama keadaan lo!"Kinan berdecak. "Gue tadi lagi tidur," jawabnya asal. Kevin mencebikan bibir tidak percaya. Gadis itu sebenarnya sedang menghindari Kevin dengan tidak mengangkat teleponnya."Tapi, besok masuk 'kan?""Ya nggak tau juga." Kinan menyangga kepala dengan tangan kanannya."Masih perih dan berdarah, nggak?"Alya yang tidak sengaja mendengar melebarkan matanya. "Me-memang kalian kemarin habis ngapain?" tanyanya gugup. Isi otaknya sudah tidak mampu berpikir positif lagi."Menurut lo?" tanya Kevin kembali. Alya menjauhkan kepalanya dari Kevin. Tetesan air mata Kinan sebelum pulang juga menambah tidak jernih lagi pikirannya.
"Kinan lo sama Kevin ...." Alya menunjuk Kevin. Ia tak sanggup meneruskan kata-katanya. "Kurang ajar lo Vin! Lo apain Kinan?" Kevin memukul bahu Kevin keras, hingga mengaduh kembali."Gue, nggak ngapa-ngapain dia," sangkalnya."Gue udah nggak perawan lagi Al," ucap Kinan dengan menundukan pandangan. Alya ternganga mendengarnya. Ia menggelengkan kepala tidak percaya."Kevin yang udah merenggutnya?" tanyanya lirih agar Ibu Kinan tidak mendengar. Kinan menganggukan kepalanya. "Gue nggak nyangka, lo setega itu Vin!" tuduh Alya."Gue nggak sengaja Al!" Alya mengira Kevin telah memerkosa sahabatnya itu."Jahat lo Vin! Kenapa harus Kinan? Kenapa, nggak cewek lain?" "Hah!""Sudahlah Al! Gue harap lo rahasiain ini semua! Jangan sampai ada orang tau!" pinta Kinan dengan menunduk sedih."Orangtua lo harus tau Kin! Laki-laki seperti Kevin ini harus diberi pelajaran. Berani-beraninya berbuat senonoh di sekolah. Apa karena lo pemilik yayasan?" "Eh."Hari sudah berganti. Kinan mencium tangan Ayahnya yang mengantar sekolah pagi ini. "Belajar yang rajin ya Nak! Ayah yakin, kelak kamu pasti jadi wanita hebat.""Iya Yah. Ayah hati-hati di jalan, ya!""Ya sudah kamu masuk sana!" pinta Ayahnya karena bel sudah berbunyi. Kinan mengangguk lalu tiba-tiba saja ingin memeluk erat Ayahnya. Setelah ia puas memeluk Ayahnya, gadis itu berlari dan melambaikan tangannya beberapa kali. Laki-laki paruh baya itu membalasnya dengan senyuman.Pagi ini suasana kelas terdengar begitu bising. Suara gelak tawa dari teman-teman Kinan yang sedang melepas canda tawa tidak begitu ia pedulikan. Gadis itu melangkahkan kaki cepat dan terus menundukkan kepala menuju bangkunya.Alya yang sudah berada sejak tadi di sampingnya, melirik sejenak ke arah Kinan. Seruan Kinan untuk merahasiakan semua semalam sedikit membuat Alya kecewa. Menurut gadis itu, perbuatan Kevin tidak bisa begitu saja dibiarkan.L
Kinan gugup dan berusaha menghindar dengan tangan sibuk mengambil tasnya."Ayo, nanti nyokap lo nyari!" ajak Kevin yang sekarang sudah bersiap dengan mengulurkan tangannya.Kinan berusaha tidak mengindahkan uluran tangan itu. Berjalan mendahului Kevin, tapi berharap dalam hati kecilnya jika laki-laki itu akan terus mengejarnya.Ia tiba-tiba menghentikan langkah, melihat sekelilingnya yang masih di penuhi siswa lain yang bersiap keluar sekolah untuk pulang."Ada apa?" tanya Kevin dengan wajah datar."Biar sepi dulu! Gue malu, boncengan sama lo!" Kevin tertawa kecil seraya menggaruk kepalanya. Ia lalu mencebikkan bibir dan mengangguk-anggukan kepala. Kinan duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari mereka.Kevin pun mengikuti dan duduk di sebelahnya. "Kenapa, lo malu jalan sama gue?" tanya Kevin."Lo 'kan cowok popular di sekolah ini.""Gue, nggak ngerasa kayak gitu!"Kinan mem
Dua minggu sepeninggal Ayahnya, hidup Kinan berubah. Tidak tampak lagi keceriaan yang tergambar pada wajahnya. Selalu menyendiri dan merenung jika tidak dihampiri temannya. Hampa, ia benar-benar kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya.Sebelum berangkat sekolah, sekarang ia membantu Ibunya. Menitipkan nasi bungkus dan berbagai macam kue di setiap warung yang tidak jauh dengan rumahnya. Tidak ada pemasukan, membuat mereka harus berputar otak mencari penghasilan.Kinan duduk termenung di bangkunya menunggu pelajaran dimulai. Alya yang sudah sedari tadi di sampingnya seperti tidak ia hiraukan."Udahan sedihnya! Kasian Ayah lo juga, Kin!" Alya mengelus bahu Kinan. Kinan memberikan senyum paksa seraya memandang sahabatnya. Ia menggangguk dan mencoba mengiyakan. Walaupun sulit, tapi ia terus berusaha kuat menjalani hidup ini hanya dengan Ibunya saja.Saat bel istirahat berbunyi, Kinan juga tidak pergi ke kantin. Ia merasa san
Kinan melirik tajam ke arah Kevin dan teman wanitanya. "Kayaknya, nanti malam gue nggak bisa! Lupain aja janji lo itu!" Kinan menggandeng tangan Alya keluar dari kelas. Ini sangat menyakitkan bagi perasaannya.Mereka melangkahkan kaki lebar menuju tempat parkir. Alya tersenyum semringah melihat sahabatnya sadar akan keburukan Kevin. Mereka jalan bergandengan mengambil motor Alya."Nah gitu dong, Kin! Jangan gampang kegoda sama cowok suka nemplok sana sini kayak Kevin!" sindir Alya yang kini sudah mengendari motor dan memboncengnya."Gue itu nggak kegoda, cuma ngerespons. Akhir-akhir ini dia baik banget. Dia selalu ngehibur, nemenin gue ....""Dan lo, nyaman sama itu semua, 'kan? Akhirnya, lo naruh hati sama kebaikannya," sambar Alya. Kinan berdecak kesal. "Dia itu ngelakuin kayak gitu, nggak cuma sama lo, Kin! Tapi, hampir semua cewek," lanjutnya lagi.Kinan hanya terdiam dengan wajah cemberut. Ia tau kenyataan itu. Ingin sekali menutup rapat
"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya!" pesan Ibunya. Pipi Kinan bersemu melihat Kevin yang meliriknya. Gadis itu melempar pandangannya ke dalam rumah."Pasti dong Tante, ya udah aku pulang dulu!" pamitnya."Nggak masuk dulu!" Ibunya menunjuk dalam rumah.Kevin menggelengkan kepala. "Nanti malam saja Tante, tadi udah ngobrol sebentar sama Kinan di pinggir jalan!" Ibu Kinan mengangguk dan tersenyum.Kinan terus memandangi wajah tampan itu sebelum Kevin masuk dalam mobilnya. Ia terus melempar senyum sampai mobil Kevin keluar dari halaman rumahnya."Hust!" Ibunya mengagetkannya. "Kamu suka sama dia?""Apaan sih, Bu?" Kinan langsung masuk dalam rumah karena malu."Dari matamu nggak bisa bohong. Kamu suka sama Kevin? Dia anak baik dari pertama bertemu dulu. Ibu suka, dia sopan juga."Kinan berjalan menuju dapur dan diikuti Ibunya. "Ibu belum kenal dia aja. Dia anak orang kaya. Pemilik yayasan. Nggak pantas aja Kinan bersandi
Hembusan napas Kevin semakin terasa di wajah Kinan. Begitu dekat jarak wajah mereka membuat Kinan pasrah. Ia memejamkan kelopak matanya kuat."Gue, suka bibir lo, indah!" Perlahan-lahan Kinan membuka matanya dan Kevin posisi Kevin masih tetap sama. Gadis itu menipiskan bibirnya malu."Ma-makasih!" ucapnya dengan terbata-bata.Kevin menyelipkan anak rambut panjang Kinan yang terurai di telinga gadis itu. "Lo tau, gue suka cewek kayak lo."Kinan mengerutkan kening tidak percaya. "Me-mang, gue kenapa?""Lo, apa adanya."Kinan membuang muka dan memberi senyum setengah. Ia seperti tidak ingin percaya dengan ucapan yang keluar dari laki-laki di hadapannya ini. Namun, ia juga tidak bisa menolak hatinya yang berbunga-bunga."Vin ...!"Laki-laki itu berdehem. "Lo, jangan bilang sama Alya, ya! Kalau kita ... jalan berdua kayak gini. Gu-gue, nggak mau aja dia marah. Lo tau sendiri 'kan, Alya nganggep lo mempermainkan gue!""Gue kel
Semenjak ciuman yang diberikan Kevin pada Kinan, hubungan mereka semakin lama semakin dekat. Kevin lebih sering menghabiskan waktu istirahat dan pulang sekolah bersamanya. Namun, mereka masih merahasiakan kedekatan mereka dari Alya. Bersikap seolah-olah dingin di depan sahabatnya itu setiap kali bertemu sebenarnya membuat Kinan tak enak hati. Ia seperti membohongi Alya, tapi kenyamanan saat bersama Kevin juga ia butuhkan sampai sekarang.Saat mereka pulang bersama, dari arah berlawanan tampak Rivan, teman kelas sebelah dengan wajah geram melangkahkan kaki lebar mendekati mereka. Kinan menjerit saat tonjokan keras Rivan lemparkan ke wajah Kevin dan membuat laki-laki yang dekat dengannya itu jatuh tersungkur. Ini membuat Kinan tidak bisa berdiam diri, menyaksikan Rivan yang mencengkeram kerah baju Kevin dan akan memukulnya lagi."Berhenti, Van! Lo, apa-apaan sih?" teriak Kinan yang mendorong Rivan menjauhi Kevin.“Gue tau lo siapa, Vin. Tapi jangan sesuka ha
“Lo kenapa seharian ngejauhin gue? Gue juga beberapa kali ngirim pesan, tapi nggak lo balas." Kinan membuang muka geramnya. Ia mengusap gusar bibirnya jika mengingat ciumannya dulu bersama Kevin. Begitu menjijikannya bibir laki-laki itu tidak hanya menyentuh bibirnya saja."Lo itu jahat, Vin!" teriak Kinan yang diikuti isak tangis. "Jadi selama ini lo deketin gue, cuma untuk manfaatin gue?" tanya gadis itu dengan mengangkat kedua alis.Kevin mengerutkan kening seolah bingung dengan ucapan Kinan. "Manfaatin, apa maksud lo?"Kinan menyapu air matanya dengan cepat. Ia seperti tak ingin menangis di depan laki-laki seperti Kevin. "Gue bodoh, memang bodoh. Tapi, gue nggak akan lagi tertipu sama sikap lo. Mulai sekarang