"Kenapa Mas Fahri terlihat diam, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku."
Di sela-sela makan malamnya Fahri tak sadar kalau Nadhira sedang memperhatikannya, secara diam-diam dia melirik Fahri yang makan sambil memainkan ponselnya, tak seperti biasa suaminya seperti ini. Fahri tak pernah membawa ponsel sebelumnya saat mereka makan bersama.Merasa penasaran maka Nadhira memberanikan diri untuk bertanya apa yang membuat dia sedikit berubah malam ini. Lalu apakah Fahri akan jujur menjawab pertanyaan Nadhira, atau justru berbohong karena tak ingin membuat istrinya itu cemburu."Kamu kenapa Mas? Sibuk? Kok makan sambil main hand pone?""Eh, kenapa Sayang? Nggak! Ini cuma ada meeting penting besok."Jawaban Fahri terlihat sangat gelagapan, mana mungkin dia baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadhira sekarang."Terus kenapa kamu terlihat berbeda hari ini? Ada apa, cerita sama aku?"Bukan Fahri yang menjawab tapi justru bu Sita lah yang kembali bersuara. Tak menemukan titik terang melainkan menambah kisruh situasi saat ini."Ya beda lah, kalau aku jadi Fahri juga malas lihat kamu! Yang cuma pakai baju panjang kayak gini, lihat dandananmu, nggak ada sedikit pun yang menarik.""Mamah!" bentak Fahri tak terima karena ucapan Mamahnya terlalu ftontal terhadap Nadhira, bukan kah penampilan seperti ini Fahri yang menginginkan, Fahri sendiri yang menyuruh Nadhira untuk menutup auratnya wajar jika dia marah saat bu Sita menyebut tentang busana yang Nadhira kenakan."Loh, bener kan apa yang Mamah katakan? Lihat di luaran sana, masih banyak wanita yang lebih cantik dari istri kamu Fahri, lebih kaya, lebih menarik dan lebih pintar nyenengin suami, nggak seperti dia yang ... ""Mamah cukup! Aku tidak mau dengar Mamah terus menghina Nadhira! Aku cinta sama dia, aku Sayang. Jangan paksa aku untuk jadi anak yang durhaka Mah!"Suasana semakin memanas, perdebatan antara Ibu dan Anak itu semakin rame terdengar sampai ke luar oleh tamu yang tiba-tiba menyelonong masuk kedalam.Suara lantang Fahri terdengar keras oleh Salsa yang ragu, apakah dia akan tetap melanjutkan langkahnya, atau mundur dan kembali lain waktu mumpung belum ada yang melihat dia datang."Astaga! Kenapa Fahri segitu marahnya pada Tante Sita, memangnya ada apa dengan mereka?" gumam Salsa dalam hati.Mata bu Sita tak sengaja menoleh ke arah pintu dan melihat Salsa yang sedang berdiri mematung membuat bu Sita salah tingkah, khawatir gadis itu mendengar yang membuat akhirnya Salsa menjauh dari keluarganya."Nak Salsa, Astaga Nak sejak kapan kamu ada di situ? Mari ikut makan dengan kami."Dengan senang hati bu Sita mendekati Salsa dan menggandeng tangannya untuk bergabung dengan Fahri dan Nadhira."Baru aja Tante, oiya aku mau ngajak Tante keluar gimana? Mau? Boleh ya Fahri aku ajak mamahmu keluar sebentar aja!"Dengan nada suaranya yang begitu manja, Salsa berharap kalau Fahri menginzinkan, alangkah lebih baik lagi jika Fahri ikut bersamanya tapi tanpa istrinya."Ah udah! Ayok kita keluar, nggak usah minta izin sma dia. Dia aja nggak pernah bikin Mamahnya senang!"Tak perlu menunggu jawaban dari putranya bu Sita segera menarik tangan Salsa agar menjauh dari mereka, karena dia tau kalau Fahri tak akan mengizinkan maka sebelum dia menjawab bu Sita lebih dulu mengajak Salsa pergi."Tapi Mah! Mah!""Udah lah Mas, sekali-kali biarkan Mamah keluar! Mungkin dia jenuh di rumah."Fahri semakin salut dengan istrinya yang tak pernah mengeluh walau Mamahnya sudah habis menghina dari ujung rambut sampai telapak kaki.Betapa sabarnya Nadhira dalam menghadapi sikap mertuanya yang seperti anak kecil suka dengan kemewahan dan bepergian."Oiya Mas, kenapa tadi siang ponselmu tidak aktif. Aku lihat kamu meneleponku, hand pone memang sengaja aku matikan karena banyak sekali pasien sudah menungguku.""Sama seperti kamu Sayang, aku juga sibuk di kantor! Tapi aku masih sempat untuk telepon kamu ya, walau telepon kamu non aktif."Kata-kata yang keluar dari mulut Fahri seras ada yang berbeda, dia seperti menyalahkan Nadhira yang non aktif dibanding dirinya yang lebih dulu menelepon itu menurutnya di lebih perhatian dibanding Nadhira kepadanya."Loh Mas, kan aku pun berusaha meneleponmu tapi ... !""Udah lah Sayang, kita nggak usah bahas masalah itu lagi. Aku pesan padamu, jangan sekali lagi kamu matikan ponselmu, itu saja!"Masih dalam nada rendah Fahri bicara dengan Nadhira, mungkin rasa kesal itu terbawa dari bu Sita yang lebih dulu memulai amarahnya tadi."Aku minta maaf ya Mas, mungkin aku salah. Aku janji, aku nggak akan matikan ponsel lagi kalau bukan karena darurat."Di raihlah tubuh istrinya masuk ke dalam pelukan Fahri dan saat itu juga bunyi notif ponsel berbunyi. Fahri melirik pada siapa yang mengirimkan pesan padanya...BERSAMBUNG."Ratna, ya Allah kamu pulang Dek? Mah, Ratna pulang Mah."Fahri berteriak memanggil bu Sita setelah membuka pintu dan ternyata adiknya yang pulang dari kota Turki.Mendengar dari sosial media kalau kakaknya telah lepas dari wanita bernama Salsabila Baskara membuat gadis yang sebenarnya sudah lama rindu dengan keluarganya memutuskan untuk pulang.Cukup lama Ratna mencari-cari keberadaan kakak dan ibunya dalam satu rumah yang lama di tinggalin, rumah kenangan pada waktu Fahri masih menjadi suami dari Nadhira tetapi rumah itu sudah berbeda penghuni.Justru orang lain dan mengatakan kalau rumah itu sudah di belinya dan pindah ke rumah lain dari informasi yang pernah dia dengar kalau Fahri tinggal di rumah Salsa pun Ratna mendatangi ruma itu ternyata kosong tanpa penghuni.Tapi Ratna tak putus asa terus mencari dan akhirnya dia menemukan di rumah kontrakan sederhana ini."Iya kak, aku pulang Mamah mana kak.""Ratna, ya Allah Nak kamu pulang."Mereka berpelukan satu sama lain melepas rindu s
Semua staf di suruh kumpul di meja rapat oleh Nia Manager di perusahaan milik pak Atmaja.Mereka bertanya-tanya, pasalnya sebelumnya tidak ada tanda-tanda kalau atasan mereka ingin membicarakan sesuatu.Setelah mereka berkumpul kini pak Atmaja datang sendiri ke kantornya di temani oleh Nathan yang membuat semua staf menunduk memberi hormat pada direktur utama mereka.Jarang sekali, bahkan hampir bisa di bilang pak Atmaja datang sendiri ke kantor ini setelah bertahun-tahun lamanya."Selamat pagi semuanya, senang berjumpa dengan kalian lagi disini," sapa pak Atmaja begitu ramah."Selamat pagi Pak," jawab semua Staf serentak."Kalian pasti bertanya-tanya kenapa saya menyuruh untuk kumpul sekarang ini? Ada yang mau saya bicarakan dengan kalian."Semuanya diam siap menyimak apa yang pak Atmaja akan katakan, terkecuali dengan Nathan yang sesekali melirik Fahri dan di balas lirikan itu dengan hati bertanya-tanya."Sengaja saya datang sendiri kesini karena saya mau mengatakan sesuatu, setelah
Satu bulan berlalu Fahri bekerja di kantor milik Pak Atmaja kini ekonominya perlahan mulai tertata dan mulai terisi sedikit demi sedikit tabungan di rekening pribadinya.Dia sudah mulai merencanakan kehidupannya untuk masa depan agar lebih baik lagi. Pengalaman menjadi guru paling berharga untuknya.Fahri lebih hati-hati dalam mengerjakan sesuatu yang akan membuat dia kembali hancur seperti yang sudah pernah dia rasakan kemaren."Ternyata kinerja teman kamu itu bagus Nathan, perusahaan kita semakin maju pesat," ujar Pak Atmaja sambil melihat-lihat lembaran kertas putih berisi laporan keuangan perusahaannya.Pak Atmaja puas dengan hasil kinerja Fahri yang tidak main-main dan menunjukan kecerdasannya dalam berbisnis."Aku juga merasakan hal yang sama Pah, dia memang cerdas, memang nggak salah jika Pak Baskara memilihnya untuk mengurus perusahaan dia.""Sepertinya Papah mau memberi dia hadiah, ya mungkin dengan cara mengangkat jabatan dia di kantor, Nathan apa kamu setuju?"Nathan terdia
"Jadi hari ini kamu mulai bekerja di perusahaan itu Fah?"Pagi-pagi Fahri sudah berdandan rapi mengenakan atasan Hem berwarna putih lengkap dengan dasi yang berwarna biru Dongker.Dia menghampiri bu Sita yang sedang menyiapkan sarapan di dapur kontrakan yang sangat sederhana."Iya Mah, semoga ini awal yang baik di kehidupan kita ya Mah! Fahri janji akan memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik mungkin.""Aamiin, Mamah doakan semoga kamu betah bekerja di sana ya Nak."Selesai sarapan Fahri berpamitan dan bergegas ke perusahaan milik Pak Atmaja. Tanpa mempunyai kendaraan, Fahri berangkat dengan taksi online yang dia pesan sebelumnya.*****"Selamat pagi Pak, maaf ada yang bisa saya bantu?" ucap Nia si Manager saat Fahri sampai dan menghampirinya.Semula dia menoleh ke kiri dan ke kanan, menelisik ke segala arah kantor mencari dimana Nathan berada karena dia memang berjanji untuk bertemu di kantor. Tetapi sampai sekarang ini dia belum terlihat sosoknya."Maaf Mba, saya mau ketemu sama
"Mas Fahri apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana keadaan Ibu saat ini?""Em, kami Alhamdulillah baik Nad, Ibu juga baik! Kamu sendiri bagaimana? Kelihatannya rumah tangga kalian sangat bahagia?""Alhamdulillah kami baik Mas, rumah tangga kami juga baik-baik saja. Ya seperti yang kamu lihat sekarang, Mas Nathan sangat menyayangi aku dan juga Ryan."Fahri tersenyum kecut mendengar ucapan dari Nadhira, sedikit banyaknya dia sadar kalau dia memang tidak sepenuhnya memberi kebahagiaan pada wanita ini sejak dulu sewaktu masih menjadi istrinya.Profesi yang berbeda dari Nathan, membuat Fahri tak bisa memberikan kemewahan seperti yang dia rasakan saat ini karena saat Fahri menjadi suaminya, dia hanya mempunyai jabatan sebagai seorang staf di kantor.Fahri sendiri tau kalau nada bicara Nadhira sengaja menunjukan betapa bahagia rumah tangganya yang sekarang lengkap dengan hadirnya seorang anak di tengah-tengah mereka."Begini Sayang, kinerja Fahri sangat bagus di perusahaan, dari
"Assalamualaikum, Sayang aku pulang."Tetapi tidak ada jawaban dari Nadhira, justru pak Atmaja dan bu Faridalah yang muncul menyambut kepulangan Nathan dari proyek itu.Mereka berdua terlihat lega melihat anaknya pulang dengan keadaan baik-baik saja."Nathan, kamu sudah pulang? Bagaimana proyek ya, apa semuanya baik-baik saja?""Alhamdulillah baik Pah, aku juga sudah keliling proyek dengan Pak Zaki tadi siang! Oh iya Pah, Mah, perkenalkan ini Fahri, teman Nathan."Sedangkan pak Atmaja dan bu Farida tak tau kalau Fahri adalah mantan suami dari menantunya kini.Dia mengira kelau Fahri murni hanya teman Nathan dari kenalan atau dari pekerjaannya.Betapa tersentuhnya hati Fahri ketika Nathan menganggapnya sebagai teman di depan kedua orang tuanya, padahal apa masih pantas dia disebut dengan teman setelah apa yang dia lakukan selama ini.Rasanya panggilan itu tak pantas dia dapatkan tetapi Fahri menganggap kalau ini awal yang baik untuk perkenalan mereka."Selamat sore Om, Tante, saya Fahr