Share

Asal Mula

Perlombaan antar sekolah ini diadakan setiap tahun. Seperti tahun-tahun sebelumnya, semua sekolah selalu menyiapkan bahan-bahan terbaru dan ide-ide baru. Tahun lalu sekolah Sena dan Adit hanya mendapatkan juara dua saja, padahal sebelumnya mereka mendapatkan peringkat pertama.

Karena itu, tahun ini Adit dan timnya menyiapkan semuanya dengan hati-hati. Mereka tidak mau ide mereka sampai bocor dan kemudian ditiru oleh sekolah lain.

“Bisa jadi masalah jika benar Sena memberitahukan ide kita tanpa sadar.”

Adit berpangku tangan di kursi sebelah kanan. Teman-temannya yang rata-rata dari kelas berbeda mengelilingi meja panjang tempat banyak kertas dan modul fotokopian berserakan.

“Sena kan sudah bilang kalau orang itu sudah selesai dengan karyanya lebih dulu dari kita, nggak usah khawatir.” Reno akhirnya angkat bicara.

Ia merasa heran pada Adit yang terlalu terobsesi dengan perlombaan, sampai berpikiran buruk terhadap gebetan sendiri.

“Bisa buruk kalau kita kalah karena ini.”

“Tapi nggak adil juga kalau kalian malah nuduh tanpa bukti.”

Reno berdiri. Ia muak lama-lama duduk bersama para anggota tim perlombaan ilmiah kali ini. Ia tinggalkan mereka semua di belakang dan melangkah panjang-panjang menjauhi ruangan berkumpul.

Baru beberapa langkah keluar, ia melihat beberapa gadis yang menjadi senior di dalam ekskul. Mata mereka beberapa kali melirik ke ruangan tempat Reno baru saja keluar. Tiba-tiba Reno merasa tak enak hati, ia berpikir jika para gadis tersebut baru saja menguping.

“Kalian sedang apa?” tanyanya.

Ia dengan cepat mengunci langkah para gadis sebelum mereka kabur. Diperhatikan tiga orang yang tadi berbisik salah tingkah, tetapi salah satu dari mereka menegakkan leher menjadi perwakilan untuk bicara.

“Tidak ada, kami hanya sedang mendiskusikan beberapa materi pelajaran MIPA tadi pagi.”

Selapas mengatakan itu mereka saling sikut dan bergegas pergi.

Reno menghela napas kasar. Beberapa orang bodoh akan dengan cepat dibodohi. Namun, Reno tidak termasuk. Pastinya ketiga siswa wanita tadi menguping. Reno berharap ketiganya tak mendengar isu yang baru saja diedarkan Adit.

Mendung mengelayut pagi itu, tetapi tak setetes pun hujan jatuh. Sepertinya langit masih menahan ribuan tetes air hujan.

Reno baru saja turun dari motor bebek dan mengunci setang. Ia tak lantas bergegas lari ke kelas, masih terlalu pagi untuk tergesa-gesa. Ia lebih suka duduk sebentar memperhatikan para siswa lain datang.

Namun, ia bergegas lari begitu melihat Sena tiba-tiba ditarik oleh beberapa gadis begitu melintasi halaman. Saat sampai di dekat toilet di dekat masjid belakang, Sena telah separuh basah dan buku-bukunya berserak.

“Aku salah apa?”

“Sampai kamu sadar apa kesalahanmu, kami akan selalu berusaha mengingatkan.”

Darah Reno berdesir. Apalagi ia melihat salah seorang gadis yang sama kemarin. Tidak. Pastinya itu bukan masalah yang sudah disebabkan Adit. Ini pasti hanyalah karena kecemburuan para gadis pengemar Adit.

Reno mencegat mereka di teras depan masjid. Ia ingin memiliki bukti bahwa kecurigaannya salah.

“Apa yang sedang kalian lakukan? Sena bukan anak baru yang harus dibully untuk perkenalan.”

Sama seperti kemarin, sebelum menjawab mereka semua saling lirik. Lalu perwakilan dari mereka untuk memberikan jawaban.

“Pengkhianat harus diberi pelajaran, bukan?”

Astaga!

Kabar yang disampaikan Adit belum terbukti benar, tetapi mereka sudah mulai memberikan hukuman. Kalaupun benar, tak seharusnya manusia diperlakukan buruk seperti itu.

“Kalian tidak bisa melakukan ini. Ini kesalahan.”

“Kamu anak eskul Ilmiah, kan?” Gadis yang tadi bicara mengernyit.

Wajahnya dicondongkan ke depan untuk memastikan. Bagaikan lebah yang diusik, orang-orang dibelakang mulai berdegung.

“Ya.”

“Kalau begitu pasti lebih tahu dari kami.”

Reno ditinggalkan. Sena juga melewatinya sambil menunduk.

***

SMA Nusantara 1 kalah. Namun, tidak satu pun dari SMA yang ikut serta memiliki ide yang sama dengan mereka.

Ide yang mereka angkat dan karyakan sangat bagus, hanya saja ada kesalahan pada perhitungan sehingga alih-alih terbang, roket tersebut malah meledak di tempat dengan asap yang banyak.

Semuanya anggota ekskul kecewa. Reno sama sekali tidak. Ia malah merasa amat lega. Artinya Sena sama sekali tak menyingung ide mereka tersebut dalam obrolan dengan salah satu tim lain waktu itu seperti yang dikatakan Adit.

“Akhirnya,” gumam Reno.

Ia menepuk punggung Adit yang kecewa. Masih ada satu tahun lagi untuk berjuang dan meraih kesuksesan.

“Kamu kayaknya lega banget, Ren.” Adit tersenyum kecut.

“Karena perlombaan ini ada seseorang yang mengalami ketidakadilan. Akhirnya hal itu berakhir. Kamu harus minta maaf, Dit.”

Reno tahu Adit paham apa yang ia maksudkan. Wajah Adit yang lesu bertambah buruk saja. Ia menatap kekejauhan, lalu berdiri.

Harapan Reno sama sekali tidak menjadi kenyataan. Saat ia melewati lorong kelas, dilihatnya beberapa siswi bergerombol, di tengah-tengahnya ada Sena yang menangis. Ia bertambah kecewa, saat Adit hanya lewat begitu saja tanpa memberikan bantuan.

Reno juga membenci dirinya sendiri karena tak bisa melakukan apa-apa. Ia berdiri memperhatikan Sena yang masuk dengan wajah yang basah di pintu kelas. Ia menyaksikan sendiri saat kaki salah murid di depan Adit terjulur dan menjegal Sena hingga tersungkur.

Kembali Reno kecewa pada Adit yang ia kira akan menolong dan menjelaskan semua kesalahpahaman malah memaki Sena.

Reno masuk, membantu Sena berdiri. Ia antar Sena ke kursinya. Saat akan keluar dan kembali melewati Adit, Reno berkata, “Kamu tahu siapa yang benar-benar salah atas semua ini, kan, Dit.”

Ia masih berharap Adit menyesal sebelum terlambat.

Namun, bukan penyesalan namanya jika datang di awal. Perlakuan pada Sena sama sekali tidak berubah. Itu berlangsung sampai pada hari kelulusan dan kejadian memalukan itu terjadi. Entah siapa yang memulai, mereka mengambil video saat Sena sedang ganti pakaian di kamar mandi dan menyebarkannya secara berantai.

Puncaknya disiarkan secara langsung pada acara pesta kelulusan. Sena datang dengan gaun yang sangat cantik. Reno terpana saat gadis itu turun dari taksi dan berjalan anggun. Saat masuk dalam ruangan, video itu diputar sebagai penyambutan. Semua orang tertawa. hanya Reno yang berteriak-teriak menyuruh mematikan. Adit sendiri tak kelihatan, entah ke mana pemuda itu menghilang.

Seminggu setelahnya, Mama Sena datang ke sekolah meminta pertanggung jawaban. Ia bahkan sampai memaksa masuk ke dalam kelas dan menangis bertanya apa kesalahan putrinya. Sena sendiri tidak lagi masuk setelah kejadian itu.

“Aku yang salah.”

Reno mendengar Adit berkata penuh penyesalan saat ijazah mereka dibagikan.

“Aku yang salah, Ren. Apa yang harus kulakukan untuk menebusnya?”

Reno tidak bisa menjawab sekarang. Ia sendiri tak pernah bisa melakukan apa-apa. Kepalanya mencoba mencari Sena, tetapi tak pernah lagi kelihatan.

Sena menghilang dan muncul di layar kaca enam bulan kemudian.

Berkali-kali Adit mencoba menghubungi Sena, tapi tak berhasil. Ia menutup semua jalan komunikasi. Tidak ada jalan bagi Adit untuk menyuarakan penyesalannya.

Sampai akhirnya Reno menghubungi Sena sendiri dan gadis cantik tersebut datang pada acara reuni yang diadakan. Reno tahu ia bisa membantu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status