Beranda / Romansa / Aku Pergi, Mas / 4. Kejadian Tak Terduga

Share

4. Kejadian Tak Terduga

Penulis: p.hara
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-11 21:54:30

Sesaat setelah kepergian Elif dari ruangannya, Ammar melirik dengan perasaan senang ke arah pintu yang mulai kembali terbuka. Namun, hatinya kembali menciut saat seseorang yang berbeda dengan yang terlintas di pikirannya muncul di baliknya.

"Hai Sayang, kamu kok kayak nggak semangat gitu lihat aku datang?"

"Heum."

Tadinya, Ammar mengira Elif yang kembali untuk mengambil cincin pernikahan. Namun, kepercayaan diri Ammar seketika runtuh ketika wanita seksi bernama Rani yang menghampiri. Ternyata, dugaan laki-laki itu tentang Elif yang sangat cepat mengambil keputusan untuk pulang bersamanya, salah besar.

"Apa karena perempuan itu, kamu mengabaikanku sekarang?" tanya Rani setelah mendaratkan tubuh ke atas meja kerja Ammar.

"Perempuan yang mana?" Ammar pura-pura tidak tahu ke mana arah pembicaraan kekasihnya.

"Elif"

"Tidak. Turunlah, ini membuat pekerjaanku terganggu!"

"Kamu aneh hari ini. Biasanya malah selalu menyuruhku duduk di depanmu seperti ini."

Rani melongos, dan berjalan dengan menghentakkan kakinya menuju sofa. Sedangkan, Ammar tidak peduli dan memilih kembali fokus pada layar laptopnya.

Entahlah, sejak Elif tak lagi berada di balik ruangan berdinding kaca di seberang sana, laki-laki itu merasa ada yang hilang. Padahal, belum genap sehari wanita yang sering Ammar sebut miskin itu tak terjangkau penglihatannya.

Rani yang sedang kesal karena perubahan kekasihnya, memilih berselancar di media sosial. Dalam hati, ia berani mengutuk Elif Sabrina. Menantu kesayangan pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

Ada yang aneh hari ini. Maksudnya, tentang Ammar yang mengusir Rani dari mejanya. Padahal, kemarin-kemarin laki-laki itu yang antusias menyuruh Rani duduk di atas meja dengan posisi menantang untuk diperlihatkan pada istrinya yang berada di balik dinding kaca di seberang sana.

"Kamu tidak bekerja?" tanya Ammar tanpa mengalihkan pandangan dari layar monitor. Seperti sedang sibuk sekali, padahal pikirannya sedang tertuju pada satu wanita.

Rani menoleh, bingung, "Maksud kamu?"

"Maksudnya, apa para staf tidak punya pekerjaan hari ini?"

Seketika wanita itu tampak kikuk, tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa. Baginya, Ammar benar-benar sangat menyebalkan sekarang.

"Eum. A—da, kok."

"Terus, kenapa kamu masih di sini?"

"Maksud kamu apa, sih? Kamu mengusirku? Bukannya, kamu yang selalu menyuruhku untuk datang ke ruangan ini setiap hari?!" sergah Rani dengan kesal. Ammar benar-benar menyebalkan, menurutnya.

"Hari ini aku sedang sibuk dan tidak ingin diganggu."

"Aku hanya duduk dalam keadaan terabaikan. Apakah itu juga mengganggumu?!"

"Kau siapa berani membentakku?" Ammar menoleh ke arah wanita yang sedang menatap nyalang ke arahnya dengan tatapan tidak suka.

Rani yang salah tingkah, langsung mengubah tatapannya menjadi sendu. Meski hati dan perasaannya teriris mendengar ucapan Ammar barusan. Rani tetap tersenyum dan berjalan menghampiri laki-laki itu.

Menurutnya, Ammar lebih penting ketimbang harga diri. Kehilangan laki-laki seperti Ammar merupakan ketakukan paling besar bagi Rani.

Seorang staf biasa menjadi kekasih CEO, Rani bahkan tidak berani bermimpi sebelumnya. Dan wanita itu bertekad untuk tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan emas itu.

Meski seluruh perusahaan mencemoohnya dengan tuduhan merebut suami orang. Rani tidak ambil pusing. Yang terpenting baginya, bagaimana cara menaklukkan sang raja untuk membuang sang ratu dari singgasana dan kemudian digantikan olehnya.

'Aku harus bisa menahan emosi. Jangan sampai semuanya sia-sia. Hanya aku yang pantas menjadi Nyonya Arrasyid.'

Rani sudah berdiri di samping laki-laki pemilik tubuh kekar itu. Jemari lentiknya bergerak pasti mengusap dada bidang suami Elif Sabrina.

"Maaf, sudah mengecewakanmu! Aku akan kembali bekerja sekarang. Tapi, maukah kau berjanji satu hal?"

Ah, laki-laki mana yang sanggup menolak sentuhan lembut diiringi suara serak yang terdengar menggoda.

"Apa?"

"Dua jam lagi waktunya istirahat. Aku ingin makan siang bareng kamu nanti."

"Baiklah. Sekarang keluarlah! Aku sedang banyak kerjaan."

Ammar menyingkirkan tangan Rani dari tubuhnya. Entah sudah berapa kali harga diri wanita itu dipermainkan kekasihnya sendiri hari ini.

"See you, honey."

"Heum."

Melihat respon Ammar, wanita itu langsung menuju pintu keluar dengan emosi tertahan. Hatinya menyalahkan Elif atas perubahan Ammar. Mengutuk Elif yang berstatus sebagai istri sah.

Padahal, Rani sudah melihat sendiri betapa mengenaskan keadaan Elif yang keluar dari ruangan Ammar saat berpapasan dengannya di pintu lift.

"Aku tidak boleh takut. Selama ini Ammar sangat membenci Elif, tidak mungkin wanita itu bisa menggantikan posisiku," guman Rani setelah keluar dari sana.

.

Setelah melirik jam di tangannya, Elif gegas mematikan layar komputer kemudian keluar ruangan dan berjalan menuju lobi. Wanita itu ada janji temu dengan beberapa sahabat lama ketika kuliah dulu di restoran dekat kantor. Wanita itu tampak antusias, sekilas bahkan melupakan masalah pelik yang tengah menimpanya.

Namun, itu tidak bertahan lama. Di lobi, ada pemandangan yang kurang menyenangkan hati. Meski, senyum sempat terukir pada beberapa karyawan yang menunduk tanda menghormati.

Elif pura-pura tidak melihat ketika berpapasan dengan laki-laki yang lengannya diapit manja oleh seorang wanita.

Tetap berjalan seperti biasa tanpa terganggu, meski setiap yang melihat merasa prihatin dalam hati. Hei, mereka hanya karyawan, siapa yang berani menentang kelakukan rendah seorang atasan.

Namun, saat hanya tinggal beberapa meter lagi posisi Elif akan benar-benar di depan suami yang sedang bersama selingkuhan. Sebuah suara membuatnya terhenti dan menoleh ke belakang.

"Elif!" panggil seseorang berlari kecil ke arahnya.

"Mau makan siang di luar ya?" tanya laki-laki berusia 27 tahun—yang biasa di panggil 'Pak Alzam' saat sudah berdiri di samping istri Ammar.

"Iya, aku ada janji ...."

"Ya sudah, ayo barengan." Alzam mengangdeng tangan Elif dan hendak mengajaknya pergi. Tak hanya Elif, siapapun yang berdiri di sana terkejut dengan tingkah berani laki-laki itu.

Menggandeng istri bos di depan matanya, lumayan kurang ajar bukan?

"Tapi, ... ."

"Kenapa? Di jemarimu tidak ada lagi cincin pernikahan? Berarti sekarang ... aku bisa mengajakmu kemanapun, 'kan?" tanya Alzam dengan suara lantang sembari melirik pada jemari Elif kemudian beralih dengan tatapan sinis pada laki-laki yang berdiri tidak jauh dari mereka.

.

Next?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, cerdas dan pintar dikitlah tokoh ceritamu. jgn larakter menye2 g punya harga diri ini njing
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Pergi, Mas   27 Ekstra Part

    Pukul 10 malam. Elif mengerjab perlahan saat tangannya menyentuh sisi ranjang di sebelahnya untuk mencari seseorang yang ternyata kosong—sosok yang dicarinya tidak kunjung ditemukan. Elif segera memaksa mata cantiknya untuk terbuka sepenuhnya. Gadis yang beberapa saat yang lalu telah menjadi wanita seutuhnya itu gegas bangkit untuk duduk. Senyuman di bibir merah jambunya mulai mengembang saat pikirannya mengingatkan Elif tentang sesuatu. Sesuatu yang begitu indah tentu saja. Oh, apakah ini nyata? Begitu tanya yang muncul dalam hati wanita cantik berlesung pipi itu—saat melihat tubuhnya yang polos di balik selimut. Elif sedikit mencubit lengannya, dan ternyata terasa sakit. 'Ini nyata. Akhirnya, mimpi itu telah menjadi nyata,' batin Elif dengan mata berkaca. Dulu, jangankan untuk disentuh, meliriknya saja Ammar seperti sangat jijik. Tapi, hari ini ... ah, Elif bahkan masih mengingat dengan jelas bagaimana cara Ammar memperlakukannya tadi. Sangat lembut. Seolah tubuh istrinya ada

  • Aku Pergi, Mas   26 Ending

    Sementara di lain tempat, sudah beberapa hari Elif tidak pergi bekerja dan hanya menyendiri di kontrakan. Elif sedang memantapkan hati untuk perpisahan, tapi Ammar terus saja hadir mengusik ego dan hatinya. "Kenapa suka sekali hadir untuk mempermainkan hatiku, Mas? Kenapa? Kau senang, kan melihatku seperti ini?" Elif selalu saja memaki Ammar kala bayangnya muncul tanpa tanda dan tiba-tiba. Hingga entah di hitungan hari ke berapa, Elif memilih untuk mengalah dengan hatinya dan bertekad pergi ke rumah utama.Wanita itu menekan bell dengan perasaan cemas. Pasalnya, sudah lama Elif tidak pernah datang setelah hari kepergiannya dari rumah. "Mama!" panggil Elif saat pintu besar berwarna putih itu terbuka lebar dan seorang wanita paruh baya berdiri dengan anggun di hadapannya."Sayang? Elif, ya ampun, akhirnya kamu datang." Ny. Risma memeluk menantunya dengan erat, seolah enggan mengizinkan pergi. "Kamu ke mana saja? Mama sangat merindukan kamu, El," ucap Ny. Risma setelah melepas pelu

  • Aku Pergi, Mas   25 Perpisahan?

    Memaafkan adalah kemenangan terbaik.__ Ali bin Abi Thalib __"Tentu saja. Aku telah memaafkanmu jauh-jauh hari," jawab Elif dengan bibir mengerucut. "Benarkah? Apa itu berarti kau akan pulang bersamaku?" tanya Ammar spontan.Deg. Jantung Elif seketika berdebar kencang. Aliran darahnya seperti terhenti. Pernyataan Ammar terlalu blak-blakan dan tiba-tiba seperti ini. "Mas,""Kenapa? Apa permintaanku terlalu berlebihan? Ammar menahan tangan Elif saat wanita itu hendak beranjak dari sana. Tak bisa melarikan diri, Elif memilih tenggelam dalam mata Ammar. Di mana dirinya tengah menari-nari di sana. Menit kemudian wanita itu tersenyum. Satu yang bisa Ammar tangkap. Ketulusan. Elif laksana Edelweis, senyuman tulus seorang kekasih. "Tak hanya di lisan, aku telah memaafkanmu dari hatiku, Mas. Jujur, aku begitu tersanjung saat diajak untuk pulang, tapi ...." Ammar semakin mempererat pelukan. Menanti kalimat yang terputus dengan perasaan tak karuan. "Mas, bolehkah aku meminta waktu sebe

  • Aku Pergi, Mas   24 Permintaan Tidak Biasa

    Ammar sudah dipindahkan ke ruang perawatan untuk pemulihan setelah tiga jam lebih berada dalam ruang operasi. Meski sudah melewati masa kritis, Ammar belum sadarkan diri. Dan hanya satu orang yang diperbolehkan dokter untuk menemani, demi ketenangan pasien. Elif—lah yang melakukan itu dengan segala rasa bersalahnya. Alzam dan pak Kidar memilih berjaga-jaga di luar ruangan, dalam keadaan sama-sama membisu. Mengingat kejadian buruk yang terjadi beberapa waktu yang lalu, dua laki-laki itu tidak berani meninggalkan Elif dan Ammar di rumah sakit. "Saya ke toilet sebentar!" pamit pak Kidar yang hanya diangguki oleh Alzam.Ada banyak hal yang sedang Alzam renungi. Salah satunya, apa yang terjadi dengan Elif beberapa saat yang lalu. 'Aku saja begitu murka saat melihat kondisinya, apa lagi Ammar yang berstatus sebagai suaminya.' Alzam tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang sahabat tega melakukan hal rendahan seperti itu. Seorang laki-laki sekelas Darius, bagaimana bisa memiliki cint

  • Aku Pergi, Mas   23 Nasib Elif

    HAPPY READING ❤️Ammar pulang dari kantor dengan perasaan yang tidak bisa diartikan. Sejak tadi, ingatannya hanya pada Elif, Elif dan Elif saja. Ini berbeda. Bukan rasa seperti biasa. Jika kemarin-kemarin Ammar hanya merindu, kini didampingi kecemasan yang juga berbalut luka."Apa aku menghubunginya, saja?" tanya Ammar pada diri sendiri setelah tiba di depan pintu apartemen. "Tapi, bagaimana kalau dia tidak senang kuhubungi?" ulangnya lagi. Tidak, tidak. Ammar menggeleng-geleng kepala. Laki-laki itu merasa kekhawatirannya sebagai sesuatu yang berlebihan. 'Mungkin aku hanya terlalu rindu, karena efek baru bertemu kemarin. Semoga Elif baik-baik saja.'Setelah menyakinkan diri, Ammar langsung masuk ke dalam, menuju kamar untuk meletakkan tas dan melepas pakaian kantor. Lalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Berharap di bawah guyuran air bisa membuat dirinya kembali pulih. Juga pikiran yang kembali jernih. 'Apa aku siap jika harus berpisah? Sekarang saja, aku hampir gila karen

  • Aku Pergi, Mas   22 Elif Dalam Bahaya

    Tubuh Elif membeku. Setelah banyak hal tak biasa yang mereka lewati, dengan mudahnya Ammar berucap seperti itu.Kalimat sederhana yang ingin Elif dengar sejak dulu.'Apa dia sedang mencoba membodohiku seperti dulu? Kenapa jantungku seperti ini? Ini akan sangat memalukan jika Mas Ammar sampai mendengarnya.'Elif menatap mata elang itu lekat-lekat. Namun, tidak terdapat setitik kebohongan pun di sana. "Aku tidak sedang berbohong, Elif. Aku berani bersumpah untuk itu." "Maafkan aku, Mas! Kalau saja aku tidak muncul dalam kehidupan ....""Sstt!"Ammar meletakkan telunjuknya di bibir Elif. Lalu, menariknya dengan cepat setelah menyadari kelancangannya. Tak hanya Elif, Ammar juga merasakan ada yang salah dengan jantungnya. Riuh sekali di dalam sana. "Ma–af, aku tidak bermaksud lancang! Hanya saja aku tidak suka mendengarmu meminta maaf seperti itu. Jelas-jelas aku yang bersalah. Harusnya aku berterima kasih karena kamu telah sudi hadir dalam hidupku. Orangtuaku tidak bersalah, begitu ju

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status