Share

Bab 2

Penulis: Sarisha
Talia baru pulang ke rumah pada dini hari. Tekad untuk pergi bisa muncul dalam sekejap, tetapi hubungan yang terjalin selama lebih dari 20 tahun ini tidaklah palsu.

Talia juga tidak begitu hebat sampai bisa mengatakan bahwa dirinya sudah sepenuhnya melepaskan semuanya. Demi menghindari penyesalan, dia merasa sebaiknya dirinya menghindari Tristan selama setengah bulan ini.

Ketika Talia kembali ke vila Tristan, seluruh rumah gelap gulita. Dia pun menyalakan lampu dan berjalan ke kamar dengan tubuh yang terasa lelah.

Di ruang tamu, tiba-tiba ada sebuah suara yang memanggilnya, “Talia.”

Talia menoleh dan melihat ada seseorang duduk di sofa. “Ada apa, Helena?”

Helena mengenakan gaun tidur renda berwarna hitam yang seksi dan duduk setengah bersandar di sofa. Dia berkata sambil tersenyum tipis, “Ini gaun tidur yang dibelikan Tristan. Bagus?”

Seiring dengan Helena yang duduk tegak, beberapa bekas berwarna merah di dada dan pinggangnya juga terlihat. Namun, dalam balutan gaun tidur renda berwarna hitam itu, dia terlihat makin seksi dan memesona.

Helena menyentuh bekas merah di lehernya dan menggumamkan “ah”, seolah merasa kesakitan. Kemudian, dia mengeluh dengan suara mentel, “Waktu pilih gaun pengantin, selera kakakmu nggak bisa diandalkan. Waktu pilih gaun tidur, seleranya malah sangat bagus. Dia bilang, dia sama sekali nggak tahan waktu melihatku mengenakan gaun tidur ini.”

Talia berdiri di atas tangga dan menyaksikan pertunjukan Helena dengan tatapan dingin. Kemudian, dia tersenyum mengejek dan berujar, “Helena, hentikanlah pertunjukanmu itu.”

“Pertunjukan apa?”

“Pertunjukan murahanmu.”

Helena tertawa, lalu berkata, “Tapi, kakakmu justru suka yang murahan. Begitu pulang, dia langsung nggak sabar menyuruhku ganti gaun tidur ini, lalu ....”

“Nggak usah dilanjutkan lagi. Aku nggak pengen dengar.”

“Kamu pengen dengar atau nggak, ini kenyataan. Dia tergila-gila pada tubuhku. Apa gunanya punya perasaan selama lebih dari 20 tahun? Yang namanya pria cuma akan pilih orang yang cocok dengannya di ranjang.”

Talia malas berbicara omong kosong dengan Helena. Dia pun berbalik dan hendak pergi. “Lanjutkan saja pertunjukanmu sendiri. Aku nggak punya waktu nonton pertunjukanmu.”

Namun, Helena masih tidak menyerah dan mengejar Talia. “Dari jarak sejauh itu, kamu mungkin nggak lihat jelas jejak yang ditinggalkan kakakmu di tubuhku. Talia, jangan pergi. Ayo kemari, lihat yang jelas ....”

Saat berbicara, Helena sudah menyusul Talia dan menarik lengannya. Talia merasa mual dan secara refleks menarik tangannya. “Jangan sentuh aku!”

Tidak jauh dari sana, Tristan berjalan keluar dari kamar dan bertanya, “Sudah begitu malam, apa yang kalian bicarakan?”

Baru saja Talia hendak menjawab, Helena sudah tersenyum licik padanya. Pada detik selanjutnya, Helena langsung memasang ekspresi ketakutan dan berseru, “Ah ....”

Helena jatuh dari tangga.

“Helena!”

Tristan meletakkan gelas yang dipegangnya dan segera menerjang ke arah Helena. Setelah memeluknya dengan erat, dia bertanya, “Kamu baik-baik saja?”

Helena berbaring dalam pelukan Tristan dan menjawab dengan lemah, “Aku nggak apa-apa. Jangan salahkan Tally, dia nggak sengaja.”

Tristan mendongak dan menatap Talia dengan tatapan penuh kekecewaan.

“Talia, nggak peduli seberapa nggak suka pun kamu sama Helena, kamu juga nggak boleh mendorongnya dari tangga! Kamu tahu betapa bahayanya hal ini!”

Ketika memandang Helena lagi, nada Tristan berubah menjadi penuh kasih sayang dan rasa iba. Dia menggendong Helena dan berkata, “Ayo kita balik ke kamar. Biar aku periksa lukamu dengan saksama.”

Helena seketika tersipu. “Kelak, jangan bersikap begitu mesra denganku di hadapan Tally. Wajar saja seorang adik merasa posesif terhadap kakaknya. Dulu, kamu cuma manjakan dia seorang. Sekarang, aku tiba-tiba muncul. Dia pasti sulit untuk terima kedatanganku. Kita harus lebih pikirkan perasaan Tally dan kasih dia waktu untuk beradaptasi.”

Tristan hanya menjawab dengan dingin, “Cepat atau lambat, dia harus terbiasa.”

Saat Tristan menggendong Helena berjalan ke kamar, Helena menoleh ke arah Talia dan mengacungkan jarinya membentuk huruf V ke arah Talia dengan ekspresi penuh kemenangan.

Talia tiba-tiba merasa bahwa dunia ini sepertinya sudah tiba-tiba berubah menjadi dunia yang tidak dikenalnya. Kemunculan Helena sudah sepenuhnya menghancurkan dunianya.

Talia tidak mengerti kenapa Tristan bisa jatuh cinta pada wanita seperti Helena. Apa seperti yang dikatakan Helena, di antara perasaan dan hasrat, pria akan selalu memilih nafsu duniawi?

Talia tidak mengerti, tetapi juga tidak ingin mengerti lagi sekarang.

Keesokan paginya, Talia pergi ke kantor majalah. Dia sudah bekerja sebagai fotografer untuk kantor ini selama tiga tahun. Hubungannya dengan rekan-rekannya sangatlah baik.

Ketika menerima surat pengunduran diri Talia, Kepala Redaksi merasa agak terkejut, “Apa ini karena masalah gaji? Kamu boleh kasih tahu aku kok. Nanti, aku akan kasih tahu ke direktur.”

Talia menggeleng sambil tersenyum. “Makasih, Bu. Tapi, aku undurkan diri bukan karena masalah gaji.”

“Jadi, karena apa?”

“Aku punya rencana hidup lain.”

Begitu mendengarnya, Kepala Redaksi langsung mengerti dan berujar sambil tersenyum, “Kamu sudah mau nikah sama Tristan, ya? Bagus juga. Selama ini, dia selalu antar jemput kamu dari kantor nggak peduli gimana pun cuacanya. Dia memang perhatian padamu. Bisa menikah dengannya juga merupakan hal baik. Aku nggak akan menghalangimu.”

Seusai mendengar ucapan awal Kepala Redaksi, Talia awalnya ingin memberi penjelasan. Tristan memang akan segera menikah, tetapi pengantinnya bukanlah dirinya. Hanya saja, setelah mendengar ucapan Kepala Redaksi sampai akhir, dia sudah kehilangan minat untuk menjelaskan.

Hubungan di antara Talia, Tristan, dan Helena terlalu rumit, juga tidak dapat dijelaskan secara singkat. Sekarang, Talia hanya ingin menyelesaikan serah terima pekerjaannya secepat mungkin, lalu meninggalkan tempat yang menyakitkan ini setengah bulan lagi.

“Oh iya, Talia, kapan pernikahan kalian akan dilangsungkan? Nanti, jangan lupa undang aku ya. Aku harus pergi merestui kalian.”

Talia pun tersenyum canggung.

Tepat pada saat ini, Wenny dari meja resepsionis mengetuk pintu dengan bersemangat, lalu menjulurkan kepalanya dari celah pintu dan berkata, “Kak Talia, pacarmu datang menjemputmu lagi! Hehehe. Hari ini, ada kejutan, lho!”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 20

    Waktu adalah obat penyembuh luka yang terbaik.Pada Natal setahun kemudian, Tristan yang sudah pulang ke dalam negeri sekian lama akhirnya pergi ke rumah yang pernah ditinggali Talia dulu untuk yang pertama kalinya. Berhubung dia sudah memberi perintah, tetap ada orang yang membersihkan dan merawat rumah ini.Tristan tidak mengizinkan siapa pun mengubah bahkan hanya sebuah pajangan pun di rumah ini. Jadi, setiap sudut rumah ini masih sama seperti dulu, sama seperti sebelum Talia pergi.Tristan sudah meliburkan pembantu yang dibayar per jam itu. Dia mengambil peralatan menyapu dan berencana untuk membersihkan rumah secara pribadi.Pada saat ini, surat itu tiba. Kurir yang mengantar surat itu telah pergi. Hanya kata-kata di atas amplop yang dapat menunjukkan asal-usul surat itu.Tristan mengejar ke luar untuk mencari kurir itu dan mengonfirmasi informasi kontak pengirim. Namun, usahanya sia-sia. Dia hanya bisa kembali ke rumah dan membuka surat itu.Isi surat itu sangat sederhana. Itu ad

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 19

    Talia memandang ke arah bukit yang penuh dengan pohon berwarna-warni, lalu mengusulkan, “Sam, aku berencana mau daki gunung untuk ambil foto pemandangan musim gugur. Kamu mau ikut?”Samuel tentu saja setuju. “Oke. Nggak peduli kamu pergi ke mana, aku akan selalu temani kamu.”Talia tertawa lagi. “Aku mau tinggal di dekat Gunung Arpin untuk beberapa saat. Oke?”“Kalau begitu, aku akan kemas koper kita.” Samuel selalu memenuhi janjinya. “Kamu tidur saja dulu sebentar. Setelah beres-beres, aku akan bangunkan kamu.”Ketika Talia dan Samuel memutuskan lokasi perjalanan mereka selanjutnya, Tristan sedang duduk di dalam kamar yang gelap sambil membaca data di ponselnya. Hanya ada sebuah lampu tidur yang menyala dalam kamar. Lampu remang itu menyinari wajahnya dan membuatnya terlihat seperti seorang vampir yang tinggal di kastil tua.Asisten mengetuk pintu dan melapor, “Pak Tristan, sesuai permintaanmu, kami sudah temukan lagi beberapa orang yang memenuhi syarat.”Tristan baru menjawab, “Masuk

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 18

    Helena merasa sangat takut, tetapi juga tidak berani kabur. Utangnya begitu banyak. Jika dia tidak mendapatkan uang dari Tristan dan orang-orang itu menemukannya, dia pasti mati.Tristan mendengar pembantu melaporkan nama Helena. “Nona Helena yang sengaja oleskan lipstik ke tubuhnya dan buat Nona Tally salah paham.”Setelah mendengar sampai di sini, segala sesuatu sudah terungkap dengan jelas. Mereka semua adalah orang dewasa. Lipstik yang dioleskan di tubuh paling mirip dengan bekas ciuman.Helena melihat Tristan memutuskan sambungan telepon, lalu berbalik lagi dan mengisyaratkan sesuatu pada asistennya yang berada tidak jauh di sana. Tristan berkata, “Tangani hal ini. Aku nggak mau ketemu sama dia lagi.”Asisten itu langsung memahami maksud Tristan. Dia segera membawa orang untuk menyeret Helena pergi dan mencegah Helena yang menangis mendekati Tristan.Tristan naik ke mobil sendiri, lalu pergi ke tempat tinggal Talia secepat mungkin. Dia harus menemukan Talia dan mengklarifikasi sem

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 17

    Tristan melirik Talia dengan tidak percaya. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi polisi sama sekali tidak memberinya kesempatan itu.Talia masih berdiri di tempat dalam diam. Sampai dia memastikan Tristan sudah dibawa pergi polisi untuk diinterogasi dan tidak dapat mengganggunya lagi, dia baru menelepon Samuel. “Kamu bisa datang jemput aku?”“Kamu di mana? Aku ke sana sekarang juga.” Samuel sama sekali tidak menanyakan alasannya. Dia hanya pergi mencari Talia secepat mungkin.Talia berdiri sendiri di pinggir jalan. Dia terlihat sangat lemah dan rapuh, seolah-olah embusan angin ringan sudah bisa menerbangkannya. Setelah melihat Samuel, dia bertanya dengan pelan, “Pak Gary baik-baik saja?”“Dia baik-baik saja, cuma merasa agak bingung.” Samuel menghibur, “Jangan khawatir. Aku sudah jelaskan semuanya kepadanya.”Talia mengangguk. “Oke.”Samuel hendak bertanya kenapa Talia terlihat makin sedih, tetapi mengurungkan niatnya. Setelah tiba di rumah Talia, lalu menuangkan secangkir teh hangat

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 16

    “Meski kamu sudah dewasa, kamu tumbuh besar di sisiku. Orang tuamu sudah meninggal. Aku tentu saja harus menjagamu. Aku nggak akan biarkan kamu ditipu sama orang nggak jelas!”Tristan juga sudah marah dan menatap Samuel dengan sangat dingin.Talia mana mungkin lanjut bersabar. Dia akhirnya tidak peduli lagi dan berkata, “Aku bukan bersama Samuel karena ngambek sama kamu. Aku benar-benar merasa dia adalah orang yang baik. Selama aku menghabiskan waktu dengannya belakangan ini, aku merasa sangat gembira dan nyaman ....”“Kalau aku bilang nggak boleh, ya nggak boleh!” Tristan langsung menyela dengan marah. Dia bahkan membanting sumpitnya ke meja hingga menimbulkan suara yang nyaring. “Talia, ikut aku pulang.”Kali ini, Talia juga tidak lagi bersabar demi menjaga perasaan Gary. Dia bangkit dan menjawab, “Ini bukan kediaman Keluarga Howard, bukan tempat kamu bisa pamer kekuatan atau semua orang harus patuh padamu!”“Talia, aku khawatir kamu ditipu!”“Kamu nggak berhenti bilang kamu harus me

  • Aku Pernah Mencintaimu, Sebatas Itu   Bab 15

    Setiap patah kata yang diucapkan Jeff bagaikan pisau yang menyayat hati Tristan. Entah sejak kapan, ekspresi Tristan menjadi sangat suram dan sepertinya akan menjadi makin suram lagi. Sebelum Jeff selesai memperkenalkan pasangan serasi itu, Tristan menyela, “Aku ada urusan mendadak siang ini. Kita ganti jadwal makan siang hari ini ke lain hari saja.”“Oke. Kalau begitu, hati-hati di jalan, Pak Tristan.” Jeff hanya berpesan, “Kalau sudah nggak sibuk, jangan lupa kirimkan gambar pemotretan yang kamu inginkan padaku. Nanti, aku akan kirimkan ke Bu Talia.”Jeff mengira ini adalah pertemuan pertama Tristan dan Talia. Entah Tristan tidak mendengar ucapan itu atau memang sengaja tidak mau menjawab, dia langsung melangkah pergi dengan cepat tanpa menoleh lagi.Sebelumnya, Jeff dan Tristan termasuk dapat mengobrol dengan akrab. Sekarang, Tristan malah tiba-tiba seperti orang yang berbeda. Jeff pun merasa kebingungan. Jelas-jelas, tidak ada seorang pun di lokasi yang menyinggung Tristan.Pada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status