"Lakukan Lab, nanti hasilnya berikan padaku, Anita."
"Baik Dokter."
"Aduh, ini udah sore, lebih baik aku pulang sekarang," sambung Nadhira sambil melihat benda bulat melingkar di pergelangan tangannya.
Bisa di bayangkan bagaimana jika dia sampai terlambat sampai di rumah, mertuanya akan semakin gemas mengejeknya memperalat profesinya untuk menjatuhkan dia di hadapan suaminya.
Tak perduli apakah Anita dan Siska sudah selesai mencacat semua keluhan pasien, Nadhira bergegas pergi. Berjalan begitu cepat sampai tak sadar kalau di depan ada orang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya.
Sama halnya dengan Nadhira, Dokter Nathan pun berjalan sambil melihat proposal yang di tunjukan oleh Asistennya sampai mereka tak sengaja bertabrakan.
"Aduh!"
Pria dingin itu hanya melihat sesaat pada wanita yang meringis sambil menyentuh bahunya.
"Dokter Nathan! Eh, maaf Dok, saya tidak sengaja."
Berharap kalau Dokter itu membalas dengan kata yang sama namun ternyata tidak. Dia hanya pergi tanpa mengatakan apapun. Jangan kan meminta maaf, bertanya apa kau baik-baik saja pun tidak yang membuat Nadhira semakin kesal.
Hanya berdecak kesal Nadhira meneruskan langkahnya kembali sambil sesekali berlari kecil mencari sebuah taksi yang akan mengantarnya pulang.
"Taksi!"
"Ya Allah, ini udah sangat sore, sebentar lagi Mas Fahri pasti pulang."
Di dalam taksi dia terus saja cemas berharap segera sampai sebelum suaminya pulang, namun sepertinya takdir memang sengaja mempermainkan dia. Lampu lalu lintas menunjukan warna merah yang membuat taksi yang dia tumpangi terpaksa berhenti sampai hijau.
"Astagfirullah, pakai merah lagi! Pak, Pak bisa cepetan dikit nggak Pak, saya lagi buru-buru ini Pak."
"Ya kan Ibu tau sendiri kalau ini lampu merah Bu. Tunggu sebentar lagi, kalau hijau saya segera jalan."
Memang benar apa yang di katakan sopir taksi itu, mana mungkin dia menerobos lampu merah yang hanya akan menambah masalah lagi.
Mobil melaju dua kali lipat lebih cepat dari semula, Nadhira terus memberi instruksi aga sopir lebih cepat lagi menancap pedal gas-nya sampai ke rumah.
"Alhamdulillah Mas Fahri belum pulang."
Terlihat halaman yang masih kosong tanpa mobil Avanza berwarna silver milik suaminya. Nadhira sedikit lega tapi masih ada satu lagi yang harus siap dia hadapi di dalam rumah.
"Semoga aja Mamah nggak melihat aku."
Sambil berjalan mengendap-endap Nadhira masuk ke dalam sambil menengok kanan dan kiri mencari aman dari mertuanya. Lega rasanya tidak terlihat sosok mertua di ruangan itu.
Namun baru beberapa langkah dia masuk, dari arah pintu kamar bu Sita memanggilnya yang membuat nafas dia serasa sasak seketika.
"Baru pulang kamu? Astaga lihat! Jam berapa ini, kamu baru pulang! Sebentar lagi Fahri pulang, kamu belum siapkan makan malam untuk dia!"
"Iya Mah, maaf! Hari ini aku sangat sibuk di Rumah sakit. Banyak sekali pasien yang sudah menunggu aku datang! Kalau begitu aku masuk dulu Mah."
Dari pada terus mendengar ocehan bu Sita, secepat mungkin Nadhira masuk ke dalam, mengerjakan tugas rumah seperti biasanya.
Sampai pada jam pulang kerja tiba tetapi hari itu sedikit berbeda, Fahri tak kunjung pulang. Ponselnya pun masih non aktif saat Nadhira meneleponnya.
"Kenapa jam segini Mas Fahri belum pulang, ponselnya juga tidak aktif. Semoga tidak tidak terjadi apa-apa sama Mas Fahri," gumam Nadhira cemas.
"Makanya kalau jadi istri itu yang perhatian, jadi suami senang kalau pulang ke rumah! Kamu jam segini aja baru selesai beberes. Bagaimana Fahri mau betah!"
Tanpa berani menjawab ucapan mertuanya, Nadhira hanya menarik nafas panjang sambil beristighfar dalam hati. Dia yakin kalau suaminya tak seperti apa yang bu Sita katakan.
Mobil Fahri terlihat memasuki halaman rumah, dengan senang hati Nadhira keluar untuk menyambut suaminya pulang. Tetapi satu hal yang membuat Nadhira heran kenapa wajah Fahri terlihat sangat lusuh hari ini.
"Mas, kamu sudah pulang? Gimana kerjaan di kantor? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Nadhira sambil membawakan tas kerja suaminya.
"Iya Sayang, hari ini aku sibuk di kantor. Kamu pulang jam berapa tadi?"
"Jam 3 Mas, oiya aku udah masak masakan kesukaanmu!"
Terlihat sangat harmonis rumah tangga mereka, kalau saja tidak ada mertua di rumah ini tentu mereka tidak akan ada masalah setiap harinya tetapi semua ini bukan atas kehendak Nadhira melainkan bu Sita yang meminta untuk tinggal di rumah sederhana ini.
"Fahri kamu baru pulang? Iya lah, kamu pasti malas untuk pulang, sementara istrimu sibuk dengan pekerjaannya."
Hari itu menjadi hari paling melelahkan untuk Fahri, malas untuk mendengar omongan mamahnya yang selalu menyalahkan Nadhira lebih bail dia masuk lalu membersihkan diri sebelum makan bersama.
"Bajumu sudah aku siapkan Mas, aku tunggu kamu di meja makan."
"Iya Sayang, nanti aku susul!" tariak Fahri dari dalam kamar mandi.
Sampai makan malam tiba tidak banyak suara dari Fahri, dia lebih banyak diam semenjak pulang dari kantor membuat Nadhir bertanya-tanya ada apa dengan suaminya?...
BERSAMBUNG.
"Kenapa Mas Fahri terlihat diam, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku."Di sela-sela makan malamnya Fahri tak sadar kalau Nadhira sedang memperhatikannya, secara diam-diam dia melirik Fahri yang makan sambil memainkan ponselnya, tak seperti biasa suaminya seperti ini. Fahri tak pernah membawa ponsel sebelumnya saat mereka makan bersama.Merasa penasaran maka Nadhira memberanikan diri untuk bertanya apa yang membuat dia sedikit berubah malam ini. Lalu apakah Fahri akan jujur menjawab pertanyaan Nadhira, atau justru berbohong karena tak ingin membuat istrinya itu cemburu."Kamu kenapa Mas? Sibuk? Kok makan sambil main hand pone?""Eh, kenapa Sayang? Nggak! Ini cuma ada meeting penting besok."Jawaban Fahri terlihat sangat gelagapan, mana mungkin dia baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadhira sekarang."Terus kenapa kamu terlihat berbeda hari ini? Ada apa, cerita sama aku?"Bukan Fahri yang menjawab tapi justru bu Sita lah yang kembali bersuara. Tak menem
"Malam ini Ibu senang sekali Salsa, kita bisa jalan-jalan ke luar. Makasih yah kamu udah belikan Tante banyak barang belanjaan seperti ini." Fahri dan Nadhira yang masih duduk santai di depan ruang televisi di buat tercengang dengan kepulangan bu Sita dan Salsa yang membawa barang belanjaan begitu banyak. Sepertinya sengaja Salsa lakukan itu agar bu Sita senang karena dia tau bagaimana caranya membuat wanita tua itu semakin terkesan dengannya. Dengan membelikan apa yang bu Sita mau dia akan semakin mudah untuk mendekati putranya. "Fahri lihat apa yang Mamah bawa! Nak Salsa belikan Mamah barang sebanyak ini!" Dengan bangganya bu Sita memperlihatkan beberapa tas kertas berisi barang mewah yang Salsa belikan untuknya. Bahkan Salsa juga membelikan sesuatu untuk Fahri tapi sengaja tak di berikan di depan istrinya. "Fahri kenapa kamu nggak datang, padahal aku tadi kirim pesan ke nomer kamu loh. Aku pikir kamu akan datang dan kita bisa belanja sama-sama." Dari sini Nadhira teringat bun
"Eh Fahri, ini aku Salsa. Maaf kalau membuatmu kaget, Fahri."Setelah tau kalau bayang hitam itu ternyata Salsa, Fahri segera menyalakan lampu. "Salsa, kamu sedang apa malam-malam seperti ini?""Maaf Fahri, tadi aku kebelet jadi aku ke sini. Ya sudah aku kembali ke kamar sekarang."Di saat Salsa melintas di depan Fahri, kakinya yang sengaja tersandung keset yang membuatnya hampir saja terjatuh.Dengan spontan Fahri menangkap pinggang ramping gadis berambut coklat itu, tanpa sadar mata mereka saling beradu pandang untuk beberapa detik sebelum Fahri sadar kalau wanita yang dia pegang bukanlah muhrimnya."Aduh!""Eh maaf Fahri, aku tak sengaja!"Tatapan itu serasa ada yang berbeda, darah Fahri berdesir kalau menghirup aroma wangi tubuh Salsa yang dia kenal sejak dulu.Rasanya masih sama seperti saat Salsa belum pergi ke Amerika untuk kuliah di sana. "Lain kali hati-hati.""Iya Fahri, kalau aku ke sana sekarang."*****"Pagi Mas, bangun ini udah pagi. Kita Sholat subuh dulu Mas.""Hem!"
"Pagi Pak Fahri," sapa sesama Staf pada saat Fahri sampai di kantor. Suasana masih lumayan sepi, baru ada beberapa Staf yang datang. "Weh kamu udah sampai bro! Gimana apa kerjaan lo lancar?" Tiba-tiba saja Seno mengagetkan Fahri dari belakang, laki-laki itu memang sangat usil, suka ganggu temannya apa lagi teman wanita pun banyak yang dia dekati walau hanya sekedar merayu saja. "Apaan sih lo! Ya beres lah, apanya yang nggak beres!" Malas rasanya Fahri meladeni manusia seperti Seno, hanya membuang waktu saja. Lebih baik waktu dia gunakan untuk mengecek pekerjaan di maja kerjanya. "Pagi Pak Baskara." Semua Staf berdiri, termasuk Fahri dan memberi hormat pada atasan mereka saat Pak Baskara sampai di susul seorang wanita cantik di belakangnya. Dengan memakai kaca mata hitam, Salsa mulai memasuki kantor dengan gayanya yang berkelas, tanpa banyak basa-basi dia hanya melemparkan senyuman pada para Staf yang menyambutnya. "Fahri kamu datang ke ruangan saya," ujar Pak Baskara memerintah.
"Astaga Dokter Nathan. Sis jadi kita di sini dengan Dokter Nathan juga!" Begitu bersemangatnya ke dua perawat itu saat melihat Dokter Nathan sudah berada di dalam ruang operasi, mengenakan pakaian khusus serta penutup kepala khusus untuk melakukan operasi. Dokter dingin itu melirik sesaat sambil memakai sarung tangan yang terbuat dari karet melihat dua perawat yang begitu lucu terhadapnya. "Dokter Nathan, jadi kali ini Dokter lah yang menjadi partnerku Dok?" "Hem!" Jawabnya singkat. Tanpa banyak basa basi mereka mulai memeriksa pasien, Dokter Nathan menghadap ke belakang saat pasien duduk hendak di berikan suntikan pati rasa di punggungnya. Nadhira memandang sesaat pada Dokter dingin itu seraya berkata-kata kenapa Dokter Nathan tak mau melihat pasien tersebut saat di suntik?. "Kita mulai sekarang!" "Bismillahirrahmanirrahim!" Tangan mereka berlumuran darah melakukan tindakan, mengangkat seorang bayi lewat operasi sesar yang di lakukan oleh Dokter Nadhira dan Dokter Nathan. Sesek
"Mas, kamu makan kok sambil main hand pone! Memangnya ada yang penting yah?"Masih dengan nada suara lembut Nadhira berusaha bertanya pada Fahri yang membuat dia bingung untuk menjawab. Dengan gelagapan, Fahri segera meletakkan benda pipih itu tepat di samping piring dia makan. Benda itu seperti sangat di lindunginya seolah takut jika ada orang yang mengambil. Sikap anehnya semakin membuat Nadhira curiga, naluri seorang istri mengatakan kalau suaminya saat ini sedang dalam masalah."Enggak! Cuma aku lagi nunggu Pak Baskara menelepon, itu saja.""Pak Baskara?""Iya Pak Baskara! Siapa lagi! Kamu nggak percaya?"Fahri menjawab pertanyaan Nadhira sedikit keras dan itu semakin memperkuat dugaan Nadhira, seandainya memang Pak Baskara lah yang dia tunggu lalu kenapa harus menjawabnya dengan nada keras."Nggak, bukan begitu! Ya sudah kalau itu benar Pak Baskara yang kamu tunggu Mas.""Habis kamu seakan nggak percaya sama aku!""Kamu kok gitu sih Mas!"Bisingnya perdebatan suami istri itu terd
"Ya Allah kepalaku pusing sekali."Tapi Nadhira paksakan untuk tetap beranjak dan melakukan tugas hariannya, mengurus rumah, menyiapkan sarapan untuk semua masih sama seperti hari-hari biasanya."Pagi Mas, kamu udah siap ke kantor pagi ini?" sapanya saat Fahri menghampirinya di meja makan."Pagi Sayang! Oiya, malam ini aku di tugaskan untuk meeting di sebuah restoran, mungkin aku pulang agak terlambat. Kamu nggak usah menunggu aku, kalau kamu ngantuk, masuk kamar dan tidur lah."Nadhira malas untuk berdebat, dia hanya tersenyum dan mengangguk. Wajahnya terlihat pucat tapi dia tetap melayani suaminya, mengambilkan nasi ke atas piring lengkap dengan lauk yang dia masak."Pagi Fahri, kamu udah rapi aja pagi ini, hem bau wangi lagi."Bu Sita melirik pada Nadhira saat menghirup wangi parfum yang Fahri pakai, walau setiap hari putranya itu selalu pakai wangi parfum yang sama, tetapi bu Sita sengaja seolah sedang mempermainkannya.Nadhira hanya tersenyum melihat tingkah mertuanya itu. Dia tau
"Astaga aku lupa, Nadhira perkenalkan ini suamiku George. George ini Nadhira teman kuliah aku dulu."Ramah memang George, itu mungkin salah satu alasan kenapa Yusnita mau menikah dengannya di usianya yang masih muda dulu. Usia mereka selisih jauh sekitar 10 tahun, Yusnita menikah di usianya yang baru saja 19 tahun sedang George di usianya yang sudah 30 tahun, tetapi hubungan mereka harmonis saja tanpa berita miring tentang rumah tangganya."Halo aku Nadhira, senang berkenalan dengan anda," ucap Nadhira sambil melipat kedua telapak tangannya di depan dada."Aku George, suami Yusnita.""Oiya, maaf Yus, aku masuk dulu! Ini kartu namaku, datanglah ke rumah kalau kamu punya waktu Yus."Dengan senang hati Yusnita menerima kartu nama dari Nadhira, dia berfikir mumpung saat ini dia berada di Indonesia tentu kapan-kapan akan datang ke rumahnya sebelum dia kembali ke Amerika.Merasa pekerjaan sudah menunggu di dalam, secepatnya Nadhira meninggalkan pasangan suami istri itu. Dan benar saja, keda