Beranda / Romansa / Aku Pergi, Mas / 3. Dua Pilihan

Share

3. Dua Pilihan

Penulis: p.hara
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-11 21:52:52

Laki-laki yang berada di kursi kebesaran itu masih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan saat ketukan pintu mulai terdengar dari luar.

"Masuk!"

Beberapa detik setelah Ammar mengeluarkan perintah, pintu mulai terbuka, seorang wanita muncul di baliknya. Wanita yang hingga kemarin masih haus akan perhatian serta mengemis cinta darinya. Maksudnya, hanya sampai kemarin, tidak lagi untuk hari ini.

Elif berjalan ragu-ragu sampai langkahnya terhenti tepat di depan meja Ammar. Sedikit menunduk layaknya bawahan ketika bertemu atasan.

Ammar memberikan tatapan entah, tapi yang sedang ditelisik tidak menyadari akan hal itu. Ah, lebih tepatnya tidak peduli. "Siapa yang menyuruhmu pindah ke ruangan lain? Bukankah dulu kau yang memohon-mohon pada Mama untuk ditempatkan di ruangan yang dekat denganku?" cerca laki-laki itu meremehkan.

"Maaf, Pak! Menurut laporan HRD, saya dipindahkan atas perintah Ny. Risma. Dan terkait perkataan Bapak yang nomor dua, saya ingin sedikit mengoreksi, saya tidak pernah meminta ruang kerja yang dekat dengan anda. Maaf, tapi mungkin Bapak keliru."

Mendengar ucapan lancang Elif, tangan Ammar terkepal erat. Baginya Elif semakin melunjak dan tidak tahu diri. Ah, lebih tepatnya, Ammar merasa terganggu dengan panggilan 'Bapak.' Padahal, ini area kantor tentu saja Elif sudah melakukan hal benar. Benar sekali.

Atau mungkin saja, Elif baru saja mengubah semuanya. Mungkin, dimulai dari panggilan, kemudian disusul hal-hal lain, hingga ... ikatan sakral.

"Heh, kau pikir aku percaya? Kau adalah jelmaan wanita licik yang memanfaatkan kebaikan orang tuaku."

Laki-laki itu sedang mempertahankan gengsi yang setinggi langit, lain di mulut lain di hati. Namun, tak ayal, perkataan Ammar barusan, sukses membuat hati Elif kembali remuk. Ammar hobi sekali menuduhnya serendah itu.

Memang benar, semenjak Elif menginjakkan kaki di rumah Ammar, kemewahan telah menyambutnya lebih dulu. Kala itu, beberapa hari setelah kepulangan sang ayah, Elif remaja yang lugu, mau saja saat diajak sepasang suami istri untuk ikut bersama mereka, meninggalkan rumah sederhananya yang mirip seperti gubuk.

Meninggalkan segala kenangan serta luka-luka yang sempat tercipta di dalamnya. Kala itu, Elif remaja sedang terpuruk, berada di titik paling rendah setelah kehilangan ibu juga disusul cinta pertama yang disebut ayah.

Ibu Elif pergi lebih dulu, karena penyakit liver yang dideritanya. Beberapa tahun kemudian sang ayah menyusul karena kecelakaan saat bekerja.

Sepengetahuan gadis itu, ayahnya bekerja sebagai seorang buruh. Tapi, untuk anak yang masih duduk di bangku kelas satu sekolah menengah pertama, sisanya tidak banyak yang Elif tahu. Seperti, di mana sang ayah bekerja.

Entah karena Elif belum begitu peduli dengan dunia orang dewasa, atau karena sang ayah yang terlalu banyak rahasia. Yang jelas, beberapa hari setelah ayahnya dikebumikan, sepasang suami istri kaya yang mengaku sebagai sahabat ayahnya datang ke gubuk Elif dengan rasa simpati yang begitu kentara.

First impression dengan dua orang dewasa itu membuat Elif tahu seperti apa rasanya dipedulikan dengan tulus. Gadis sebatang kara itu langsung mengangguk setuju saat dihadapkan pada sebuah pilihan.

Bukan mencari kemewahan, hanya ingin berada disekeliling orang-orang baik yang mengganggapnya keluarga. Sebagaimana yang Elif dengar dari bibir wanita paruh baya itu.

Nyatanya, ekspektasi tak sesuai realita, sang putra mahkota telah memberinya tatapan permusuhan bahkan saat pertemuan pertama mereka.

Saat itu, Elif tersadar, tidak semua orang menerimanya dengan baik dalam keluarga baru. Namun, entah mengapa, setelah beranjak dewasa gadis itu malah terbius dengan perubahan Ammar yang secara tiba-tiba. Yang Elif kira, keduanya sedang terjebak dalam teori benci jadi cinta, nyatanya hanya sandiwara.

"Keluar dari rumah utama dan tinggal di apartemen. Mengaku saja kalau kau tidak bisa hidup tanpa bergantung pada keluargaku," sambung Ammar kembali menghina.

Elif memejamkan mata untuk beberapa saat. Mencoba membalut luka hati agar tak semakin menganga. Nyatanya, semua sia-sia.

"Maaf, Pak! Saya tidak mengerti ke mana arah pembicaraan bapak. Bisakah to the point saja!" Suara itu mulai terdengar serak dan bergetar.

"Baiklah, Nona Elif. Dari dulu kau memang bodoh. Biar kuperjelas, hari ini aku memberimu dua pilihan. Kembali ke rumah, atau pergi secara utuh dari keluargaku. Sekarang kau mengerti 'kan maksudku?"

Bibir Elif sedikit menyunggingkan senyum. Menurutnya, Ammar memang tidak pernah menempatkan namanya di hati selama ini. 'Kenapa kau bodoh sekali, Elif?' keluh batinnya.

"Kau tidak perlu menjawab sekarang. Aku memberimu waktu sehari untuk berpikir. Besok pagi aku menunggumu di sini, untuk mengambil cincin yang sudah kau lepas atau menyerahkan surat pengunduran diri."

Ammar merasa sangat puas setelah memojokkan istrinya. Laki-laki itu bahkan berani menjamin dalam hatinya, bahwa Elif akan kembali.

"Baiklah, Pak. Kalau memang tidak ada lagi yang dibicarakan, saya permisi dulu!"

Ammar mengibaskan tangannya, tanda jika Elif sudah boleh pergi. 'Dia tidak mungkin memilih sesuatu yang penuh resiko. Dia 'kan lemah dan cengeng.'

Dalam hati Ammar terbahak, dasar sanubari laki-laki rupawan itu berbisik, bahwa ia tidak rela istrinya pergi. Tapi, menyiksa Elif baginya sangat menyenangkan, sudah menjadi hobi.

Sementara di koridor, Elif berusaha menarik langkahnya yang terasa kian berat. Gadis itu benar-benar dihadapkan pada pilihan yang begitu sulit.

Rasanya berat meninggalkan mama mertua yang sudah dianggap orangtua sendiri. Tapi, membiarkan harga diri terus terinjak juga bukan pilihan yang tepat.

Kali ini Elif tak lagi kuasa membendung air mata. Wanita itu tak lagi peduli dengan yang namanya ketegaran, kali ini biarlah seluruh dunia tahu, bahwa Elif Sabrina sedang terluka.

Sayatan yang kian melebar, kemudian ditabur garam dengan sengaja. Oleh laki-laki bergelar suami. Elif sudah berdiri di depan pintu lift dan menunggunya untuk terbuka. Dengan penampilan berantakan seperti sehari sebelumnya.

Namun, yang lebih membuatnya terlihat sial. Saat pintu lift berdenting, di dalam sana keluar seseorang yang begitu dikenalnya. Wanita bernama Rani, seorang staf biasa dengan pakaian kurang bahan yang sering Elif temukan berada dalam pangkuan suaminya.

Dan kali ini, Elif tahu dengan baik untuk apa wanita itu berada di lantai di mana hanya terdapat ruangan untuk petinggi perusahaan. 'Sekarang aku mengerti dengan keputusan yang akan kuambil.'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing, wanita yg tetap diam aja dihina berkali2 sama dg sampah. klu cerdas maka keluar dari tempat itu dan bukannya tetap ngangkang njing. tokoh cerita yg cerdas dan elegan itu bukan yg cuma bisa menangis,brengsek!!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Pergi, Mas   27 Ekstra Part

    Pukul 10 malam. Elif mengerjab perlahan saat tangannya menyentuh sisi ranjang di sebelahnya untuk mencari seseorang yang ternyata kosong—sosok yang dicarinya tidak kunjung ditemukan. Elif segera memaksa mata cantiknya untuk terbuka sepenuhnya. Gadis yang beberapa saat yang lalu telah menjadi wanita seutuhnya itu gegas bangkit untuk duduk. Senyuman di bibir merah jambunya mulai mengembang saat pikirannya mengingatkan Elif tentang sesuatu. Sesuatu yang begitu indah tentu saja. Oh, apakah ini nyata? Begitu tanya yang muncul dalam hati wanita cantik berlesung pipi itu—saat melihat tubuhnya yang polos di balik selimut. Elif sedikit mencubit lengannya, dan ternyata terasa sakit. 'Ini nyata. Akhirnya, mimpi itu telah menjadi nyata,' batin Elif dengan mata berkaca. Dulu, jangankan untuk disentuh, meliriknya saja Ammar seperti sangat jijik. Tapi, hari ini ... ah, Elif bahkan masih mengingat dengan jelas bagaimana cara Ammar memperlakukannya tadi. Sangat lembut. Seolah tubuh istrinya ada

  • Aku Pergi, Mas   26 Ending

    Sementara di lain tempat, sudah beberapa hari Elif tidak pergi bekerja dan hanya menyendiri di kontrakan. Elif sedang memantapkan hati untuk perpisahan, tapi Ammar terus saja hadir mengusik ego dan hatinya. "Kenapa suka sekali hadir untuk mempermainkan hatiku, Mas? Kenapa? Kau senang, kan melihatku seperti ini?" Elif selalu saja memaki Ammar kala bayangnya muncul tanpa tanda dan tiba-tiba. Hingga entah di hitungan hari ke berapa, Elif memilih untuk mengalah dengan hatinya dan bertekad pergi ke rumah utama.Wanita itu menekan bell dengan perasaan cemas. Pasalnya, sudah lama Elif tidak pernah datang setelah hari kepergiannya dari rumah. "Mama!" panggil Elif saat pintu besar berwarna putih itu terbuka lebar dan seorang wanita paruh baya berdiri dengan anggun di hadapannya."Sayang? Elif, ya ampun, akhirnya kamu datang." Ny. Risma memeluk menantunya dengan erat, seolah enggan mengizinkan pergi. "Kamu ke mana saja? Mama sangat merindukan kamu, El," ucap Ny. Risma setelah melepas pelu

  • Aku Pergi, Mas   25 Perpisahan?

    Memaafkan adalah kemenangan terbaik.__ Ali bin Abi Thalib __"Tentu saja. Aku telah memaafkanmu jauh-jauh hari," jawab Elif dengan bibir mengerucut. "Benarkah? Apa itu berarti kau akan pulang bersamaku?" tanya Ammar spontan.Deg. Jantung Elif seketika berdebar kencang. Aliran darahnya seperti terhenti. Pernyataan Ammar terlalu blak-blakan dan tiba-tiba seperti ini. "Mas,""Kenapa? Apa permintaanku terlalu berlebihan? Ammar menahan tangan Elif saat wanita itu hendak beranjak dari sana. Tak bisa melarikan diri, Elif memilih tenggelam dalam mata Ammar. Di mana dirinya tengah menari-nari di sana. Menit kemudian wanita itu tersenyum. Satu yang bisa Ammar tangkap. Ketulusan. Elif laksana Edelweis, senyuman tulus seorang kekasih. "Tak hanya di lisan, aku telah memaafkanmu dari hatiku, Mas. Jujur, aku begitu tersanjung saat diajak untuk pulang, tapi ...." Ammar semakin mempererat pelukan. Menanti kalimat yang terputus dengan perasaan tak karuan. "Mas, bolehkah aku meminta waktu sebe

  • Aku Pergi, Mas   24 Permintaan Tidak Biasa

    Ammar sudah dipindahkan ke ruang perawatan untuk pemulihan setelah tiga jam lebih berada dalam ruang operasi. Meski sudah melewati masa kritis, Ammar belum sadarkan diri. Dan hanya satu orang yang diperbolehkan dokter untuk menemani, demi ketenangan pasien. Elif—lah yang melakukan itu dengan segala rasa bersalahnya. Alzam dan pak Kidar memilih berjaga-jaga di luar ruangan, dalam keadaan sama-sama membisu. Mengingat kejadian buruk yang terjadi beberapa waktu yang lalu, dua laki-laki itu tidak berani meninggalkan Elif dan Ammar di rumah sakit. "Saya ke toilet sebentar!" pamit pak Kidar yang hanya diangguki oleh Alzam.Ada banyak hal yang sedang Alzam renungi. Salah satunya, apa yang terjadi dengan Elif beberapa saat yang lalu. 'Aku saja begitu murka saat melihat kondisinya, apa lagi Ammar yang berstatus sebagai suaminya.' Alzam tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang sahabat tega melakukan hal rendahan seperti itu. Seorang laki-laki sekelas Darius, bagaimana bisa memiliki cint

  • Aku Pergi, Mas   23 Nasib Elif

    HAPPY READING ❤️Ammar pulang dari kantor dengan perasaan yang tidak bisa diartikan. Sejak tadi, ingatannya hanya pada Elif, Elif dan Elif saja. Ini berbeda. Bukan rasa seperti biasa. Jika kemarin-kemarin Ammar hanya merindu, kini didampingi kecemasan yang juga berbalut luka."Apa aku menghubunginya, saja?" tanya Ammar pada diri sendiri setelah tiba di depan pintu apartemen. "Tapi, bagaimana kalau dia tidak senang kuhubungi?" ulangnya lagi. Tidak, tidak. Ammar menggeleng-geleng kepala. Laki-laki itu merasa kekhawatirannya sebagai sesuatu yang berlebihan. 'Mungkin aku hanya terlalu rindu, karena efek baru bertemu kemarin. Semoga Elif baik-baik saja.'Setelah menyakinkan diri, Ammar langsung masuk ke dalam, menuju kamar untuk meletakkan tas dan melepas pakaian kantor. Lalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Berharap di bawah guyuran air bisa membuat dirinya kembali pulih. Juga pikiran yang kembali jernih. 'Apa aku siap jika harus berpisah? Sekarang saja, aku hampir gila karen

  • Aku Pergi, Mas   22 Elif Dalam Bahaya

    Tubuh Elif membeku. Setelah banyak hal tak biasa yang mereka lewati, dengan mudahnya Ammar berucap seperti itu.Kalimat sederhana yang ingin Elif dengar sejak dulu.'Apa dia sedang mencoba membodohiku seperti dulu? Kenapa jantungku seperti ini? Ini akan sangat memalukan jika Mas Ammar sampai mendengarnya.'Elif menatap mata elang itu lekat-lekat. Namun, tidak terdapat setitik kebohongan pun di sana. "Aku tidak sedang berbohong, Elif. Aku berani bersumpah untuk itu." "Maafkan aku, Mas! Kalau saja aku tidak muncul dalam kehidupan ....""Sstt!"Ammar meletakkan telunjuknya di bibir Elif. Lalu, menariknya dengan cepat setelah menyadari kelancangannya. Tak hanya Elif, Ammar juga merasakan ada yang salah dengan jantungnya. Riuh sekali di dalam sana. "Ma–af, aku tidak bermaksud lancang! Hanya saja aku tidak suka mendengarmu meminta maaf seperti itu. Jelas-jelas aku yang bersalah. Harusnya aku berterima kasih karena kamu telah sudi hadir dalam hidupku. Orangtuaku tidak bersalah, begitu ju

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status