Share

Prasangka

Apa kabar?

Pesan dari nomor Reno membuat Sena langsung berdiri dari duduknya siang itu. Ia sama sekali tak menyangka jika Pemuda tersebut akan membalas pesannya. Pesan pertama yang dikirimkan Senas ama sekali tidak digubris. Pesan kedua juga begitu. Karena itu Sena malas berharap. Mungkin Reno terlalu sibuk mengurus kuliah dan restorannya dalam waktu bersamaan. Atau Reno menganggap pesan dari Senas ama sekali tidak penting.

Baik.

Pesan balasan dari Sena singkat, tetapi dilengkapi emoticon senyum. Namun, pada akhirnya Sena menyesali pemberian emoticon karena dianggap terlalu berlebihan. Ia kemudian menunggu balasan selanjutnya dengan tak sabar. Sayang sekali, sampai Sena dipanggil untuk pengambilan gambar selanjutnya untuk drama televisi yang dibintangi, pesan yang ditunggu tak pernah sampai.

Karena hal tersebut mungkin, Sena melakukan kesalahan beberapa kali dalam pengambilan gambar. Wajahnya tampak kesal saat kembali ke ruang tunggu.

Apa yang sedang kamu lakukan?

Sena tak kuasa menahan senyum saat mengetahui pesannya telah dibalas Reno. Ia segera menanyakan kenapa lama sekali pesan balasan sampai. Rono menjawab jika ia sedang di kampus dan tadi baru saja selesai perkuliahan.

Aku senang kamu datang ke acara reuni kemarin. Senang melihatmu baik-baik saja.

Sena tak bisa membalas ungkapan Reno. Ia lebih senang bisa menemukan satu-satunya orang yang peduli padanya saat SMA. Walau kepedulian Reno sama sekali tidak membuat perlakukan perundungan terhadap Sena pudar. Akan tetapi, tahu ada satu orang di luar sana yang peduli, membuat ia menjadi kuat.

Aku ingin bertemu denganmu.

Reno sudah off saat Sena menyampaikan keinginannya untuk bertemu. Sena pikir mungkin pemuda itu sudah masuk ke kelas kembali. Sena mulai berkhayal bisa bersama Reno saat ini. Namun, semua itu hanay dalam bayangannya saja. Sebab ia masih duduk kembali menunggu giliran pengambilan gambar hari ini.

***

Apa sebenarnya cinta?

Jika di dalam hati sendiri berisi keraguan.

Apa itu cinta?

Jika hanya bisa saling menyakiti saat saling bersama.

Hari ini Adit tidak tahu kenapa membuat sebuah status galau seperti ini. Ia bahagia, tetapi juga ragu. Senang saat perasaannya bersambut dengan Sena.

Namun, Sena adalah gadis populer. Bukan hanya di sekolah saja, tetapi sampai di luar. Sena gadis yang ramah. Ia bisa cepat akrab dengan orang yang baru saja ditemui. Itu sedikit membuat khawatir Adit.

Hari ini Adit membuktikannya. Sena bertemu dengan pemuda dari sekolah saingan mereka. Gadis yang disukai Adit itu dengan cepat terlibat pembicaraan seru. Bahkan sesekali pemuda dari sekolah saingan mereka mengacak rambut Sena, seolah telah lama bertemu.

“Sena, kamu tahukan siapa orang itu?”

Sena mengangguk. Kepalanya menoleh pada Adit yang duduk di hadapannya. Sena dan pemuda itu akhirnya berpisah beberapa menit lalu. Kini Adit dan Sena duduk di sebuah kafe kecil di dalam mall tempat mereka sedang jalan-jalan.

“Terus kenapa kamu bisa akrab dengan dia?” tanya Adit geram.

“Loh, kan teman. Kenapa tidak boleh akrab?” Sena mengerjap.

Wajahnya yang polos menampakan kejujuran.

Hanya Adit yang merasa khawatir. Tiba-tiba ia mendapat firasat jika Sena sudah menyampaikan sesuatu yang tidak seharusnya.

“Dia nanya apa tadi?”

Sena menerawang sebentar sebelum akhirnya menjawab, “Dia tanya soal perlombaan ilmiah. Terus aku bilang kalau kita sudah siap.”

“Kamu bilang kita sedang bikin apa sama mereka?”

Sena diam lagi. “Mungkin tanpa sadar aku kasih tahu, tapi tenang saja mereka nggak akan niru kok.”

“Tahu dari mana kamu kalau mereka nggak akan jiplak ide kita.” Suara Adit kini meninggi.

Ini yang sejak awal dicemaskan Adit. Kepolosan Sena selalu bisa dimanfaatkan. Adit lalu berdiri dan mulai menelepon teman-teman satu timnya, meminta bertemu kembali.

“Kita balik sekarang!” seru Adit sambil menarik Sena untuk lekas mengikuti.

Sena berseru keberatan, tetapi tetap mengikuti Adit. Ia bingung kenapa obrolan tentang perlombaan ilmiah itu menjadi masalah. Padahal dari obrolan tadi, pemuda temannya itu sudah menyelesaikan proyek mereka seminggu lalu dan yakin akan menang.

“Kalau kita sampai kalah, kamu pasti bakal disalahin anak-anak.”

Adit mengatakan itu kepada Sena.

Sena mengernyit tidak mengerti. Kalau mereka kalah, itu pasti bukan keberuntungan mereka. Bagaimana hal itu menjadi kesalahan Sena.

***

Kamu sedang apa?

Mendapat pesan seperti itu saja sudah membuat Sena bagai terbang di langit yang tinggi. Perasaan yang lebih hebat dari saat mendengarkan namanya dipanggil karena memenangkan penghargaan sebagai artis pendatang baru tahun lalu. Kegembiraan itu bahkan tidak hilang padahal Mama sedang mengeluh soal banyaknya kesalahan Sena selama pengambilan gambar tadi.

“Mama bingung kamu hari ini kenapa?”

“Manusia itu banyak salah, Ma.” Ia menjawab sambil terus membalas pesan-pesan dari Reno.

Tindakannya itu memicu keinginantahuan Mama. Wanita yang melahirkan Sena tersebut berdiri dan mencoba mencari tahu apa yang membuat putrinya demikian aneh. Namun, tidak berhasil.

“Sudah jangan main ponsel terus, sana bersihkan badanmu dan tidur.” Mama merengut kesal.

Ia lantas berdiri dan menuju kamar utama yang terletak di depan ruang tengah.

Sena sendiri mencebik dan memeluk ponsel di dadanya sebelum berdiri dan naik ke lantai dua. Rayna mengikuti Sena dari belakang dengan sebuah tas besar di tangan.

“Mbak Sena ingat jadwal besok, kan?” tanya Rayna lepas menata kembali beberapa barang yang baru keluar dari tas—baju, sepatu, dan aksesoris untuk rambut dan baju.

Sena tak menoleh, kepalanya hanya mengangguk. Ia lalu menjatuhkan diri di atas kasur dan menyuruh Rayna keluar.

Sebelum Rayna menutup pintu, didengarnya suara Sena yang mengucapkan terima kasih dengan keras. Hal yang jarang dilakukan Sena.

“Ada baiknya juga Sena dan Reno bertemu.” Rayna bergumam di depan pintu kamar Sena yang telah tertutup. Di dalam didengarnya Sena tertawa kecil.

Kamu masih jadi Sena yang ceria ternyata.

Untuk Reno Sena sama sekali tak ingin menjadi orang yang berbeda. Ia menemukan dirinya yang dulu saat berbicara dengan pemuda teman SMAnya ini.

Aku selalu menjadi orang yang sama.

Sena menendang-nendang udara untuk menjaga kewarasannya. Ia lalu berpikir untuk lekas membersihkan riasan dan kembali menikmati obrolan dengan Reno setelahnya.

Benar. Sena melakukan semua yang diniatkan. Ia meloncat kembali ke atas kasur beberapa saat setelah mendengar notifikasi pesan masuk. Tak sabar untuk membaca apalagi yang akan dikatakan Reno padanya.

Tidak bisakah kamu memaafkan semua orang, Sena. Aku pikir mereka menyesal sudah memperlakukanmu dengan buruk. Kamu tahu, Adit cukup khawatir mendengar kabar terakhir tentangmu.

Suasana hati Sena memburuk membaca nama Adit dalam pesan terakhir Reno. Ia senang bertemu dengan Reno, bahkan bahagia saat mengobrol. Akan tetapi untuk kembali bersikap baik-baik saja bertemu dengan lainnya, terutama Adit, entah kapan Sena bisa siap.

Ada banyak alasan kenapa aku membenci Adit. Aku capek, maaf.

Sena memutuskan untuk menyelamatkan hatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status