Share

Bab.8. Ada Apa Dengan Mas Fahri.

"Kenapa Mas Fahri terlihat diam, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku."

Di sela-sela makan malamnya Fahri tak sadar kalau Nadhira sedang memperhatikannya, secara diam-diam dia melirik Fahri yang makan sambil memainkan ponselnya, tak seperti biasa suaminya seperti ini. Fahri tak pernah membawa ponsel sebelumnya saat mereka makan bersama.

Merasa penasaran maka Nadhira memberanikan diri untuk bertanya apa yang membuat dia sedikit berubah malam ini. Lalu apakah Fahri akan jujur menjawab pertanyaan Nadhira, atau justru berbohong karena tak ingin membuat istrinya itu cemburu.

"Kamu kenapa Mas? Sibuk? Kok makan sambil main hand pone?"

"Eh, kenapa Sayang? Nggak! Ini cuma ada meeting penting besok."

Jawaban Fahri terlihat sangat gelagapan, mana mungkin dia baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadhira sekarang.

"Terus kenapa kamu terlihat berbeda hari ini? Ada apa, cerita sama aku?"

Bukan Fahri yang menjawab tapi justru bu Sita lah yang kembali bersuara. Tak menemukan titik terang melainkan menambah kisruh situasi saat ini.

"Ya beda lah, kalau aku jadi Fahri juga malas lihat kamu! Yang cuma pakai baju panjang kayak gini, lihat dandananmu, nggak ada sedikit pun yang menarik."

"Mamah!" bentak Fahri tak terima karena ucapan Mamahnya terlalu ftontal terhadap Nadhira, bukan kah penampilan seperti ini Fahri yang menginginkan, Fahri sendiri yang menyuruh Nadhira untuk menutup auratnya wajar jika dia marah saat bu Sita menyebut tentang busana yang Nadhira kenakan.

"Loh, bener kan apa yang Mamah katakan? Lihat di luaran sana, masih banyak wanita yang lebih cantik dari istri kamu Fahri, lebih kaya, lebih menarik dan lebih pintar nyenengin suami, nggak seperti dia yang ... "

"Mamah cukup! Aku tidak mau dengar Mamah terus menghina Nadhira! Aku cinta sama dia, aku Sayang. Jangan paksa aku untuk jadi anak yang durhaka Mah!"

Suasana semakin memanas, perdebatan antara Ibu dan Anak itu semakin rame terdengar sampai ke luar oleh tamu yang tiba-tiba menyelonong masuk kedalam.

Suara lantang Fahri terdengar keras oleh Salsa yang ragu, apakah dia akan tetap melanjutkan langkahnya, atau mundur dan kembali lain waktu mumpung belum ada yang melihat dia datang.

"Astaga! Kenapa Fahri segitu marahnya pada Tante Sita, memangnya ada apa dengan mereka?" gumam Salsa dalam hati.

Mata bu Sita tak sengaja menoleh ke arah pintu dan melihat Salsa yang sedang berdiri mematung membuat bu Sita salah tingkah, khawatir gadis itu mendengar yang membuat akhirnya Salsa menjauh dari keluarganya.

"Nak Salsa, Astaga Nak sejak kapan kamu ada di situ? Mari ikut makan dengan kami."

Dengan senang hati bu Sita mendekati Salsa dan menggandeng tangannya untuk bergabung dengan Fahri dan Nadhira.

"Baru aja Tante, oiya aku mau ngajak Tante keluar gimana? Mau? Boleh ya Fahri aku ajak mamahmu keluar sebentar aja!"

Dengan nada suaranya yang begitu manja, Salsa berharap kalau Fahri menginzinkan, alangkah lebih baik lagi jika Fahri ikut bersamanya tapi tanpa istrinya.

"Ah udah! Ayok kita keluar, nggak usah minta izin sma dia. Dia aja nggak pernah bikin Mamahnya senang!"

Tak perlu menunggu jawaban dari putranya bu Sita segera menarik tangan Salsa agar menjauh dari mereka, karena dia tau kalau Fahri tak akan mengizinkan maka sebelum dia menjawab bu Sita lebih dulu mengajak Salsa pergi.

"Tapi Mah! Mah!"

"Udah lah Mas, sekali-kali biarkan Mamah keluar! Mungkin dia jenuh di rumah."

Fahri semakin salut dengan istrinya yang tak pernah mengeluh walau Mamahnya sudah habis menghina dari ujung rambut sampai telapak kaki.

Betapa sabarnya Nadhira dalam menghadapi sikap mertuanya yang seperti anak kecil suka dengan kemewahan dan bepergian.

"Oiya Mas, kenapa tadi siang ponselmu tidak aktif. Aku lihat kamu meneleponku, hand pone memang sengaja aku matikan karena banyak sekali pasien sudah menungguku."

"Sama seperti kamu Sayang, aku juga sibuk di kantor! Tapi aku masih sempat untuk telepon kamu ya, walau telepon kamu non aktif."

Kata-kata yang keluar dari mulut Fahri seras ada yang berbeda, dia seperti menyalahkan Nadhira yang non aktif dibanding dirinya yang lebih dulu menelepon itu menurutnya di lebih perhatian dibanding Nadhira kepadanya.

"Loh Mas, kan aku pun berusaha meneleponmu tapi ... !"

"Udah lah Sayang, kita nggak usah bahas masalah itu lagi. Aku pesan padamu, jangan sekali lagi kamu matikan ponselmu, itu saja!"

Masih dalam nada rendah Fahri bicara dengan Nadhira, mungkin rasa kesal itu terbawa dari bu Sita yang lebih dulu memulai amarahnya tadi.

"Aku minta maaf ya Mas, mungkin aku salah. Aku janji, aku nggak akan matikan ponsel lagi kalau bukan karena darurat."

Di raihlah tubuh istrinya masuk ke dalam pelukan Fahri dan saat itu juga bunyi notif ponsel berbunyi. Fahri melirik pada siapa yang mengirimkan pesan padanya...

BERSAMBUNG.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Calista Rani
seru banget cerita ini. aku suka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status