Laki-laki memakai kemeja putih masuk ke kamar tersebut, membuat Ayyara seketika bernafas lega. Ayyara barusan sempat berpikir macam-macam, ternyata yang datang justru adalah suaminya. Dia kemudian memutuskan kembali berteleponan dengan Bagas.
"Bagas. Mas Kieran sudah datang."'Oh benarkah, baiklah sudah dulu ya.'Ayyara tak mengiyakan, sebenarnya dia masih ingin berteleponan lebih lama lagi dengan Bagas walau kantuknya sudah datang. Namun tak dia jawab saja, Bagas lebih dulu mematikan panggilannya. Sudah pasti laki-laki itu takut dengan keberadaan Kieran.Setelah memasuki kamar, pandangan Kieran langsung tertuju pada sang istri yang duduk di atas kasur, baru selesai berteleponan.Laki-laki itu menutup kembali pintu kamar, lalu berjalan ke arah kasur. "Bagas?""Iya," jawab Ayyara jujur, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel itu.Kieran hanya mengangguk, paham. Lagi-lagi dia harus tersenyum perih. Padahal diaAyyara kembali menatap wallpaper ponsel yang masih dia genggam itu. "Tapi kata Bagas, kita akan jatuh cinta pada orang yang bisa membuat kita nyaman. Sejak dulu, aku tidak terlalu akrab dengan mas Kieran. Bahkan setelah menikah, aku rasa aku tidak pernah membuat mas kieran bahagia. Lalu, kenapa mas Kieran bisa mencintaiku?"Tentu saja itu sangat membingungkan. Walau Kieran pernah mengatakan padanya, jika dia mencintai Ayyara dari sifat perempuan itu. Namun menurut Ayyara itu sangat aneh. Percuma menyukai sifatnya saja, tapi orang yang dicintai tidak bisa membuatnya nyaman. Ayyara segera menggeleng. Menyadarkan dirinya kembali. Walau wallpaper ponsel laki-laki itu adalah foto pernikahan mereka. Ayyara tetap harus memeriksa kontak di ponsel itu. Foto itu saja tidak bisa menjadi jaminan, jika Kieran hanya cinta padanya saja. "Aku yakin, karena aku tidak bisa membuatnya nyaman. Pasti mas Kieran sedang menjalin hubungan spesial dengan perempuan lain
Pandangan Kieran kembali mengarah pada Ayyara yang masih tertutup selimut. Kali ini Kieran menyingkirkan selimut itu dari wajah Ayyara cukup kasar, hingga akhirnya dia bisa melihat wajah sang istri yang belum tertidur di sana. Ayyara memalingkan wajahnya. Tak mau menatap Kieran, karena malu."Apa ada sesuatu yang ingin kamu ketahui di ponselku?""Kamu jangan kepedean. Aku tidak cemburu sama sekali jika kamu dekat dengan sekertarismu itu," jawab Ayyara cukup sinis.Satu alis Kieran terangkat, menatap Ayyara tak paham. Sejak tadi bibirnya tak sanggup menahan senyum. Betapa menggemaskan istrinya saat ini. "Aku tidak menuduhmu cemburu. Tapi, aku bertanya apa ada yang ingin kamu ketahui di ponselku? Dan, aku sama sekali tidak berpikir jika kamu cemburu dengan sekertarisku."Ayyara memejamkan matanya dengan erat. Ingin rasanya memukul bibirnya itu dengan keras. Tanpa dia sadar, dia justru membuat Kieran curiga apa yang sejak tadi sed
Kelopak mata Ayyara perlahan terbuka. Berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke pandangannya. Dia kemudian memiringkan tubuhnya, membuatnya kini saling berhadapan dengan laki-laki yang masih tertidur di sampingnya.Ayyara menatapnya dengan seksama wajah tampan nan tenang itu. Tanpa Ayyara sadari, kedua sudut bibirnya justru terangkat, mengukir senyum senang. "Dia sangat tampan," ucap Ayyara pelan, nyaris terdengar seperti bisikan. Dia tak ingin suaranya sampai membangunkan Kieran dari tidurnya. Mendadak pikiran Ayyara kembali teringat dengan kejadian kemarin. Benar, suaminya itu sangat tampan, bagaimana bisa perempuan di luar sana tidak akan jatuh hati setelah menatapnya. Senyum di bibirnya perlahan pudar. Sorotnya berubah menatap kieran dengan cemas. "Aku yakin, Nasya yang setiap hari melihat mas Kieran, pasti sudah jatuh cinta pada mas Kieran. Dan ... Jangan-jangan mas Kieran saat di kantor sering digoda oleh Na
Ayyara lagi-lagi harus meneguk ludahnya dengan susah payah. Padahal hanya kalimat seperti itu saja yang keluar dari mulut kieran, namun itu mampu membuat Ayyara mendadak gugup. Ayyara sangat membenci situasi ini. Dengan segera, dia langsung menyingkirkan tangan laki-laki itu dari atas kepalanya. Lalu beringsut duduk."Kamu jangan bangga dulu, mas. Aku menatapmu seperti barusan, bukan karena aku mulai memliki perasaan padamu atau sebagainya." Ayyara menarik nafas sesat, lalu menghembuskannya pelan. Dia masih tak berani menatap wajah Kieran, karena itu bisa saja membuatnya gugup lagi. Ayyara kemudian melanjutkan kalimatnya. Dia harap dengan ini Kieran akan kecewa dan tak berpikir macam-macam tentangnya lagi. "Aku tadi hanya tidak sengaja saja menatapmu, dan kamu justru terbangun. Jadi kamu mengira jika aku menatapmu dengan lama, menunggumu bangun tidur? Itu salah. Tadi hanya tidak sengaja saja."Senyum Kieran seketika pudar, saat kalimat Ayyara la
Ayyara tak akan pernah mengizinkan sang suami untuk menyentuhnya. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri, hanya akan mengizinkan tubuhnya disentuh oleh Bagas. Dia tak akan diam, membiarkan siapapun mengambil pertama kalinya, kecuali laki-laki yang dia cintai.Namun kenyataannya sekarang, justru seperti ini. Ayyara tak pernah menyangka, jika pada akhirnya Kieran lah yang menyentuhnya pertama kali. Perempuan itu masih berada di atas kasur, memunggungi sang suami yang masih memeluknya dari belakang. Ayyara tahu, pasti Kieran saat ini telah tersenyum puas, karena berhasil menyentuhnya. Namun yang Ayyara rasakan saat ini hanya penyesalan, tak terima dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Matanya sejak tadi sudah berkaca-kaca, menahan air mata. Bukan air mata kesedihan, namun air mata kekesalan. Tangannya mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuh polosnya, menyalurkan amarahnya. "Kamu menyesal telah memberikan pertama kalinya padaku?" tanya
Ayyara segera menggeleng, menepis semua pemikiran buruknya. Dia tak mau jika sampai dia mengandung anak dari Kieran. "Bagas memang tidak tahu jika aku sudah melakukannya dengan mas Kieran. Tapi, jika aku sampai hamil, itu pasti akan membongkar semuanya." Ayyara segera terduduk, sambil menahan selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos. Dia harus mencari cara agar dirinya tidak hamil. Ayyara kemudian meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur. "Aku harus mencari sesuatu di internet, cara untuk mencegah kehamilan setelah berhubungan badan."Setelah mendapatkannya. Ayyara langsung mengambil bajunya yang berserak di lantai, memakainya kembali, lalu bergegas menuju dapur. Dia mencari satu ruas jahe, dan segera dia bersihkan. Lalu menyalakan kompor, dan memasukan satu ruas jahe tersebut ke dalam panci kecil yang sudah dia beri sedikit air. "Di sini dituliskan, jika meminum air rebusan jahe setelah se
Bagas kembali melihat ke meja kerja Ayyara. Ini kesekian kalinya dia bolak-balik hanya untuk memastikan apa perempuan itu sudah datang. Namun masih tetap sama, Ayyara belum juga datang. Membuat Bagas jadi tidak tenang. Tidak seperti biasanya Ayyara akan datang terlambat. "Apa Ayyara tidak masuk kerja hari ini? Tapi kenapa? Tumben sekali dia tidak memberikan kabar padaku." Bagas kembali menyalakan layar ponselnya. Berharap ada notifikasi panggilan atau pesan dari Ayyara. Dia sangat menunggunya. "Apa aku harus telepon dia lebih dulu? Tapi, aku takut jika dia masih bersama pak Kieran, dan pak Kieran tahu jika aku menelpon istrinya. Takutnya pak Kieran justru akan marah padaku.""Bagas."Bagas menoleh saat mendengar namanya di panggil. Seorang pria paruh baya mulai menghampirinya."Pak Ardi.""Ternyata kamu ada di sini? Saya tadi mendatangimu ke ruangan kerjamu, tapi kamu tidak ada.""Memangnya ada apa pak?" tany
Di sisi lain, Kieran tengah memeriksa isi flashdisk yang baru saja diberikan oleh sekertarisnya. Dia menatap dengan seksama, monitor di depannya itu. "Bagaimana pak, apa ada yang salah?"Kieran menggeleng, namun masih ragu. "Saya baru memeriksa beberapa file saja. Dan sejauh ini saya belum menemukan sesuatu yang membuat saya kurang suka."Nasya tersenyum, sedikit merasa lega. "Jika ada beberapa yang menurut saya kurang, saya akan panggil kamu ke sini lagi.""Baik pak, kalau begitu saya permisi dulu ya."Kieran mengangguk, mengizinkan sang sekertaris untuk keluar dari ruangannya. Setelah Nasya pergi, mendadak ponselnya bergetar. Kieran melihat lebih dulu siapa nama yang menelponnya, sebelum akhirnya dia menjawabnya."Halo, pak Ardi."'Halo pak Kieran, selamat siang. Maaf jika saya mengganggu waktunya. Ada yang ingin saya tanyakan pada pak Kieran saat ini.'"Tidak apa-apa, tanyakan saja pak. Apa yang in