Share

Bab 3: Sembunyikan Diri

“Langga, seandainya terjadi apa-apa terhadapku–”

Seketika, Langga langsung teringat pada pesan Astrid saat terakhir kali mereka bertemu.

Ini benar-benar gila! Tante Erna sudah terlalu berani bertindak, hingga menghilangkan sebuah nyawa.

Langga benar-benar ketakutan sendiri.

“Hati-hati dengan Tante Erna, dia agaknya psikopat.” Pesan Astrid yang terus-terusan terngiang-ngiang di pikiran dan benaknya.

Langga bukanlah seorang pria jagoan yang berani ambil resiko, dia lelaki yang terlalu pengecut dan sangat tidak percaya diri dengan kemampuannya.

“Aku harus menghindar!” dengan pikiran kalut begitu, Langga pun menghubungi Mami Ela dan menolak menerima klien manapun dengan alasan ingin fokus ke pendidikannya dulu.

Tapi Langga lagi-lagi terlalu tak percaya diri, tak mau berterus terang kalau dia ketakutan dengan Tante Erna. Andai Langga berterus terang, Mami Ela pasti punya solusinya, wanita yang sangat lama jadi mucikari ini berpengalaman soal-soal beginian. Akhirnya, yang Langga jadikan alasan hanyalah kematian Astrid yang masih membuat jiwanya terguncang.

“Hmm…ya sudah, aku mengerti. Tapi ingat, kamu hanya boleh 2 bulan istirahat. Setelah itu kamu harus kembali, Mami tak ingin diteror klien-klien kamu yang lain!” cetus Mami Ela sekalian mengingatkan.

Mami Ela bukan anak kemarin sore, dia sudah tahu kalau dua ‘anak didiknya’ ini mempunyai hubungan khusus sejak lama.

Ini sekaligus sebuah peringatan, Langga masih terikat kontrak dengannya yang tak bisa seenak hati diputus di tengah jalan.

Langga benar-benar dilematis. Nasi sudah jadi bubur. Kontrak dengan Mami Ela terlanjur dia perbaharui, hingga 2 tahun ke depan.

Konsekuensinya pun sangat berat dan menakutkan. Bila berani memutus kontrak tersebut secara sepihak, dia harus siap ganti rugi 200 persen dari nilai kontrak. Kalau macam-macam, 5 centeng Mami Ela dengan senang hati bertindak! 

Bergidiklah pria ini, dia sudah terjebak ke dalam lumpur yang dalam!

“Ya Tuhan…berilah aku petunjuk!” tak sadar Langga berucap begitu.

Langga melempar botol wine yang sudah kosong ke dinding kamar kosnya, dia frustrasi, tetapi tak tahu apa solusinya.

Dia juga tak mungkin bercerita dengan teman kampusnya. Sebab, di kampus, tak ada yang tahu profesinya sebagai lelaki komersil, teman-temannya hanya tahu Langga seorang model tampan dan nyambi kuliah.

Hingga suatu hari, dua minggu pasca kematian Astrid, Langga kembali aktif ke kampus. Hitung-hitung terapi untuk melonggarkan pikirannya dari hal yang belakangan ini dia pikirkan. Namun, tatapan pria itu kosong, hingga kemudian tanpa sadar menabrak seorang mahasiswi yang berjalan dari arah sebaliknya.

“Aduhhh… hati-hati dong, kalau jalan.” Mahasiswi ini terlihat berpegangan pada dinding kelas, badannya yang tinggi ramping dengan baju kurung serta kerudung warna krem, hampir saja terjengkang andai tak lekas berpegangan.

Langga yang memiliki badan kokoh, kaget bukan main. “Ma-maaf… saya tak sengaja.” Langga buru-buru jongkok membantu mengumpulkan buku-buku yang berhamburan akibat ulahnya itu.

Saat akan bangkit, hampir saja dahi mereka kembali beradu. “Astaghfirullah!” sentak mahahsiswi ini lagi hampir marah.

Mereka saling pandang untuk sesaat. Ada binar kekaguman dari mata keduanya saat menatap diri masing-masing.

“Ayana?” Ceplos Langga, mengucap influencer muslim asal Korea yang telah mendunia tanpa sadar.

“Hei, Nicolas Saputra … namaku bukan Ayana Moon.” Si mahasiswi ini hampir tertawa sambil menutup mulutnya dengan jari lentiknya.

“Iy-iyaa…sekali lagi ma-maaf.”

Wanita itu mengangguk. “Rebbeca Anggraini, panggil Becca, jurusan Ekonomi, baru semester 2.”

“Namaku Langga Kasela. Maaf, aku sedang terburu-buru.” Setelahnya, Langga melanjutkan kembali langkahnya menuju kelas, tanpa memperdulikan gadis berkerudung yang masih menatapnya dengan kerutan di dahi.

**

‘Siapa mereka? Mau apa mereka ke sini?’

Saat pulang kuliah, Langga kaget bukan main. Dia melihat ada dua orang berpakaian serba hitam, dengan badan yang kekar seperti seorang bodyguard. Pria itu jelas merasa takut, bisa saja dua orang itu adalah suruhan Tante Erna.

Gegas, Langga langsung bersembunyi, terlebih dua orang itu terlihat bertanya pada dua orang teman seangkatannya, dan temannya itu menunjuk-nunjuk ruang kelas tadi dia masuki.

“Ingat Langga…hati-hati, Tante Erna bisa berbuat apapun, suaminya saja kadang ngeri dengannya..!” Lagi-lagi peringatan Astrid bergema di benaknya, membuat Langga makin paranoid.

“Kamu ngapain ngumpet?”

Langga kaget bukan main, secara tiba-tiba di depannya sudah berdiri Becca sambil menatapnya heran.

“Ssstt…aku lagi dipantau.” Langga lalu menatap ke arah parkiran lagi, di mana dua orang itu masih berdiri dan sesekali celingak-celinguk, seperti ada yang dicari.

“Dipantau, emangnya kamu borunan?” sela Rebecca kaget sendiri.

Mendengar ucapan Langga, Rebecca lalu turut melihat dua orang pria di parkiran Kampus Merah Putih, kampus swasta yang cukup bonafid di Jakarta, dan kini sedang menatap ruang kelas Jurusan Pendidikan di kampus ini.

Anehnya, saat bentrok dengan tatapan Rebecca, dua orang pria ini terlihat kaget dan buru-buru naik ke mobilnya dan pergi dari parkiran ini. Seolah-olah takut melihat gadis jelita berkerudung ini. Sesuatu yang luput dari penglihatan Langga yang masih bersembunyi.

“Sudah pergi orangnya,” ungkap Becca meski masih bingung pada kondisi sebenarnya.

Langga lalu keluar dari persembunyiannya dengan lega.

“Syukurlah.” Dia lalu buru-buru menuju ke parkiran kampus dan naik ke mobilnya, lagi-lagi meninggalkan Rebecca yang masih penasaran dengan gelagat aneh Langga.

Baru 30 menitan meninggalkan kampus, di sebuah jalan sepi, mobilnya disalip oleh sebuah mobil MPV  berkecepatan tinggi dan kini melintang menghalangi jalan.

Cittt!!

Langga langsung pucat pasi usai ngerem mendadak…!

Dua orang keluar dari mobil jenis MPV itu dan bergerak menuju ke mobilnya dengan wajah tak bersahabat.

“Keluar, atau nyawamu melayang!”

******

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status