Lima tahun aku menikah dengan Tritan Wirajaya, salah satu miliarder yang namanya tercatat di daftar sepuluh besar Forbes. Sementara aku? Aku hanyalah istri bayangan, seorang mahasiswi yang sebentar lagi akan lulus, nyaris tak pernah dikenal publik. Aku selalu menenangkan diriku sendiri. “Tak apa. Status Nyonya Wirajaya tak penting. Selama ada cintanya… biarlah identitasku tetap tersembunyi. Publik tahu atau tidak, itu bukan masalah.” Namun kenyataan menamparku ketika cinta pertamanya kembali dari luar negeri. Baru kusadari, pernikahan kami… hanyalah sekadar selembar kertas bernama akta nikah. Rasa yang kusebut cinta… mungkin sepenuhnya sepihak dariku. Akhirnya, kuletakkan sebuah surat cerai di hadapannya. Kusamarkan sebagai berkas kuliah yang butuh tanda tangannya. Tanpa curiga, dia menorehkan namanya, dan pada detik itu, pernikahan kami resmi berakhir. Sikap acuhnya saat menandatangani berkas itu, sama persis dengan caranya memperlakukanku selama lima tahun, dingin, tanpa hati. Tak ada cinta di antara kami. Maka aku memutuskan untuk mengejar kebebasanku sendiri. Namun ketika akta cerai itu mulai berlaku, yang kumiliki bukan hanya diriku sendiri… tapi juga janin kecil yang tengah kukandung. Hanya saja, entah kenapa… saat aku meninggalkannya sejauh mungkin, ke tempat yang tangannya tak bisa jangkau… barulah dia sadar. Baru dia mengerti apa yang hilang dari hidupnya, seorang wanita yang mencintainya sepenuh hati, dan juga ahli warisnya sendiri! Saat akhirnya kembali menemukanku, meminta untuk memulai dari awal… Aku sudah berubah. Aku sudah dewasa. Aku sudah mandiri. Aku memiliki karier dan hidupku sendiri. Aku bukan lagi wanita yang hanya hidup berputar di sekitar cinta semata. Dan kini, dia berlutut di hadapanku, memohon cintaku, memohon agar aku kembali…
view moreTatapan Tritan tak pernah lepas dariku.Dia memperhatikanku bergerak lincah di laboratorium perkemahan, membahas rencana penelitian bersama tim, mencatat data dengan penuh fokus.Setiap kali mataku bertemu dengan matanya, aku bisa membaca perjuangan batin dan rasa sakit di balik sorot matanya.Kini dia mulai menyadari, aku sudah bukan lagi istri yang pasif dalam dunianya. Aku seorang peneliti mandiri, berbakat, dan penuh semangat.Seorang wanita yang selama ini belum pernah benar-benar dia pahami.Kesadaran itu, bagi Tritan, mungkin lebih menyakitkan daripada luka fisik mana pun.Dunia lamanya, benteng yang dibangun dari kekuasaan dan keinginan mengontrol, perlahan runtuh.Dia mencoba menggunakan logika lama untuk memahami semuanya, tapi sadar, logika itu tak lagi berguna.Dia tak bisa membeli maafku dengan uang, juga tak bisa memaksaku tetap tinggal dengan kekuasaannya.Di perkemahan ini, dia hanyalah seorang asing sepenuhnya.Tritan menutup matanya, perihnya merambat ke seluruh hati.
“Isabel!”“Isabel!”Tritan dan Owen sama-sama terkejut, suara mereka nyaris bersamaan.Namun Tritan lebih cepat satu langkah. Dia melesat ke depan, langsung menangkapku ke dalam dekapannya.“Apa yang kamu lakukan?” Owen berteriak marah, mencoba merebutku.Namun Tritan memelukku erat, tatapannya penuh ketegasan.“Aku suaminya. Aku punya hak untuk menjaganya.”Dalam kekacauan itu, aku dibawa masuk ke tenda medis.Tritan duduk di samping ranjangku, menyiapkan segelas susu hangat dengan hati-hati. Dia mencoba memastikan suhunya, lalu menyodorkan sedotan ke bibirku.“Isabel… minumlah sedikit. Kamu akan merasa lebih baik.”Aku menerimanya dalam diam, menatap tangannya yang penuh bekas luka, tapi tetap terasa hangat dan lembut.Hati ini terasa campur aduk.Dulu, tangan ini adalah sandaran terkuat bagiku. Kini, justru menjadi sumber luka yang terdalam di hatiku.Aku meneguk susu itu tanpa sepatah kata. Tritan pun diam, hanya menatapku dengan sorot mata yang sulit ditebak.Hening. Hanya terdeng
Aku menoleh, menatap Tritan dengan sorot mata dingin penuh jarak, seolah menatap orang asing.Wajahnya tercetak keterkejutan dan kesakitan. Suaranya bergetar saat mencoba membuka mulut.“Isabel… ini aku… aku Tritan…”Aku tetap tenang, tapi nada suaraku dingin.“Pak Tritan, antara kita… sudah tak ada lagi yang perlu dibicarakan.”Menjelang fajar, upaya penyelamatan perlahan berubah menjadi tahap pemulihan.Tritan kembali menghentikanku. Suaranya rendah penuh putus asa.“Isabel, aku tahu aku sudah lakukan kesalahan yang nggak termaafkan… tapi kamu hamil! Bayi itu juga anakku!”Aku menatapnya dingin.“Lalu kenapa? Itu nggak mengubah apa pun.”“Aku mohon… beri aku satu kesempatan untuk menebus semuanya.” Suaranya terdengar memelas.Aku tetap membeku.“Tritan, antara kita… sudah berakhir. Silakan pergi!”“Isabel… kumohon… lihat aku!” teriaknya dalam kesakitan.Aku tetap acuh, menoleh menjauh.“Tritan… sungguh ironis. Dulu, saat mataku hanya memandangmu, kamu nggak pernah menghargainya. Seka
Tritan mencengkeram bahu gadis itu, suaranya rendah tapi tergesa-gesa.“Dia di mana? Isabel… sekarang ada di mana?!”Gadis itu terkejut, beberapa detik terdiam sebelum akhirnya menjawab terbata-bata.“Dia… dia minggu lalu pergi ke Norevia, ikut program pertukaran penelitian.”Norevia?Mendengar kata itu, dada Tritan terasa sesak.Dia teringat perkataannya dulu, saat menertawakanku ketika melihat formulir permohonan untuk ikut pertukaran itu.“Norevia? Di sana cuacanya begitu dingin, iklimnya buruk… kamu pasti nggak akan betah.”Saat itu, aku hanya menundukkan kepala, diam tak bersuara.Kini, kenangan itu menusuknya, semua harapanku yang dulu tampak konyol di matanya, kini benar-benar nyata.Tritan merasa dadanya sesak luar biasa. Perlahan, dengan napas berat, dia melepaskan genggaman dari bahu gadis itu dan mundur beberapa langkah, tergopoh-gopoh.“Kamu… baik-baik saja?” tanya gadis itu cemas.Tritan tak menjawab. Dia hanya menarik napas panjang, dalam, dan berat, lalu berbalik melangk
Jari-jarinya gemetar saat menyentuh stempel merah di atas surat cerai itu. Tatapannya penuh keterkejutan dan penyesalan.“Bagaimana bisa… bagaimana aku bisa menandatangani ini…?”Renata berdiri di sampingnya, sesekali menoleh ke akta cerai itu. Sebuah senyum tipis terukir di sudut bibirnya, meninggalkan tatapan yang penuh ejekan.“Sudahlah, Tritan. Jangan terlalu khawatir. Isabel cuma sedang ngambek. Pada akhirnya, dia tetap akan berlutut padamu, memohon untuk diterima lagi.”“Bagaimanapun, dia cuma mahasiswi miskin. Mana mungkin dia tega meninggalkanmu, penopang hidupnya.”“Diam!” Tritan tiba-tiba mendongak, sorot matanya membara dengan amarah.“Dia istriku!”Dengan amarah yang meluap, dia mendorong Renata menjauh, lalu melangkah cepat menuju pintu.Tubuh Renata terhuyung, menabrak vas kristal di sampingnya.Pyar!Vas itu jatuh keras, pecah berkeping-keping, serpihan kaca berserakan seakan mencerminkan pernikahan mereka yang hancur.Tanpa menoleh sedikit pun, Tritan bergegas keluar, m
Di sisi lain, Tritan terus merasa hatinya gelisah, seolah ada sesuatu yang menekan dadanya tanpa henti.Tiba-tiba, sebuah kesadaran menghantamnya, seakan dia baru kehilangan sesuatu yang sangat penting, sesuatu yang tak seharusnya dia abaikan.Namun saat pikirannya berusaha kembali fokus, sebuah motor melaju kencang dari arah berlawanan.Tritan refleks menginjak rem sekuat tenaga. Ban mobil berdecit keras, gesekannya dengan aspal menimbulkan suara melengking yang menusuk telinga.Di kursi penumpang, wajah Renata seketika pucat pasi, dia menjerit keras.“Tritan! Apa yang kamu pikirkan barusan? Kamu hampir membuatku mati ketakutan!”Namun Tritan tak menghiraukannya. Dadanya bergemuruh, pikirannya dipenuhi kekosongan yang menyesakkan.Saat itulah dia sadar, sudah lama sekali dia tak menerima kabar dariku.“Tritan?” Suara Renata kini sarat dengan nada kesal.Tritan hanya menatap lurus ke depan, ekspresinya dingin.“Maaf,” ujarnya datar. “Aku hanya sedikit melamun.”Sambil meminta maaf, dia
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments