Janda bertemu dengan duda adalah hal yang biasa. Tapi lain halnya dengan janda muda yang bernama Rosita. Ia menjanda sejak melahirkan anak pertamanya, karena suaminya pergi tanpa rasa tanggung jawab; sekaligus tanpa berita. Sapto menitipkan Rosita kepada keluarganya, sejak Rosita hamil 2 bulan, dengan alasan ada penggilan kerja diluar pulau. Namun sampai Rosita melahirkan, Sapto sama sekali tidak ada kabar beritanya. Jerry, bapaknya Rosita sangat kesal. Karena dia harus menanggung biaya melahirkan, serta keperluan bayi dan yang lainnya. Jerry, yang bertugas sebagai Satpam pada satu perumahan, gajinya tidak mencukupi, untuk memberi makan dan juga biaya sekolah ketiga orang adiknya Rosita. Belum lagi ditambah kebutuhan isteri mudanya yang baru saja hamil anak kedua darinya. Pada usia 20 tahun, setelah Rosita melahirkan puterinya, ia bertemu laki-laki yang juga membawa satu anak laki-laki. Pak Deden Supriyatna, tapi pak Deden sudah punya istri, dan pak Deden bekerja pada perusahaan adik istrinya. Dia adalah Satria Irawan, adik ipar pak Deden, duda yang memegang jabatan sebagai presiden direktur di perusahaannya sendiri; dia terkenal dikotanya sebagai orang yang paling kaya raya. Deden dan Satria, sama-sama mengejar cinta dari Rosita, akan tetapi Rosita lebih memilih Satria Irawan yang duren, duda keren. Oleh sebab itu Jerry menyuruhnya agar lekas menikah saja, supaya Rosita segera diboyong oleh calon menantunya itu.
View MoreRosita keluar dari pintu kamarnya yang langsung ke ruang makan. Ia masih mengenakan celana pendek selutut dan atasan baju tidurnya. Disitu tampak Jerry, bapaknya, baru selesai sarapan pagi. Ketiga adik Rosita, Dino, Doni, dan Dini, tampak sudah rapi mengenakan seragam sekolah dasar, mereka sedang duduk dikursi masing-masing menunggu sarapan pagi. Nasi goreng kesukaan mereka yang sedang dibuat oleh ibunya, bu Minah, di dapur persis di sebelah ruang makan ini. Aroma wangi nasi goreng sampai ke hidung mereka.
“Hmm, wanginya nasi goreng buatan ibu,” kata Dino.
“Nyam-nyam..” sambut Dini adik bungsunya.Rosita melirik ke bapaknya, yang tampak sedang mengikat tali sepatu bootnya; lalu ia duduk di kursi disamping Dino. Ia mengelus perutnya yang semakin membuncit, 8 bulan sudah usia kandungan bayi dalam perutnya.
”Makanya kalau kawin jangan sama pengangguran. Sebentar lagi kamu melahirkan, mana tanggung jawab suamimu? Enggak pernah kirim uang se-perakpun. Sedangkan kamu butuh uang banyak, buat biaya melahirkan, baju-baju bayi, juga makanan bayi nanti,” kata Jerry tanpa menatap kewajah Rosita.
Rosita kembali melihat perutnya, lalu mengelusnya lagi. Perut yang menyimpan jabang bayi dari mas Sapto, suaminya, yang telah lama pergi, dan entah kapan akan kembali; atau mungkin sama sekali tidak akan kembali.
”Bapak enggak bisa bantu kamu lagi. Jadi habis lahiran, kamu harus cepat-cepat cari kerja.”
Rosita terkejut mendengar ucapan bapaknya. Dulu, Jerry tak pernah bersikap seperti itu, memojokkan Rosita dengan memberi solusi yang tidak masuk akal. Ia menatap wajah bapaknya, sambil mengelus-elus perutnya lagi.
”Sabar ya nak,” bisik hatinya.
Bu Minah muncul dari dapur, membawakan piring berisi nasi goreng untuk adik-adik Rosita, ia langsung menengahi pembicaraan Jerry dengan Rosita,
”Gak bisa begitu pak.. baru melahirkan itu butuh istirahat. Memangnya kucing abis lahiran langsung cari makan,”
”Aaah, kamu juga bisa apa Minah..? kamu bisa bantu si Ros, urus bayinya, kasih makan, belikan baju. Apa gajimu cukup?. “
Jerry, bapaknya Rosita, sifatnya memang keras. Dia sangat berharap Rosita menikah dengan laki-laki yang berkecukupan hartanya, jadi tidak merepotkan keuangan keluarga lagi.
Rosita terdiam mendengar ocehan bapaknya. Akan tetapi hatinya tidak bisa menerima, karena ucapan itu terdengar oleh adik-adiknya yang masih kecil-kecil. Bagaimana nanti perasaan mereka?.
”Sudahlah bu, pak, Ros nanti akan cari kerja; tapi Ros minta waktu istirahat satu minggu saja,”
Jerry tidak menjawab, dia pergi keluar hendak berangkat ketempat kerjanya. Baju seragam Satpam tak pernah dipakai dari rumah, seragam itu dimasukan kedalam tas ransel yang disangkutkan kebahunya. Kemudian terdengar Jerry menyalakan motor, suara mesinnya sudah tidak enak terdengar dikuping, karena motor butut itu memang sudah lama tak diservice.
Jerry, bekerja sebagai Satpam di sebuah perumahan. Sedangkan bu Minah, sebagai pembantu dirumah tetangga; untuk tambahan biaya sekolah adik-adiknya Rosita yang masih membutuhkan.
”Sabar ya kak…” ucap Dino yang duduk persis di sebelahnya. Rosita mengangguk pelan, dan menatap wajah adiknya.
Rosita memang merasa bersalah, sewaktu mas Sapto melamar dirinya, bapak tidak setuju karena dia masih menganggur. Setelah Rosita hamil dua bulan, mas Sapto dapat panggilan kerja keluar pulau. Namun sampai saat ini, tak pernah ada beritanya. Apa dia hidup atau mati, dan atau, sudah mulai bekerja. Mas Sapto menghilang begitu saja tanpa kabar beritanya.
**
Tiba waktunya Rosita melahirkan. Bayinya perempuan. Cantik, secantik ibunya. Para tetangga berdatangan menengok secara bergantian, karena ruang tamu dirumah itu hanya tersedia empat kursi, jadi cuma cukup untuk tamu dua atau tiga orang saja.Pada kursi kosong disebelah Rosita, tampak bungkusan kado hadiah, serta amplop yang terdapat diatas beberapa bungkusan kado tersebut; pemberian dari para tetangga yang datang lebih dulu.
”Duuh cantik.. putih ikut ibunya. Namanya siapa Ros, eh bapaknya belum datang ya ?” tanya bu Tari tetangga terdekat dari rumah Jerry.
Belum sempat Rosita menjawab, bu Nancy memotong,
”Iya, mana bapaknya Ros. Kalau gak ada bapaknya, kasih saya saja bayinya, daripada ditaruh dipanti asuhan,” kata bu Nancy.
Rosita yang masih dalam kondisi baby blues, tidak kuat menahan ledakan emosinya.
”Emang siapa yang mau taruh bayi ini kepanti bu Nancy?!”
”Maksudnya, bukan ditaruh Ros, maksud ibu dititipkan,” bu Nancy bela diri.
”Ngomong yang jelas bu.. jangan asal njeplak saja.. Bapaknya masih tugas diluar pulau, kenapa sih ikut campur urusan rumahtangga orang lain?.. kurang kerjaan ya bu? ” ucap Rosita dengan sebal.
Wajah bu Nancy memerah, ia merasa malu, lalu berdalih.
”Ya maafin Ros, tadi ibu cuma bercanda aja kok, Ros sampai marah begitu,”
Rosita menatap tajam kepada bu Nancy,
“Bercanda ya gak begitu dong bu.. saya baru melahirkan, badan masih cape. Apa ibu sudah lupa, bagaimana rasanya melahirkan bayi..? Seluruh otot tubuh kita ini, rasanya seperti diperas-peras bu..“
Wajah bu Nancy memerah, ia tampak jadi salah tingkah.
”oh iya, maaf.. saya lupa. Bu Nancy belum pernah melahirkan bayi kan.. makanya berharap bayi ini saya titipkan. Begitu ya bu..?”
”Yaa.. itu kalau Rosita mau..” ucap bu Nancy terbata-bata.
”Gak akan saya lepas bayi ini bu, walaupun bu Nancy berani bayar seharga rumah bu Nancy itu,” ucap Rosita ketus.
Bu Tari merasa kurang enak dengan ucapan Rosita, ia lalu mengajak bu Nancy pulang, lagipula ibu-ibu tetangga yang lain tampak masuk ke halaman kecil rumah pak Jerry.
”Ayoo bu Nancy, itu ada tamu yang lainnya. Gantian.. kita keluar, mereka masuk. Ros lekas sehat ya,” kata bu Tari sambil keluar dari situ.
Rosita mengangguk pelan.
Ya namanya juga mulut tetangga, mereka memang sudah lama menggosip tentang Rosita yang hamil seolah-olah tanpa suami dimata mereka. Karena waktu itu, sebelum mas Sapto pergi, menitipkan Rosita ke rumah bapaknya, tak ada tetangga yang memperhatikan. Semakin besar kandungannya, makin gencar pula gosip tetangga. Namun Rosita tak bisa melawan karena kenyataan memang demikian adanya.
**
Tepat satu minggu setelah Rosita melahirkan Maya, Jerry mulai menegur Rosita,“Mana? katanya mau cari kerja? Jangan kelamaan istirahatnya, ”
“Iya pak, tenang aja.. ini kan masih pagi,”“Justru pagi-pagi cari kerja.. sebelum rezekinya dipatok ayam,” sahut bapaknya.
Sebenarnya ia tidak tega harus mengajak Maya mencari pekerjaan, apalagi bayinya ini mengundang rezeki yang banyak. Perlengkapan bayi yang tidak mungkin bisa dibeli oleh Rosita maupun bapaknya, datang begitu saja dari tangan para tetangga yang baik hati. Belum lagi amplop berisi uang dengan lembaran biru dan merah. Sebagian diambil oleh Jerry, sebagiannya sempat disembunyikan oleh Rosita dibawah bantal bayi.
“Baiklah pak, kalau begitu Ros jalan sekarang cari kerja,”
Rosita memasukkan pampers kedalam tas, dan beberapa kebutuhan lainnya. Kemudian menggendong Maya, bayinya yang tampak masih tertidur pulas. Sedih hatinya melihat Maya yang sedang tidur lelap, tapi terpaksa ia menggendongnya.Kalau ditinggal di rumah, siapa yang mengurusnya. Ibu pegang tiga rumah tetangga untuk membantu pekerjaan mencuci dan setrika baju, membersihkan ruangan rumah, cuci piring, dan sesekali menyiram tanaman.
Rosita lalu keluar dari rumah. Menutup pintu rumah yang tak pernah dikunci, karena mereka tak punya harta yang berharga.
Tujuannya pergi ke Mall bukan untuk mencari kerja, tapi ingin rileks, ia butuh nikmati waktu sendiri. Menikmati makanan yang enak di resto agar Maya sedikitnya dapat tambahan gizi, karena makanan sehari-harinya di rumah; porsinya lebih banyak mie instan saja.
***
Beberapa saat kemudian, setelah pengunjung butiknya sepi, Satria Irawan muncul di pintu masuk. Seperti biasa Rosita menyalaminya, "Selamat pagi pak Satria," "Pagi Rosita" sahut Satria Irawan sumringah. Senyumnya menghias bibir lelaki tampan ini. Kemudian Rosita jalan ke ruang belakang kearah dapur untuk membuatkan minuman. Satria Irawan duduk di sofa tempat biasa dia duduk disitu. Tak lama, Rosita membawakan teh hangat manis dan menaruhnya diatas meja depan sofa. Rosita lalu duduk disofa berhadapan dengan Satria Irawan disitu. Satria Irawan menengok ke arah jam dinding, jarumnya menunjukkan pukul 10.30. lalu menoleh ke wajah Rosita. "Maaf ya, aku terlambat datang kesini, tadi ada urusan sedikit di kantor." "Iya pak.. gak apa-apa," sahut Rosita kurang bersemangat. Satria Irawan mengambil cangkir yang berisi teh manis hangat, "Terimakasih ya tehnya.." Rosita hanya menganguk pelan, lalu menundukkan kepalanya. Ia tak dapat menutupi perasaannya yang merasa gelisah mendenga
Bu Minah mencoba menenangkan hatinya, ia berusaha mengatur nafasnya. Perlahan menarik nafas dari lubang hidung sampai perutnya mengembung, lalu pelan-pelan dihembuskan lewat mulutnya. Tiga kali bu Minah mengulangi hal tersebut. Terasa emosi yang tadi menggelegak didadanya, agak mereda. Bu Lastri yang melihat hal itu, mencibirkan bibirnya, "Sakit tuh bukannya narik nafas doang.. minum obatnya dan jangan banyak tingkah," "Kamu gak perlu ngatur saya, urus saja diri kamu sendiri. Saya mau istirahat sekarang, gak usah temani saya.. Keluar kamu." ucap bu Minah tegas. Bu Lastri menatap tajam ke wajah bu Minah, tapi bu Minah memalingkan wajahnya. Bu Lastri tersinggung, ia merasa diusir. "Jangan keras kepala bu. ibu itu sudah tidak berdaya, jantungnya sudah pakai ring, kalau saya tidak tungguin, nanti ada apa-apa, bapak nyalahin saya lagi.." "Memang kamu banyak salah. Sudah gak usah debat.. kalau saya butuh bantuan kamu, nanti saya panggil," Bu Lastri tidak menjawab, ia langsung
Grompyang.... Saat suara panci yang ikut terjatuh ke lantai, membuat bu Lastri tersenyum kecil dengan ekspresi wajah nyinyir, "Rasain !" umpat hatinya. Di dalam kamar Rosita, disamping tubuh Maya, tampak bu Lastri bangkit dari ranjang, lalu jalan ke luar menuju ke dapur. Ia melihat bu Minah tergeletak di lantai dapur dalam keadaan pingsan. "Waduh, nyusahin aja jadinya si ibu... saya gak kuat ngangkat badannya, gimana ya?. Kalau diseret dari sini ke kamar, jadinya kayak film horor...hehe" bu Lastri ngoceh sendiri sambil senyum-senyum. Tiba-tiba suara motor Jerry terdengar masuk ke halaman rumah. "Wah kebetulan sibapak sudah datang..." Bu Lastri keluar dari dapur langsung menghampiri Jerry yang baru saja masuk ke ruang tamu. "Pak.. pak.. ibu jatuh di dapur..." "Hah?" Jerry kaget, dia bergegas masuk, melempar tas ranselnya ke kursi ruang makan, langsung menuju ke dapur. "Astaghfirullah.. Minah.. Minah.. bangun Minah.." ucap Jerry sambil menggoyang-goyangkan tubuh
Kesibukan Rosita di Butik menjadikan kebebasan bagi bu Lastri menjalin hubungannya dengan pak Deden.Beberapa kali Ricky memergoki Maya (bayinya Rosita) yang dibawa ke rumah kontrakan itu yang nyaris hampir disetiap pagi. Hingga pada suatu pagi, bu Lastri berpapasan kepergok oleh Ricky. "Maaf mas, terganggu tidurnya ya?" sapa bu Lastri berlagak ramah.Ricky menatap ke arah wajah bu Lastri, dia tidak kaget karena dia tahu persis bahwa perempuan itu sudah sering datang kesitu, dari aroma tubuh yang dihirupnya. Justru bu Lastri yang jadi salah tingkah, karena ia tidak tahu kalau Ricky yang menatapnya tajam itu, buta."Oh gak apa-apa.. tapi mbak siapa ya?""Mmm.. anu.. anu saya pengasuh bayinya non Rosita,"Degh ! Ricky kaget, tapi dia bisa sembunyikan ekspresinya. Baginya perempuan ini bukan perempuan baik-baik, yang seenaknya mendatangi papah angkatnya, dan entah apa yang mereka lakukan berduaan di dalamkamar itu."Ada urusan apa ya dengan papah saya?"Bu Lastri kebingungan mencari j
Hutang budi, memang sulit untuk dilupakan begitu saja. hal tersebut dirasakan oleh orang yang berhati tulus dan baik hati. Sedangkan bu Amalia bukanlah type orang yang tulus, ia berbaik hati terhadap orang lain, dengan tujuan sebuah imbalan yang saling menguntungkan. hanya itu! Bu Amalia merasa sedikit lega, dengan rencana Lina bersedia datang ke kantor Satria Irawan. Wajahnya terlihat amat bersemangat. Ia lalu teringat pada Ricky, bagaimana keadaan anak muda yang cacat matanya, yang pernah diurusnya selama bertahun-tahun itu. Benarkah Satria Irawan telah menemukan pendonor mata bagi Ricky?. Tiba-tiba ia merasa kangen pada anak itu. Bukan rasa rindu seorang ibu terhadap anaknya, tapi rasa rindu atas segala kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh adiknya, disaat bu Amalia butuh uang. ** Beberapa hari kemudian, Satria Irawan mendengar laporan dari kang Deden. "Kang Sat, kemarin pagi ada berita Erna sudah meninggal dunia. Saya langsung berangkat ke rumah sakit bersama Ricky, dengan
Selesai membisikkan sesuatu di telinganya, Lina menatap lekat ke wajah bu Amalia, dahinya mengernyit, terlihat ia sedang berpikir.Bu Amalia bingung menafsirkan tatapan Lina, ia jadi salah tingkah dan kehilangan gaya."Emmhm, maksudnya gini Lin.."Lina memotong,"Enggak teh, Lina gak berani pake begitu-begituan.. iya kalau bisa kena beneran, kalau gak.. nanti Lina malah diapain lagi gitu.. kayak dulu, kang Satria pernah KDRT ke Lina,""KDRT..?""Eeh, emang teteh belum tahu ceritanya ya? ""Maksudnya KDRT itu apa?" tanya bu Amalia."Itu singkatan, Kekerasan Dalam Rmah Tangga teh.."Bu Amalia mengangguk-angguk pelan."Oooh.. Gimana ceritanya..."Lina menarik nafas panjang,"Waktu itu, Lina sempat melaporkan ke pengadilan bahwa kang Satria telah menganiaya Lina.""Ah, masa sih?... emang kamu dipukul gitu?" Bu Amalia tidak percaya, dan penasaran.Lina menatap ke arah lain, pikirannya teringat kembali ketika terjadi pertengkaran pada hari itu."Enggak teh.. bukan dipukul. Kejadiannya sewa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments