“Langga, seandainya terjadi apa-apa terhadapku–”
Seketika, Langga langsung teringat pada pesan Astrid saat terakhir kali mereka bertemu.
Ini benar-benar gila! Tante Erna sudah terlalu berani bertindak, hingga menghilangkan sebuah nyawa.
Langga benar-benar ketakutan sendiri.
“Hati-hati dengan Tante Erna, dia agaknya psikopat.” Pesan Astrid yang terus-terusan terngiang-ngiang di pikiran dan benaknya.
Langga bukanlah seorang pria jagoan yang berani ambil resiko, dia lelaki yang terlalu pengecut dan sangat tidak percaya diri dengan kemampuannya.
“Aku harus menghindar!” dengan pikiran kalut begitu, Langga pun menghubungi Mami Ela dan menolak menerima klien manapun dengan alasan ingin fokus ke pendidikannya dulu.
Tapi Langga lagi-lagi terlalu tak percaya diri, tak mau berterus terang kalau dia ketakutan dengan Tante Erna. Andai Langga berterus terang, Mami Ela pasti punya solusinya, wanita yang sangat lama jadi mucikari ini berpengalaman soal-soal beginian. Akhirnya, yang Langga jadikan alasan hanyalah kematian Astrid yang masih membuat jiwanya terguncang.
“Hmm…ya sudah, aku mengerti. Tapi ingat, kamu hanya boleh 2 bulan istirahat. Setelah itu kamu harus kembali, Mami tak ingin diteror klien-klien kamu yang lain!” cetus Mami Ela sekalian mengingatkan.
Mami Ela bukan anak kemarin sore, dia sudah tahu kalau dua ‘anak didiknya’ ini mempunyai hubungan khusus sejak lama.
Ini sekaligus sebuah peringatan, Langga masih terikat kontrak dengannya yang tak bisa seenak hati diputus di tengah jalan.
Langga benar-benar dilematis. Nasi sudah jadi bubur. Kontrak dengan Mami Ela terlanjur dia perbaharui, hingga 2 tahun ke depan.
Konsekuensinya pun sangat berat dan menakutkan. Bila berani memutus kontrak tersebut secara sepihak, dia harus siap ganti rugi 200 persen dari nilai kontrak. Kalau macam-macam, 5 centeng Mami Ela dengan senang hati bertindak!
Bergidiklah pria ini, dia sudah terjebak ke dalam lumpur yang dalam!
“Ya Tuhan…berilah aku petunjuk!” tak sadar Langga berucap begitu.
Langga melempar botol wine yang sudah kosong ke dinding kamar kosnya, dia frustrasi, tetapi tak tahu apa solusinya.
Dia juga tak mungkin bercerita dengan teman kampusnya. Sebab, di kampus, tak ada yang tahu profesinya sebagai lelaki komersil, teman-temannya hanya tahu Langga seorang model tampan dan nyambi kuliah.
Hingga suatu hari, dua minggu pasca kematian Astrid, Langga kembali aktif ke kampus. Hitung-hitung terapi untuk melonggarkan pikirannya dari hal yang belakangan ini dia pikirkan. Namun, tatapan pria itu kosong, hingga kemudian tanpa sadar menabrak seorang mahasiswi yang berjalan dari arah sebaliknya.
“Aduhhh… hati-hati dong, kalau jalan.” Mahasiswi ini terlihat berpegangan pada dinding kelas, badannya yang tinggi ramping dengan baju kurung serta kerudung warna krem, hampir saja terjengkang andai tak lekas berpegangan.
Langga yang memiliki badan kokoh, kaget bukan main. “Ma-maaf… saya tak sengaja.” Langga buru-buru jongkok membantu mengumpulkan buku-buku yang berhamburan akibat ulahnya itu.
Saat akan bangkit, hampir saja dahi mereka kembali beradu. “Astaghfirullah!” sentak mahahsiswi ini lagi hampir marah.
Mereka saling pandang untuk sesaat. Ada binar kekaguman dari mata keduanya saat menatap diri masing-masing.
“Ayana?” Ceplos Langga, mengucap influencer muslim asal Korea yang telah mendunia tanpa sadar.
“Hei, Nicolas Saputra … namaku bukan Ayana Moon.” Si mahasiswi ini hampir tertawa sambil menutup mulutnya dengan jari lentiknya.
“Iy-iyaa…sekali lagi ma-maaf.”
Wanita itu mengangguk. “Rebbeca Anggraini, panggil Becca, jurusan Ekonomi, baru semester 2.”
“Namaku Langga Kasela. Maaf, aku sedang terburu-buru.” Setelahnya, Langga melanjutkan kembali langkahnya menuju kelas, tanpa memperdulikan gadis berkerudung yang masih menatapnya dengan kerutan di dahi.
**
‘Siapa mereka? Mau apa mereka ke sini?’
Saat pulang kuliah, Langga kaget bukan main. Dia melihat ada dua orang berpakaian serba hitam, dengan badan yang kekar seperti seorang bodyguard. Pria itu jelas merasa takut, bisa saja dua orang itu adalah suruhan Tante Erna.
Gegas, Langga langsung bersembunyi, terlebih dua orang itu terlihat bertanya pada dua orang teman seangkatannya, dan temannya itu menunjuk-nunjuk ruang kelas tadi dia masuki.
“Ingat Langga…hati-hati, Tante Erna bisa berbuat apapun, suaminya saja kadang ngeri dengannya..!” Lagi-lagi peringatan Astrid bergema di benaknya, membuat Langga makin paranoid.
“Kamu ngapain ngumpet?”
Langga kaget bukan main, secara tiba-tiba di depannya sudah berdiri Becca sambil menatapnya heran.
“Ssstt…aku lagi dipantau.” Langga lalu menatap ke arah parkiran lagi, di mana dua orang itu masih berdiri dan sesekali celingak-celinguk, seperti ada yang dicari.
“Dipantau, emangnya kamu borunan?” sela Rebecca kaget sendiri.
Mendengar ucapan Langga, Rebecca lalu turut melihat dua orang pria di parkiran Kampus Merah Putih, kampus swasta yang cukup bonafid di Jakarta, dan kini sedang menatap ruang kelas Jurusan Pendidikan di kampus ini.
Anehnya, saat bentrok dengan tatapan Rebecca, dua orang pria ini terlihat kaget dan buru-buru naik ke mobilnya dan pergi dari parkiran ini. Seolah-olah takut melihat gadis jelita berkerudung ini. Sesuatu yang luput dari penglihatan Langga yang masih bersembunyi.
“Sudah pergi orangnya,” ungkap Becca meski masih bingung pada kondisi sebenarnya.
Langga lalu keluar dari persembunyiannya dengan lega.
“Syukurlah.” Dia lalu buru-buru menuju ke parkiran kampus dan naik ke mobilnya, lagi-lagi meninggalkan Rebecca yang masih penasaran dengan gelagat aneh Langga.
Baru 30 menitan meninggalkan kampus, di sebuah jalan sepi, mobilnya disalip oleh sebuah mobil MPV berkecepatan tinggi dan kini melintang menghalangi jalan.
Cittt!!
Langga langsung pucat pasi usai ngerem mendadak…!
Dua orang keluar dari mobil jenis MPV itu dan bergerak menuju ke mobilnya dengan wajah tak bersahabat.
“Keluar, atau nyawamu melayang!”
******
BERSAMBUNG
“Keluar, atau nyawamu melayang!” Salah seorang pria dari mobil MPV bentak seorang pria itu dengan suara kasar, tanganya mengetuk kaca mobil SUV Langga dengan keras, membuat pria itu terpaksa menurunkan kacanya. “Ma-maaf bang, sa-saya salah apa?” Langga langsung ketakutan sendiri, apalagi saat melihat pria itu memegang belati di tangan kanannya. “Turun, dan ikut kami!” sentak pria ini tak sabaran. Langga tidak punya pilihan. Dia pun membuka kunci pintu mobil, kemudian mengikuti seretan dua pria asing itu untuk masuk ke mobil MVP mereka dan membiarkan mobilnya dibawa oleh kawanan pria asing yang lain. Langga memang mahir di ranjang. Namun, dia bukanlah pria jagoan. Dia tidak punya basic beladiri sama sekali. Langga ternyata dibawa ke sebuah tempat yang berada di luar kota, lokasinya sudah hampir masuk wilayah Puncak. Di sebuah rumah mewah berpagar tinggi, dua mobil ini masuk ke halaman rumah. Setelahnya, Langga dibawa ke sebuah kamar, di dalam kamar mewah itu sudah menunggu seor
“Saya…barusan melayani klien yang sangat hyper, Dok.” Langga melirik dokter yang merawatnya. “Kamu lelaki komersil, ternyata.” Dokter perempuan itu tersenyum maklum, seakan sudah tak aneh dengan kondisi pasiennya yang seperti ini. “Lelaki komersil yang apes bertemu klien psikopat!” dengus Langga sambil memejamkan mata, menahan perih di tubuhnya saat obat ini dibaluri pada luka-luka yang dia derita. “Sayang sekali…padahal kamu memiliki badan bagus dan wajah yang sangat tampan, kenapa sih harus ambil jalan pintas untuk cari cuan?” si dokter ini malah menasehati Langga, seolah menasehati anak kecil yang nakal. Langga terdiam, nasehat dokter ini bak menghujam hatinya. “Makasih nasehatnya, Dok….” Tanpa Langga sadari dokter ini menatapnya dengan pandangan aneh. Lalu dokter ini menarik napas panjang, sambil angkat bahu. Dokter dan Langga sama-sama diam, pada dasarnya Langga memang agak irit bicara, apalagi soal profesinya yang bagi sebagian orang dianggap sangat hina ini. Dokter ini t
Mami Ela kaget sekali, di depannya sudah berdiri Tante Erna dengan 3 centengnya. “Halooo tante, ih makin cakep ajah setelah jadi ibu pejabat, tumben nih berkunjung ke tempat saya.” Mami Ela tergopoh dan langsung berbasa-basi menyambut tamunya yang terlihat angkuh ini. “Ahhh hentikan basa-basi kamu, di mana Langga, sudah 2 minggu lebih dia tak bisa ku kontak!” Tante Erna menolak duduk saat di persilahkan. “Langga sengaja ku minta istirahat Tante…emm...pasti paham kan kenapa dia ku minta istirahat dulu.” Sindir Mami Ela halus. Wajah Tante Erna langsung berubah. “Di mana dia kini…aku…mau mengajaknya berobat, biar cepat sembuh!” suara Tante Erna agak melembut, bahkan kini duduk di kursi yang tadi di tolaknya. “Tante…ku mohon kali ini tolong jangan dulu ganggu anak buah saya, dia agak shock.” “Berani kamu merintangi aku heehh!” “Maaf Tante…tapi saya juga harus melindungi anak buahku, kalau terjadi apa-apa…aku harus bertanggung jawab. Aku tak ingin nasib tragis Astrid juga menimpa pa
“Terima kasih Langga, kamu datang juga.” dokter Ussy langsung menyambut Langga yang baru datang ke rumahnya. Penampilan Langga bak eksekutif muda, berjas dan baju kaos di dalamnya. “Cakep banget ni orang.” Batin dokter Ussy sambil tersenyum senang. Pesta Ultah Celica yang ke 3 tahun berlangsung ramai, saat Celica asek berceloteh dengan teman sebayanya, sesuai skenario dokter Ussy, Langga mengenakan topeng bergambar karakter film kartun. “Celica…sini…nih hadiah ultah kejutan buat kamu.” Gadis kecil ini langsung menoleh kaget ke wajah ibunya. Langga pun membatin, cantik sekali gadis kecil ini. “Siapa orang bertopeng ini Mi…?” “Kamu buka sendiri dehh…pelan-pelan yaa…!” dokter Ussy mendekati anaknya, Celica rada-rada takut juga melihat seorang pria tinggi besar bertopeng kini jongkok di depannya. Semua undangan termasuk teman-teman Celica kini terdiam tegang. Tapi ada satu pria muda yang sejak dokter Ussy masuk menggandeng Langga, sudah menatapnya dengan tatapan tajam. Begitu top
Dokter Ussy bukanlah seperti klien-klien Langga selama ini, yang kebanyakan es te we dan hanya wajahnya kencang, tapi dalamnya sudah kendur. Dokter Ussy memiliki tubuh yang sangat denok, harum dan terawat. Usianya pun baru 30 tahunan, benar-benar bak wanita 20 tahunan saja. Langga benar-benar memberikan service yang sangat lembut buat wanita jelita ini. Semenjak Astrid tidak ada lagi, baru kali Langga seolah melaksanakan tugasnya seakan bersama wanita yang dia sayangi. Langga tak sadar sudah baper sendiri dengan bentuk tubuh si dokter jelita ini. Ussy benar-benar memperoleh kenikmatan tiada tara dengan Langga, tanpa sadar dia berucap service sang pria pemuas ini jauh melebihi suaminya dulu. Ucapan itulah yang langsung menyadarkan Langga, ia ingat saat ini bukan sedang bercinta dengan kekasihnya atau dengan Astrid. Tapi dokter Ussy, yang ingin memperoleh kenikmatan dengannya, si lelaki komersil. Dengan kesadaran itulah, Langga lalu mengambil pengaman yang diletakan dokter Ussy di
Tak sulit mencari orang tua Astrid, setelah menempuh perjalanan hingga 6 jam naik bus milik travel, Langga tiba di kantor travel ini, lalu dengan naik ojek 30 menitan, dia tiba di alamat ini jelang senja, yang ternyata rumahnya sangat sederhana. Hanya berdinding batako tanpa plester, saat Langga mengetuk, ia kaget yang membukakan pintu adalah seorang anak kecil cantik manis, tapi terlihat rambutnya berantakan, bahkan tubuhnya agak berbau, tanda belum mandi. “Kamu…Andina kan…?” si gadis cilik ini mengangguk. “Aku Om Langga, teman mendiang ibu kamu…mana nenek kamu Andina?” “Nenek sakit Om…tuh berbaring di kasur!” Andina menyingkir dan mempersilahkan Langga masuk. Di kamar yang sumpek dan tidak ada penerangan listrik, kecuali lampu teplok, Langga melihat seorang nenek renta hanya tiduran saja di kasur. “Siapa dia Andina..” terdengar orang yang berbaring di kasur bersuara. “Katanya Om Langga nek, temannya mendiang mama!” “Mak kenapa…sakit apa Mak?” Langga kini mendekat dan memegan
Mahasiswi cantik berkerudung ini memarahi ke 3 centeng tersebut tanpa rasa takut. Anehnya, tiba-tiba ketiganya saling pandang dan pelan-pelan menjauh dari Langga. Lalu naik mobil jenis MPV dan tancap gas menghilang dari parkiran Kampus Merah Putih ini. “Kamu tak apa-apa Bang…?” Rebecca membantu Langga berdiri. “Tak apa Becca, hanya…pipiku agak sakit kena tabok mereka!” Langga memegang pipinya yang membiru dan mengibaskan debu yang ada di pantatnya, setelah tadi sempat terjatuh ke tanah. “Aneh Abang ini, kok jadi lelaki payah banget, lawan lah badan gede gitu, masa kalah sih!” tegur Rebecca sambil jalan menjejeri langkah Langga menuju ke mobilnya. “Aku tidak pintar beladiri Becca, tadi aku juga sudah melawan tapi mereka memang sudah biasa main otot!” Langga malu hati sendiri di tegur gadis cantik berkerudung ini. Rebecca tertawa kecil. “Latihanlah, masa cuman latihan gedein otot doank!” gadis ini sampai menutupi mulutnya dengan jari lentiknya, Langga hanya bisa tertawa masam. Cand
“Iyaahhhh sayangg…terusss…terusss dikit lagi…aaahhh!” wanita setengah tua yang masih cantik ini terkapar di kasur, lututny seolah lepas dari tubuhnya. Pemuda tampan ini pun bangkit dari tubuh wanita ini, seperti biasa, dia tak pernah melepaskan air kenikmatan ke tubuh kliennya. Tugasnya hanyalah membuat kliennya puas dan bisa klimaks berkali-kali dan tugasnya pun selesai. “Thanks ya Tante Aura…jangan jera kontak saya lagi!” Langga pun memberi kecupan manis di bibir wanita ini, lalu mengambil bonus 15 juta dari wanita yang ternyata seorang politikus terkenal ini. “Langga…kamu mau nggak jadi simpanan tante, tapi syaratnya kamu keluar dari Mami Ela dan nggak boleh lagi menerima wanita manapun.” Tante Aura kini duduk di bibir ranjang dan membiarkan tubuhnya yang mulai kendor terpampang jelas di hadapan Langga yang sudah berpakaian rapi. “Ehmm…nanti saya pikirkan lagi ya Tan.” “Jawab sekarang dong sayang…jangan bikin tante kayak cacing kepanasan.” Desah Tante Aura dengan suara manja…