Hari ini Rumi berniat memberikan undangan pada Siska, undangan pesta pernikahan nya dengan Biantoro. Biantoro mengantarnya Samapi rumah, namun dia tidak ikut masuk, karena dia harus segera pergi ke kantor untuk rapat.Biantoro kesal, karena neneknya menyuruhnya untuk mengosongkan waktu sekitar seminggu setelah pernikahan, karena dia sudah memesan tempat untuk nya dan Rumi berbulan madu katanya. Rencana neneknya itu, berimbas pada Biantoro yang harus sibuk, dengan menyelesaikan pekerjaan yang sudah dia jadwalkan minggu depan, di kerjakan Minggu ini juga.Rumi yang kini berdiri di depan pintu rumahnya, menatap rumah tersebut untuk beberapa saat. Rumah yang selalu menjadi tempat dia kembali dari manapun dia berada, rumah yang banyak mengandung kenangan manis yang sekarang telah hilang berganti kenangan buruk yang di sebabkan oleh perbuatan Siska dan Alex. Rumah ini merupakan peninggalan ayahnya, yang ingin dia rawat selamanya, namun sekarang sepertinya keinginan itu sirna, karena bayang
Siska dengan kesal dan marah, masuk ke dalam kamarnya, dengan surat undangan pernikahan Rumi di tangannya. Siska sekali lagi membaca surat undangan itu. Surat undangan yang sangat unik dan cantik, pasti harganya mahal, pikir Siska."Beruntung sekali kakak ku itu. Aku masih penasaran bagaimana dia bisa kenal dengan Biantoro CEO terkenal itu?" Tanya Siska, lalu menatap kembali undangan itu. Tidak lama kemudian dengan kesal, Siska meremas surat undangan itu. Namun tidak lama, dia merapihkan surat undangan itu lagi."Rumi menikah dengan Biantoro, berarti ada kesempatan aku dekat dengan Biantoro juga," batin Siska sambil tersenyum dalam hatinya."Iya, aku benar. Aku pasti dengan mudah berada di dekat Biantoro nanti, kesempatan ku untuk lebih dekat dengan Biantoro lebih besar, karena aku yakin pernikahan mereka ini tidak akan pernah berlangsung lama, mana mungkin pria tajir seperti Biantoro jatuh cinta pada wanita cupu seperti Rumi," ucap Siska."Kakakku sayang, aku pasti datang di pesta pe
Biantoro segera berlari dan masuk ke dalam kamar, dia sesaat mencari Rumi di dalam kamarnya, memastikan jika Rumi benar-benar tidak ada di dalam kamarnya. Setelah merasa yakin Biantoro langsung meraih kunci mobil nya yang ada di atas meja, lalu segera berlari menuju mobilnya, dan segera keluar dari rumah itu, untuk kembali ke tempat di mana dia meninggal Rumi saat itu."Sial! Dia sudah tidak ada di sini!" Umpat Biantoro kesal setelah berputar-putar Rumi tidak juga dia temukan.Biantoro pun memegang handphone nya, hendak menelepon Rumi, namun tidak lama dia membanting handphonenya dengan keras, karena dia baru sadar jika dia tidak tahu nomer Rumi."Bodoh! Kemana juga dia pergi. Masa di tinggal begitu saja dia tidak pulang!" Omel Biantoro.Biantoro dengan kesal sekali lagi berputar mencari Rumi, namun Rumi belum juga di temukan. "Dasar wanita, memang merepotkan!" Teriak Biantoro.Biantoro dengan perasaan tidak karuan pulang, baru sekarang dia dibuat pusing oleh seseorang, bahkan hatiny
Rumi menahan rasa marahnya, dia memilih untuk meninggalkan Biantoro, rasanya percuma jika harus bertengkar dengannya."Eh! Tunggu. Kita belum selesai bicara." Teriak Biantoro.Rumi tidak memperdulikan teriakkan Biantoro, dia mempercepat langkahnya mendekati nenek. Hanya nenek yang bisa membungkam Biantoro.Benar saja di depan nenek, Biantoro tidak berkutik. Rumi tersenyum melihat wajah kaku Biantoro."Jangan pikir kamu bisa berlindung terus pada nenek," ucap Biantoro sinis.Rumi menoleh ke arah Biantoro mendengar itu, namun kemudian mencibir tidak perduli, membuat Biantoro kesal."Pernikahan kalian tinggal dua hari lagi, kalian harus hati-hati walaupun kalian sudah resmi menjadi suami istri, nenek ingin kalian baik-baik saja," ucap nenek tiba-tiba."Baik, nek." Ucap Rumi dan Biantoro bersamaan.Biantoro menarik Rumi agar mendekat padanya, lalu merangkul pinggang Rumi, dengan kuat di depan nenek sambil berkata."Aku akan pastikan, jika istriku ini tidak akan lari dari pernikahan nya, ne
Pesta pun akhirnya usai, rasa lelah pun mulai menyerang Rumi dan Biantoro, kedua nya kini sudah berada di dalam kamar yang sudah di rancang khusus untuk pengantin baru, kamar itu terlihat sangat indah.Namun kedua terlihat tidak bersemangat melihat hiasan-hiasan indah yang berada di dalam kamar itu, Rumi begitu masuk kamar, langsung menjatuhkan diri di atas sofa, karena dia tahu itu akan menjadi tempat tidur nya juga malam ini.Sedangkan Biantoro, langsung berbaring di atas tempat tidur, Biantoro melihat ke arah Rumi yang sedang duduk pasrah di atas sofa. Lalu tersenyum dalam hati, melihat Rumi yang terlihat begitu lelah."Tentu saja dia lelah, karena harus berdiri dalam jangka waktu lama, tadi dengan sepatu hak tingginya," ucap Biantoro dalam hatinya."Jadi wanita memang repot!" Umpat Biantoro dalam hatinya lagi.Biantoro melihat Rumi, melepaskan sepatu hak tingginya, dengan pelan sambil memijit pelan jari kakinya, mungkin karena dia merasa pegal karena sepatu itu. Setelah itu Biantor
Setelah berhasil menenangkan peliharaannya, Biantoro keluar dari kamar mandi. Biantoro keluar hanya menggunakan handuk, yang melilit di pinggangnya.Melihat itu, Rumi langsung merubah posisi tidurnya membelakangi Biantoro, seperti biasanya. Biantoro membuka kopernya, sepertinya Biantoro lupa di tas kopernya tidak aja baju yang bisa dia pakai.Biantoro dengan wajah tenangnya menuju tempat tidur. Dia duduk di tepi tempat tidur, melihat ke arah Rumi yang tidur di tutupi selimut. "Aaaa, apa yang kamu lakukan!" Teriak Rumi, terkejut ketika Biantoro mengangkat tubuhnya."Kita tidur berdua di atas tempat tidur, malam ini! Terpaksa, jadi kita bisa berbagi selimut. Aku tidak mau mati kedinginan malam ini." Ucap Biantoro.Rumi hanya diam, dia hanya melihat Biantoro naik ke atas tempat tidur lalu berbaring di sebelahnya. Rumi terkejut saat Biantoro melepaskan handuknya, hingga bisa di pastikan dia sekarang hanya menggunakan celana dalam, membayangkan hal ini, Rumi bergidik ngeri, dia langsung m
"Bisa kita ke kamar lagi, sekarang?" Tanya Biantoro, seketika menghentikan tawa Rumi.Rumi menatap ke arah Biantoro yang sedang menatapnya tajam, lalu mengangguk."Aku ke kamar duluan, habiskan makanannya," ucap Rumi ada Angga."Yah, aku sendirian. Jadi tidak nafsu lagi makannya," goda Angga."Kamu tidak sendiri, di sini banyak orang." Sarkas Biantoro, lalu menarik tangan Rumi agar segera pergi dari tempat itu Begitu sampai di dalam kamar, Biantoro baru melepaskan pegangan tangannya dari Rumi."Aku tidur di mana?" Tanya Rumi."Di sofa saja." Jawab Biantoro, dia tidak mau kejadian kemarin terjadi lagi.Mendengar itu, Rumi langsung berjalan menuju sofa, sambil membawa selimut. "Aku lelah, aku tidur duluan." Ucap Rumi.Biantoro tidak merespon ucapan Rumi, ia menatap Rumi yang sudah berbaring dengan selimut menutupi seluruh tubuh nya, bahkan wajahnya.Setelah sekian lama, setelah yakin Rumi sudah tidur Biantoro menghampiri Rumi, lalu membuka sedikit selimut yang di gunakan oleh Rumi, m
Melihat tingkah Angga dan Rumi sedikit aneh, Biantoro mendekati mereka. Biantoro curiga Angga dan Rumi merencanakan sesuatu padanya. Biantoro dengan angkuhnya berdiri di antara Rumi dan Angga."Sudah waktunya pulang." Ucap Biantoro, sambil menarik tangan Rumi agar berdiri."Jangan kasar!" Tegur Angga melihat Rumi hampir terjatuh karena di tarik paksa oleh Biantoro. "Jangan ikut campur. Sudah beruntung kamu aku izinkan pergi dengannya," Ancam Biantoro. Melepaskan tangan Angga dari bahu Rumi dengan kasar "Memangnya kenapa aku pergi dengannya?" Tanya Angga agak terpancing sikap Biantoro yang terlihat sombong itu. Mendengar pertanyaan Angga Biantoro tertawa lalu menatap Angga dengan tatapan tajam dan mematikan."Mana ada suami mengijinkan istrinya pergi dengan pria lain." Jawab Biantoro."Apa suami? Maksud kamu, kamu suaminya Rumi?" Tanya Angga, tidak percaya. "Begitulah," jawab Biantoro."Bisa-bisanya seorang kakak, mengaku suami adiknya agar adiknya aman!" sarkas Angga."kamu tidak p