Share

Bab.7. Ekspresi Dokter Dingin.

"Lakukan Lab, nanti hasilnya berikan padaku, Anita."

"Baik Dokter."

"Aduh, ini udah sore, lebih baik aku pulang sekarang," sambung Nadhira sambil melihat benda bulat melingkar di pergelangan tangannya.

Bisa di bayangkan bagaimana jika dia sampai terlambat sampai di rumah, mertuanya akan semakin gemas mengejeknya memperalat profesinya untuk menjatuhkan dia di hadapan suaminya.

Tak perduli apakah Anita dan Siska sudah selesai mencacat semua keluhan pasien, Nadhira bergegas pergi. Berjalan begitu cepat sampai tak sadar kalau di depan ada orang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya.

Sama halnya dengan Nadhira, Dokter Nathan pun berjalan sambil melihat proposal yang di tunjukan oleh Asistennya sampai mereka tak sengaja bertabrakan.

"Aduh!"

Pria dingin itu hanya melihat sesaat pada wanita yang meringis sambil menyentuh bahunya.

"Dokter Nathan! Eh, maaf Dok, saya tidak sengaja."

Berharap kalau Dokter itu membalas dengan kata yang sama namun ternyata tidak. Dia hanya pergi tanpa mengatakan apapun. Jangan kan meminta maaf, bertanya apa kau baik-baik saja pun tidak yang membuat Nadhira semakin kesal.

Hanya berdecak kesal Nadhira meneruskan langkahnya kembali sambil sesekali berlari kecil mencari sebuah taksi yang akan mengantarnya pulang.

"Taksi!"

"Ya Allah, ini udah sangat sore, sebentar lagi Mas Fahri pasti pulang."

Di dalam taksi dia terus saja cemas berharap segera sampai sebelum suaminya pulang, namun sepertinya takdir memang sengaja mempermainkan dia. Lampu lalu lintas menunjukan warna merah yang membuat taksi yang dia tumpangi terpaksa berhenti sampai hijau.

"Astagfirullah, pakai merah lagi! Pak, Pak bisa cepetan dikit nggak Pak, saya lagi buru-buru ini Pak."

"Ya kan Ibu tau sendiri kalau ini lampu merah Bu. Tunggu sebentar lagi, kalau hijau saya segera jalan."

Memang benar apa yang di katakan sopir taksi itu, mana mungkin dia menerobos lampu merah yang hanya akan menambah masalah lagi.

Mobil melaju dua kali lipat lebih cepat dari semula, Nadhira terus memberi instruksi aga sopir lebih cepat lagi menancap pedal gas-nya sampai ke rumah.

"Alhamdulillah Mas Fahri belum pulang."

Terlihat halaman yang masih kosong tanpa mobil Avanza berwarna silver milik suaminya. Nadhira sedikit lega tapi masih ada satu lagi yang harus siap dia hadapi di dalam rumah.

"Semoga aja Mamah nggak melihat aku."

Sambil berjalan mengendap-endap Nadhira masuk ke dalam sambil menengok kanan dan kiri mencari aman dari mertuanya. Lega rasanya tidak terlihat sosok mertua di ruangan itu.

Namun baru beberapa langkah dia masuk, dari arah pintu kamar bu Sita memanggilnya yang membuat nafas dia serasa sasak seketika.

"Baru pulang kamu? Astaga lihat! Jam berapa ini, kamu baru pulang! Sebentar lagi Fahri pulang, kamu belum siapkan makan malam untuk dia!"

"Iya Mah, maaf! Hari ini aku sangat sibuk di Rumah sakit. Banyak sekali pasien yang sudah menunggu aku datang! Kalau begitu aku masuk dulu Mah."

Dari pada terus mendengar ocehan bu Sita, secepat mungkin Nadhira masuk ke dalam, mengerjakan tugas rumah seperti biasanya.

Sampai pada jam pulang kerja tiba  tetapi hari itu sedikit berbeda, Fahri tak kunjung pulang. Ponselnya pun masih non aktif saat Nadhira meneleponnya.

"Kenapa jam segini Mas Fahri belum pulang, ponselnya juga tidak aktif. Semoga tidak tidak terjadi apa-apa sama Mas Fahri," gumam Nadhira cemas.

"Makanya kalau jadi istri itu yang perhatian, jadi suami senang kalau pulang ke rumah! Kamu jam segini aja baru selesai beberes. Bagaimana Fahri mau betah!"

Tanpa berani menjawab ucapan mertuanya, Nadhira hanya menarik nafas panjang sambil beristighfar dalam hati. Dia yakin kalau suaminya tak seperti apa yang bu Sita katakan.

Mobil Fahri terlihat memasuki halaman rumah, dengan senang hati Nadhira keluar untuk menyambut suaminya pulang. Tetapi satu hal yang membuat Nadhira heran kenapa wajah Fahri terlihat sangat lusuh hari ini.

"Mas, kamu sudah pulang? Gimana kerjaan di kantor? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Nadhira sambil membawakan tas kerja suaminya.

"Iya Sayang, hari ini aku sibuk di kantor. Kamu pulang jam berapa tadi?"

"Jam 3 Mas, oiya aku udah masak masakan kesukaanmu!"

Terlihat sangat harmonis rumah tangga mereka, kalau saja tidak ada mertua di rumah ini tentu mereka tidak akan ada masalah setiap harinya tetapi semua ini bukan atas kehendak Nadhira melainkan bu Sita yang meminta untuk tinggal di rumah sederhana ini.

"Fahri kamu baru pulang? Iya lah, kamu pasti malas untuk pulang, sementara istrimu sibuk dengan pekerjaannya."

Hari itu menjadi hari paling melelahkan untuk Fahri, malas untuk mendengar omongan mamahnya yang selalu menyalahkan Nadhira lebih bail dia masuk lalu membersihkan diri sebelum makan bersama.

"Bajumu sudah aku siapkan Mas, aku tunggu kamu di meja makan."

"Iya Sayang, nanti aku susul!" tariak Fahri dari dalam kamar mandi.

Sampai makan malam tiba tidak banyak suara dari Fahri, dia lebih banyak diam semenjak pulang dari kantor membuat Nadhir bertanya-tanya ada apa dengan suaminya?...

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status