Share

BAB 5 : Bersikap Adil

Selesai Ijab Kabul Semua orang berkumpul diruang tengah. Zahwa datang dengan seorang pelayan menaruh cangkir teh dihadapan semua orang yang ada di sana.

Setelah menyuguhkan teh Zahwa duduk di samping Bram.

"Oh ya setelah ini sebaiknya kalian segara program kehamilan, nanti mama kasih kontak dokter yang bagus untuk kalian menentukan jadwal konsultasi" Ucap Linda mama Gea.

Ayu mengangguk setuju akan usul temannya itu. "Iyah lebih cepat,lebih baik bukan?. Mama sudah tidak sabar gendong cucu" Ayu membayangkan betapa ramai rumahnya nanti dengan tangis seorang bayi.

"Oh ya Bram, setelah ini ajak Gea bulan madu kemanapun yang ia mau" lanjut Ayu.

Gea baru saja berfikir negara mana yang cocok untuk bulan madu mereka dan semuanya sirna mendengar ucapan Bram.

"Bram tidak bisa ma" tolak Bram cepat membuat semua mata menatapnya. "Bram sudah mengikuti ucapan mama untuk menikah dengan Gea dan keinginan mama sekarang sudah terwujud, setelah ini jangan suruh Bram apapun lagi yang menyangkut rumah tangga Bram!"

"Tapi sayang dimana-mana orang habis nikah bukan sebaiknya bulan madu?, agar mereka segera diberikan momongan?" jawab Linda membujuk.

"Apa yang dikatakan Linda ada benarnya. Begini saja kalian tidak usah memikirkan masalah ini biar nanti mama yang menyiapkan semuanya kalian tinggal terima jadinya saja" imbuh Ayu.

Bram menggeleng cepat. "Ma sudah cukup!, masalah bulan madu masih bisa kita pikirkan belakangan sekarang Bram capek dan ingin istirahat!"

Melihat suaminya pergi dengan keadaan emosi membuat Zahwa khawatir akan hal-hal nekat yang bisa dilakukan Bram, dengan langkah cepat Zahwa menyusul Bram yang pergi ke kamar mereka.

"Mas" panggil Zahwa setelah menutup pintu kamar.

"Apa lagi Za?, mas cepek!"

Melihat raut letih dari wajah sang suami Zahwa tersenyum dan langsung mengalungkan tangannya di leher Bram, bermanjaan dengan suaminya. "Mau Zahwa siapkan air buat mandi?, apa mau kopi?"

"Aku tidak ingin apapun!" tolak Bram membuang pandangannya kearah lain.

Zahwa menangkup wajah Bram. "Kok tiba-tiba wajah mas mirip orang hutan sih"

"Hm"

"Lihat ini kulitnya kusam banget, masa Iyah Bram Rivaldo kulitnya kaya orang hutan gini dan ini lagi kumisnya mulai tumbuh" dengan jahilnya tangan Zahwa mencabut kumis Bram membuat pria itu mengaduh kesakitan.

"Au, sakit Za"

"Maaf mas, Zahwa sengaja" tawa Zahwa pecah tanpa dosa melihat suaminya mengaduh kesakitan.

Melihat tawa Zahwa Bram dengan cepat melupakan kalo tadi ia baru saja menikah dengan Gea. "Suka lihat suaminya kesakitan, Iyah?"

Zahwa menggeleng kecil. "Dikit"

"Nakal ya"

"Aaa, mas jangan" Zahwa menjauh dari Bram yang tiba-tiba mencubitnya.

"Suka kan lihat suaminya kesakitan?"

"Hahaha, mas jangan" berlari ke sana-kemari,bahkan Zahwa naik keatas kasur hanya untuk menghindari balasan suaminya.

Tanpa keduanya sadari keadaan kamar mereka sudah sangat berantakan akibat ulah keduanya yang masih saling kejar-kejaran.

"Mas Zahwa capek" Zahwa mengangkat tangannya tak sanggup lagi untuk berlari.

Bram menarik tangan Zahwa, menjatuhkan kedua tubuh yang sudah sangat lelah itu keatas kasur. "Lain kali jangan nakal"

Zahwa mengatur deru nafasnya mengangguk lemah. Mata keduanya perlahan terpejam karena lelah, menikmati tidur siang dengan berpelukan.

***

"Jangan paksa mas, Za!"

Malam yang seharusnya Bram dan Gea habiskan bersama harus rusak saat Bram berkata terang-terangan dihadapan Ayu bahwa ia tak ingin satu kamar bahkan satu ranjang dengan Gea.

"Mas, kalian sudah menikah" ucap Zahwa mencoba memberikan pengertian.

"Pernikahan sirih, bukan pernikahan sah!" ralat Bram. "Za ini baru awalnya sudah seperti ini bagiamana kalo kedepannya?" tanya Bram yang tak bisa membayangkan hal apa yang akan terjadi kedepannya.

"Semuanya akan tetap sama mas, kalo kamu bisa adil dengan aku dan Gea"

Bram mengguyur rambutnya, selama ini Bram tidak pernah berfikir untuk menikah dua kali dalam hidupnya, bahkan untuk angan-angan saja dirinya tak berani.

Zahwa meraih tangan Baram yang meremas rambutnya menggenggamnya dengan erat. "Gea juga ingin diperlakukan seperti aku mas, dicintai dan dilindungi oleh suaminya"

"Tapi aku tidak cinta dengannya Za!, kenapa kamu tidak bisa mengerti perasaan ku?" ucap Bram terasa perih di dadanya, saat Zahwa terus memaksanya.

"Cinta akan timbul seiring berjalannya waktu mas, dan waktu itu telah tiba malam ini" jawab Zahwa dengan bibir bergetar.

Bram menatap bola mata Zahwa dalam. "Ada jutaan orang di dunia ini, tapi kenapa kita yang dipilih tuhan untuk menjalani takdir hidup seperti ini?"

"Kita saling mencintai, bahkan kamu tau sendiri aku tidak pernah berniat sedikit pun untuk selingkuh dari mu, tapi kenapa sekarang tuhan membuat ku menikah dengan wanita lain?, apa salah ku Za?, katakan padaku apa salah ku selama ini sampai tuhan menghukum kita berdua?"

Air mata Zahwa lolos mendengar suara parau milik Bram yang terdengar sangat menyakitkan ditelinganya.

"Tuhan tidak salah disini mas, tuhan hanya ingin melihat betapa kuat kita melewati semua rintangan yang ia berikan, dan siapa yang paling kuat bertahan sampai akhir"

Bersamaan dengan itu air mata Bram dan Zahwa jatuh. Entah bagaimana rencana tuhan sekarang pada dua sepasang suami istri yang saling mencintai itu, dan bagaimana nasib rumah tangga mereka kedepannya.

Zahwa menghapus air matanya dan bergantian mengusap jejak air mata Bram, dengan tersenyum lebar. "Sekarang biar aku antar kamu ke kamar Gea"

Zahwa menarik tangan Bram ke kamar Gea yang berada tepat di samping kamarnya. Tinggal beberapa langkah lagi menuju kamar Gea langkah keduanya terhenti.

"Za, jangan lakukan ini sama mas" jawab Bram menggeleng kecil. "Mas gak mau sakitin kamu sayang, mas gak kuat"

Zahwa mencoba tersenyum, mengusap lembut lengan suaminya. "Mas pasti bisa, perlakukan Gea dengan lembut mas, jangan kasar in dia"

"Sayang-"

"Zahwa sudah mengecewakan mama mas, dan sekarang Zahwa gak mau mas Bram ikut-ikutan mengecewakan mama sama seperti Zahwa. Zahwa sayang sama mama,Zahwa juga sayang sama mas. Jadi Zahwa mohon lakukan ini untuk Zahwa, Zahwa ingin lihat mama bahagia mas, Zahwa mohon" pinta Zahwa, dengan suara serak nya.

Sebelum menjawab permintaan sang istri Bram memeluk tubuh Zahwa dengan erat mengusap rambut lurus Zahwa lembut. "Kalo itu yang kamu mau, mas akan lakukan sayang"

Mendengar jawaban dari suaminya Zahwa tersenyum getir, lagi-lagi air matanya tak bisa ia cegah untuk mengalir begitu saja.

Melepas pelukannya mata Zahwa menatap pintu kamar Gea yang masih tertutup rapat. "Sekarang mas masuk gih, jangan buat Gea menunggu"

Bram mengangguk, mencium kening Zahwa terlebih dahulu dalam waktu yang lama. "Selamat malam sayang"

Berjalan ke pintu kamar Gea Bram membuka pintu kamar dengan perlahan dan menutupnya meninggalkan Zahwa yang masih berdiri mematung ditempat.

"Selamat malam mas" ucap Zahwa tercekit, dan langsung meremas dadanya yang membuncah dengan hebat.

"Kenapa rasanya lebih sakit dari sebelumnya tuhan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status