Langit sore itu tampak cerah, meski banyak kendaraan sudah mulai berlalu lalang. Ini sudah hampir jam pulang kantor.
Udara di luar kantor begitu sejuk, dan tidak membuat Natasya kedinginan. Suasana sore itu dipenuhi suara klakson dan langkah-langkah orang yang ingin segera pulang.Di tengah lalu lintas manusia, Natasya berdiri di dekat pintu keluar sebuah toko alat tulis, menggenggam ponselnya, membaca email dari klien. Proyek luar kantornya hampir selesai, dan dia ingin segera kembali sebelum arus lalu lintas menjadi semakin buruk.“Baguslah, ini hampir selesai,” ucap Natasya. Ia baru saja memasukkan ponselnya ke dalam tas, saat sapaan seseorang menghentikan gerakannya. “Natasya.” Suara itu membuatnya menoleh cepat. Di sana, berdiri seseorang yang bahkan tak terpikirkan akan ia temui sore ini. Kenan. Dia mengenakan jas hitam formal yang masih tampak rapi meski sudah menjelang waktu pulang kantor. WajahnyLangit sore itu tampak cerah, meski banyak kendaraan sudah mulai berlalu lalang. Ini sudah hampir jam pulang kantor.Udara di luar kantor begitu sejuk, dan tidak membuat Natasya kedinginan. Suasana sore itu dipenuhi suara klakson dan langkah-langkah orang yang ingin segera pulang. Di tengah lalu lintas manusia, Natasya berdiri di dekat pintu keluar sebuah toko alat tulis, menggenggam ponselnya, membaca email dari klien. Proyek luar kantornya hampir selesai, dan dia ingin segera kembali sebelum arus lalu lintas menjadi semakin buruk.“Baguslah, ini hampir selesai,” ucap Natasya. Ia baru saja memasukkan ponselnya ke dalam tas, saat sapaan seseorang menghentikan gerakannya. “Natasya.” Suara itu membuatnya menoleh cepat. Di sana, berdiri seseorang yang bahkan tak terpikirkan akan ia temui sore ini. Kenan. Dia mengenakan jas hitam formal yang masih tampak rapi meski sudah menjelang waktu pulang kantor. Wajahny
Kenan berdiri di depan pintu lobi perusahaan Watson, tangan kirinya menenteng dua buah goodiebag berisikan makan siang memang sengaja dia bungkus.Kepalanya sedikit menunduk, wajahnya kosong. Dia tidak tahu apa dirinya akan bertemu dengan orang yang dia cari, tapi setidaknya, dia harus terus mencoba.“Semoga saja aku bisa bertemu dengannya hari ini,” gumam Kenan. Langkahnya melambat ketika pintu lift terbuka. Tanpa berpikir panjang, dia melangkah masuk… lalu terdiam. Di sana, di dalam lift khusus eksekutif itu, terdapat sosok yang dia cari. Natasya berdiri sembari memainkan ponselnya, dan tidak langsung menyadari keberadaan Kenan.Kenan tersenyum ketika melihat Natasya yang berada sedekat ini dengannya. Dia berdeham sejenak, mencoba membuat Natasya menyadari keberadaannya.“Ehemm,” dehem Kenan.Natasya yang mendengar itu, langsung mengangkat wajahnya. Hal yang pertama dia lihat, adalah Kenan yang kini sudah berada di
Mobil hitam milik Kenan berhenti perlahan di salah satu sudut area parkir perusahaan Natasya. Mesin dimatikan, tapi ia tak beranjak turun. Jari-jarinya mengetuk setir dengan pelan, matanya terus menatap lurus ke arah pintu masuk lobi utama. Dia tidak mengatakan apa-apa pada siapa pun. Tidak memberi tahu Rival, tidak menelepon Natasya, dan tidak mengirim pesan. Dia hanya ingin melihatnya… sekali saja. Wajah itu, sosok yang bahkan dalam mimpi pun enggan pergi dari pikirannya.“Tolong datanglah, sebentar saja,” gumam Kenan berharap-harap cemas. Beberapa menit pertama ia masih tenang. Tapi waktu terus berjalan. Satu jam berlalu. Lalu dua. Orang-orang keluar masuk gedung, namun tak satu pun dari mereka adalah Natasya. Kenan mengetuk-ngetukkan jarinya lebih cepat. Matanya menyisir setiap langkah kaki perempuan yang lewat, berharap ada satu yang membuat jantungnya berhenti sepersekian detik.Tapi, tidak ada. Tidak ada satupun tanda, bahwa di
Obrolan makan siang mereka belum juga berakhir, ketika ponsel Dion bergetar pelan di atas meja. Ia melirik layar, tersenyum ringan. “Istriku sudah sampai,” ucap Dion sambil menegakkan punggung. Senyuman tampak terbit di wajahnya, dan Natasya bisa melihat betapa dia mencintai istrinya.“Kamu tidak ingin bertemu dengannya sebentar?” tawar Dion tiba-tiba.Sebenarnya Natasya ingin segera pergi. Tapi sepertinya, Dion ingin dirinya bertemu dengan istrinya terlebih dulu.Akhirnya, Natasya kembali setuju, dan menunggu istri Dion sejenak. “Aku akan berbincang sebentar,” jawab Natasya. Dion berdiri, melangkah santai ke arah pintu masuk restoran. Tidak beberapa lama kemudian, seorang wanita berjalan masuk. Anggun, sederhana, dan punya sorot mata lembut yang langsung memikat. Natasya mengenali wajah itu dalam sekejap. Wanita itu.. “Kak Nana?” batin Natasya.Dia, Nana. Wanita yang pernah duduk bersamanya di taman. Hanya beberapa
Dion sedang berada di sebuah restoran siang itu. Sebenarnya dia tidak sendiri. Dia hendak makan siang bersama istrinya, dan datang lebih dulu. Restoran itu tidak terlalu ramai siang ini. Beberapa meja diisi oleh pasangan yang makan perlahan, sisanya oleh para pekerja kantoran yang tampak terburu-buru. Dion duduk di sudut ruangan yang sedikit tersembunyi, tangannya sibuk memainkan ponsel sembari sesekali melirik jam di pergelangan tangan kirinya.“Kenapa masih belum datang?” pikir Dion. Istrinya memang masih belum juga datang. Mereka memang berjanji pagi tadi, setelah sekian lama tidak sempat makan siang bersama karena kesibukan masing-masing.Dion membaca sebuah dokumen di ponselnya dengan serius. “Ah, dia yang mendesain ruangan baru Kenan,” gumam Dion.Seingatnya, ruangan kerja Kenan sudah dia desain begitu pekerjaan konstruksinya selesai. Hanya saja, Kenan tidak berniat menempati ruangan baru itu.Saat itu, Dion sedang membac
Dion tidak langsung pulang ke rumahnya sore itu. Dia memilih untuk langsung mendatangi rumah Kenan.“Lebih baik menyelesaikannya dengan cepat,” pikir Dion. Dion membuka pintu rumah adiknya tanpa mengetuk. Rumah itu tenang, terlalu tenang untuk ukuran tempat tinggal seorang Kenan Leonardo yang biasanya penuh suara dari para pelayan atau denting piring makan malam. Tapi malam ini berbeda. Semua lampu utama dibiarkan redup, dan hanya satu cahaya temaram menyala dari arah ruang tamu.“Di mana dia?” ucap Dion penasaran. Langkah Dion pelan tapi mantap. Dia menuju ruangan kerja Kenan, tetapi menemukan ruangan itu dalam keadaan kosong.“Apa dia sudah tidur?” gumam Dion.Melihat mobil Kenan yang sudah terparkir di halaman, itu menunjukkan jika adiknya itu sudah pulang ke rumah.Baru saja Dion akan naik untuk memeriksa Kenan di kamarnya, dia lantas teringat sesuatu. Sepertinya dia tahu di mana Kenan sekarang.