“Langga, kamu di mana…?”
Hari masih cukup pagi, tetapi Langga sudah mendapatkan telepon ‘dinas’ dari tante kesayangannya. Dia cukup kaget, sebab jarang sekali Tante Erna menghubunginya di saat matahari masih tinggi.
Karena pria tersebut sedang ada di lingkungan kampus, Langga mengangkat telepon tersebut dengan suara berbisik-bisik. “Saya di kampus tante, kenapa tante?”
“Kamu temui aku sekarang di Puncak, aku butuh kamu!”
“Tapi, Tan–”
“Jangan pakai tapi-tapi, soal Mami Ela itu urusanku! Sekarang, cepatlah kamu ke sini segera!” Tante Erna lalu menyebutkan alamat lengkapnya.
Dengan taksi online, Langga yang masih bingung meluncur ke sebuah cottage yang ada di Puncak, sesuai instruksi Tante Erna.
Begitu bertemu di kamar cottage, Langga kaget melihat mata wanita cantik yang rutin perawatan ke salon mahal ini memerah, tanda habis menangis.
“Langga, kamu kenal wanita bernama Astrid? Dia model terkenal dan bernaung sama dengan kamu di bawah kendali Mami Ela, kan?”
Langga kaget. Dia kenal dengan Astrid, wanita yang selalu jadi tempat pelampiasannya usai melayani Tante Erna. Mirisnya, Langga juga tahu jika Astrid juga merupakan simpanan dari suami Tante Erna.
Meski begitu, tidak mungkin Langga membocorkan hubungan gelapnya dengan Astrid pada Tante Erna.
“Hanya kenal saat latihan model dan manggung saja tante, tak akrab. Ada apa emangnya Tante?” Akhirnya, Langga terpaksa berdusta dan memasang wajah bengong.
“Suamiku tergila-gila dengan lonte itu!” Suara Tante Erna meninggi, menunjukkan dia tengah begitu emosional. “Dia mau jadikan si Astrid bini keduanya. Aku baru tahu dia sering transfer uang ke wanita itu!”
Langga langsung terdiam, bingung harus ngomong apa!
Hari ini, bukan bercinta yang diinginkan Tante Erna, tapi Langga dijadikan tong sampah, karena wanita ini mencurahkan seluruh uneg-uneg di hatinya.
Sebagai mahasiswa yang tentu memiliki kemampuan menganalisa suatu masalah, Langga dengan cerdik memberikan pandangannya.
“Tante, apakah sudah dipikirkan masak-masak?” ujar Langga begitu lembut, sesuatu yang jadi kelebihannya, sehingga membuat semua kliennya merasa nyaman dengannya.
“Ingat, suami tante sebentar lagi akan ikut pilkada. Kalau Tante bersikap gegabah, lawan politik pasti jadikan ini alat untuk jatuhkan suami tante!” Langga coba beri pandangan.
Adi Wibowo adalah pejabat yang akan bersaing di bursa pemilihan daerah. Itulah sebabnya juga, Tante Erna memiliki syarat yang begitu ketat sebelum menjadikan Langga sebagai simpanannya.
Mereka bertukar pendapat cukup lama, hingga senyuman tercipta di bibir Tante Erna. Tak hanya puas di ranjang, Tante Erna juga merasa puas pada sikap Langga yang begitu solutif.
Karenanya, hari ini Langga bak dapat durian runtuh, pria itu dihadiahi sebuah SUV keluaran terbaru oleh wanita setengah tua itu, yang sangat senang punya teman curhat yang sangat solutif dan bisa meredakan hatinya yang lagi gabut.
Dua bulan berlalu sejak nasihat Langga pada Tante Erna, hasil pilkada menyatakan jika Adi Wibowo telah terpilih sebagai Kepala Daerah di Provinsi Bagoya.
Siaran berita lokal dihiasi tampilan Tante Erna dan suaminya yang sama-sama tersenyum lebar, mengucap syukur atas kemenangan mereka.
Langga hanya tersenyum sinis melihat tayangan live itu, yang disiarkan sebuah TV swasta nasional, yang agaknya sengaja di bayar untuk tayangan khusus ini.
Saat itulah, pintu kos milik Langga diketuk dan langsung terbuka.
“Selamat yaa, Ayank kamu terpilih, aku lihat di hitung cepat suaranya tak mungkin lagi terkejar calon lain!” ledek Langga pada wanita cantik yang langsung merebahkan dirinya di ranjang.
“Hmmm, nggak usah nyindir deh!” Bibir wanita itu mengerucut, meski setelahnya terkikik juga. “Kamu juga kan simpanan Tante Erna Hadiyanti, istri Om Adi Wibowo. Pasti ikut kecipratan, lah … nanti! Tuh mobil SUV yang nangkring di depan itu dari siapa?”
Langga hanya tersenyum mesem. Astrid menggoyangkan tas mewahnya, bermaksud menunjukkan hadiah yang baru dia dapatkan dari pria simpanannya.
Di saat Adi Wibowo dan Tante Erna tengah berbahagia, Langga dan Astrid juga kembali menuntaskan penutup mereka di kamar kos ini.
Namun, wajah Astrid yang hari itu berbinar cerah memamerkan limpahan harta tak bertahan lama.
3 bulan setelah pelantikan, wanita itu datang lagi ke kamar kos Langga dengan wajah pucatnya.
“Kamu kenapa Astrid, kok pucat begitu…?”
“Aku sedang diteror seseorang, Langga!” Wanita itu bercerita dengan wajah frustrasinya. “Dia mengancam akan membunuhku kalau aku tidak meninggalkan Adi Wibowo. Aku curiga, dalang di balik ini semua adalah Tante Erna.”
“Apa hubungan kalian terendus media?” tanya Langga penasaran dan menatap tajam wajah Astrid.
Astrid menggeleng lemah. Dia kemudian bergerak mendekati Langga dan berbisik di telinga pria itu.
Tubuh Langga menegang, diiringi dengan kerutan di dahi setelah mendengar informasi mengejutkan. “Apa? Bagaimana bisa? Bukannya–”
Ucapan Langga terputus ketika Astrid menunjukkan sebuah benda tipis ke hadapannya. “Beberapa bulan ini aku tidak berhubungan dengan siapa pun selain dengannya. Aku yakin, aku hamil anaknya. Tapi sial, istrinya tau juga kabar ini!”
Seketika, Langga terpikirkan oleh reaksi Tante Erna. Bayang-bayang Tante Erna yang begitu emosional kala itu langsung terbayang di benak Langga. Wanita tua itu sanggup melakukan apa saja demi mendapatkan keinginannya.
“Lalu, apa rencanamu selanjutnya?” tanya Langga.
“Langga, seandainya terjadi apa-apa terhadapku, tolong sesekali jenguk anakku yang tinggal dengan neneknya. Dan ini ….” Astrid merogoh tasnya dan memberikan sebuah buku tabungan pada Langga. “Tolong simpan ini untuk keperluan anakku.” Mata wanita itu kemudian berkaca-kaca menatap pria di hadapannya.
Langga terpaku dengan tangan tergantung sembari memegang buku tabungan yang diserahkan Astrid padanya. “Kamu kenapa ngomong gini? Kamu udah kayak mau pamitan saja!” protesnya dengan degup jantung yang berdebar-debar, seolah-olah isyarat ini sesuatu yang buruk menimpa Astrid.
Astrid tersenyum tipis. “Pokoknya, aku percayakan semua sama kamu. Termasuk urusan anakku.” Kemudian, tangan wanita itu menepuk-nepuk bahu Langga beberapa kali. “Dan kamu, berhati-hatilah terhadap Tante Erna.”
Setelahnya, wanita itu langsung pergi meninggalkan Langga yang masih terpaku menatap benda yang diamanatkan padanya.
3 Minggu berlalu sejak kedatangan Astrid dan pesan ambigunya, Langga yang baru saja pulang dari pekerjaan short time-nya dikejutkan dengan sebuah berita di televisi.
Seorang reporter melaporkan sebuah insiden maut baru saja terjadi di tol Cipali, yang melibatkan sebuah mobil sedan mewah yang bertabrakan dengan sebuah truk kontainer. Mobil sedan mewah itu remuk di bagian depan, dan pengemudinya dilaporkan meregang nyawa di tempat.
“Ya Tuhan, Astrid!!”
*****
BERSAMBUNG
“Langga, seandainya terjadi apa-apa terhadapku–” Seketika, Langga langsung teringat pada pesan Astrid saat terakhir kali mereka bertemu. Ini benar-benar gila! Tante Erna sudah terlalu berani bertindak, hingga menghilangkan sebuah nyawa. Langga benar-benar ketakutan sendiri. “Hati-hati dengan Tante Erna, dia agaknya psikopat.” Pesan Astrid yang terus-terusan terngiang-ngiang di pikiran dan benaknya. Langga bukanlah seorang pria jagoan yang berani ambil resiko, dia lelaki yang terlalu pengecut dan sangat tidak percaya diri dengan kemampuannya. “Aku harus menghindar!” dengan pikiran kalut begitu, Langga pun menghubungi Mami Ela dan menolak menerima klien manapun dengan alasan ingin fokus ke pendidikannya dulu. Tapi Langga lagi-lagi terlalu tak percaya diri, tak mau berterus terang kalau dia ketakutan dengan Tante Erna. Andai Langga berterus terang, Mami Ela pasti punya solusinya, wanita yang sangat lama jadi mucikari ini berpengalaman soal-soal beginian. Akhirnya, yang Langga jadi
“Keluar, atau nyawamu melayang!” Salah seorang pria dari mobil MPV bentak seorang pria itu dengan suara kasar, tanganya mengetuk kaca mobil SUV Langga dengan keras, membuat pria itu terpaksa menurunkan kacanya. “Ma-maaf bang, sa-saya salah apa?” Langga langsung ketakutan sendiri, apalagi saat melihat pria itu memegang belati di tangan kanannya. “Turun, dan ikut kami!” sentak pria ini tak sabaran. Langga tidak punya pilihan. Dia pun membuka kunci pintu mobil, kemudian mengikuti seretan dua pria asing itu untuk masuk ke mobil MVP mereka dan membiarkan mobilnya dibawa oleh kawanan pria asing yang lain. Langga memang mahir di ranjang. Namun, dia bukanlah pria jagoan. Dia tidak punya basic beladiri sama sekali. Langga ternyata dibawa ke sebuah tempat yang berada di luar kota, lokasinya sudah hampir masuk wilayah Puncak. Di sebuah rumah mewah berpagar tinggi, dua mobil ini masuk ke halaman rumah. Setelahnya, Langga dibawa ke sebuah kamar, di dalam kamar mewah itu sudah menunggu seor
“Saya…barusan melayani klien yang sangat hyper, Dok.” Langga melirik dokter yang merawatnya. “Kamu lelaki komersil, ternyata.” Dokter perempuan itu tersenyum maklum, seakan sudah tak aneh dengan kondisi pasiennya yang seperti ini. “Lelaki komersil yang apes bertemu klien psikopat!” dengus Langga sambil memejamkan mata, menahan perih di tubuhnya saat obat ini dibaluri pada luka-luka yang dia derita. “Sayang sekali…padahal kamu memiliki badan bagus dan wajah yang sangat tampan, kenapa sih harus ambil jalan pintas untuk cari cuan?” si dokter ini malah menasehati Langga, seolah menasehati anak kecil yang nakal. Langga terdiam, nasehat dokter ini bak menghujam hatinya. “Makasih nasehatnya, Dok….” Tanpa Langga sadari dokter ini menatapnya dengan pandangan aneh. Lalu dokter ini menarik napas panjang, sambil angkat bahu. Dokter dan Langga sama-sama diam, pada dasarnya Langga memang agak irit bicara, apalagi soal profesinya yang bagi sebagian orang dianggap sangat hina ini. Dokter ini t
Mami Ela kaget sekali, di depannya sudah berdiri Tante Erna dengan 3 centengnya. “Halooo tante, ih makin cakep ajah setelah jadi ibu pejabat, tumben nih berkunjung ke tempat saya.” Mami Ela tergopoh dan langsung berbasa-basi menyambut tamunya yang terlihat angkuh ini. “Ahhh hentikan basa-basi kamu, di mana Langga, sudah 2 minggu lebih dia tak bisa ku kontak!” Tante Erna menolak duduk saat di persilahkan. “Langga sengaja ku minta istirahat Tante…emm...pasti paham kan kenapa dia ku minta istirahat dulu.” Sindir Mami Ela halus. Wajah Tante Erna langsung berubah. “Di mana dia kini…aku…mau mengajaknya berobat, biar cepat sembuh!” suara Tante Erna agak melembut, bahkan kini duduk di kursi yang tadi di tolaknya. “Tante…ku mohon kali ini tolong jangan dulu ganggu anak buah saya, dia agak shock.” “Berani kamu merintangi aku heehh!” “Maaf Tante…tapi saya juga harus melindungi anak buahku, kalau terjadi apa-apa…aku harus bertanggung jawab. Aku tak ingin nasib tragis Astrid juga menimpa pa
“Terima kasih Langga, kamu datang juga.” dokter Ussy langsung menyambut Langga yang baru datang ke rumahnya. Penampilan Langga bak eksekutif muda, berjas dan baju kaos di dalamnya. “Cakep banget ni orang.” Batin dokter Ussy sambil tersenyum senang. Pesta Ultah Celica yang ke 3 tahun berlangsung ramai, saat Celica asek berceloteh dengan teman sebayanya, sesuai skenario dokter Ussy, Langga mengenakan topeng bergambar karakter film kartun. “Celica…sini…nih hadiah ultah kejutan buat kamu.” Gadis kecil ini langsung menoleh kaget ke wajah ibunya. Langga pun membatin, cantik sekali gadis kecil ini. “Siapa orang bertopeng ini Mi…?” “Kamu buka sendiri dehh…pelan-pelan yaa…!” dokter Ussy mendekati anaknya, Celica rada-rada takut juga melihat seorang pria tinggi besar bertopeng kini jongkok di depannya. Semua undangan termasuk teman-teman Celica kini terdiam tegang. Tapi ada satu pria muda yang sejak dokter Ussy masuk menggandeng Langga, sudah menatapnya dengan tatapan tajam. Begitu top
Dokter Ussy bukanlah seperti klien-klien Langga selama ini, yang kebanyakan es te we dan hanya wajahnya kencang, tapi dalamnya sudah kendur. Dokter Ussy memiliki tubuh yang sangat denok, harum dan terawat. Usianya pun baru 30 tahunan, benar-benar bak wanita 20 tahunan saja. Langga benar-benar memberikan service yang sangat lembut buat wanita jelita ini. Semenjak Astrid tidak ada lagi, baru kali Langga seolah melaksanakan tugasnya seakan bersama wanita yang dia sayangi. Langga tak sadar sudah baper sendiri dengan bentuk tubuh si dokter jelita ini. Ussy benar-benar memperoleh kenikmatan tiada tara dengan Langga, tanpa sadar dia berucap service sang pria pemuas ini jauh melebihi suaminya dulu. Ucapan itulah yang langsung menyadarkan Langga, ia ingat saat ini bukan sedang bercinta dengan kekasihnya atau dengan Astrid. Tapi dokter Ussy, yang ingin memperoleh kenikmatan dengannya, si lelaki komersil. Dengan kesadaran itulah, Langga lalu mengambil pengaman yang diletakan dokter Ussy di
Tak sulit mencari orang tua Astrid, setelah menempuh perjalanan hingga 6 jam naik bus milik travel, Langga tiba di kantor travel ini, lalu dengan naik ojek 30 menitan, dia tiba di alamat ini jelang senja, yang ternyata rumahnya sangat sederhana. Hanya berdinding batako tanpa plester, saat Langga mengetuk, ia kaget yang membukakan pintu adalah seorang anak kecil cantik manis, tapi terlihat rambutnya berantakan, bahkan tubuhnya agak berbau, tanda belum mandi. “Kamu…Andina kan…?” si gadis cilik ini mengangguk. “Aku Om Langga, teman mendiang ibu kamu…mana nenek kamu Andina?” “Nenek sakit Om…tuh berbaring di kasur!” Andina menyingkir dan mempersilahkan Langga masuk. Di kamar yang sumpek dan tidak ada penerangan listrik, kecuali lampu teplok, Langga melihat seorang nenek renta hanya tiduran saja di kasur. “Siapa dia Andina..” terdengar orang yang berbaring di kasur bersuara. “Katanya Om Langga nek, temannya mendiang mama!” “Mak kenapa…sakit apa Mak?” Langga kini mendekat dan memegan
Mahasiswi cantik berkerudung ini memarahi ke 3 centeng tersebut tanpa rasa takut. Anehnya, tiba-tiba ketiganya saling pandang dan pelan-pelan menjauh dari Langga. Lalu naik mobil jenis MPV dan tancap gas menghilang dari parkiran Kampus Merah Putih ini. “Kamu tak apa-apa Bang…?” Rebecca membantu Langga berdiri. “Tak apa Becca, hanya…pipiku agak sakit kena tabok mereka!” Langga memegang pipinya yang membiru dan mengibaskan debu yang ada di pantatnya, setelah tadi sempat terjatuh ke tanah. “Aneh Abang ini, kok jadi lelaki payah banget, lawan lah badan gede gitu, masa kalah sih!” tegur Rebecca sambil jalan menjejeri langkah Langga menuju ke mobilnya. “Aku tidak pintar beladiri Becca, tadi aku juga sudah melawan tapi mereka memang sudah biasa main otot!” Langga malu hati sendiri di tegur gadis cantik berkerudung ini. Rebecca tertawa kecil. “Latihanlah, masa cuman latihan gedein otot doank!” gadis ini sampai menutupi mulutnya dengan jari lentiknya, Langga hanya bisa tertawa masam. Cand