Dua hari telah berlalu sejak Kenan yang terus bergelut dengan pemikirannya itu. Kini, dia mulai bisa kembali fokus dengan pekerjaan yang tanpa sadar sudah dia lupakan.Tiba-tiba saja, Kenan mendengar suara ketukan di pintu ruangan kerjanya itu.“Permisi bos!” ucap Rival. Asisten pribadi Kenan.Kenan meliriknya sejenak, meski tidak benar-benar berminat. “Ada apa?” tanya Kenan singkat. Dia seolah ingin mengatakan pada Rival agar tidak bertele-tele.Rival mengambil tempat di hadapan Kenan, meskipun berusaha tidak mengganggu atasannya itu.“Begini, untuk proyek desain ruangan kerjamu, apakah kamu sudah menemukan seseorang?” tanya Rival.Rival memang tidak terlalu kaku ketika hanya berbincang berdua dengan Kenan seperti saat ini. Itu karena mereka memang seumuran, dan sudah bekerja sama cukup lama.Mendengar pertanyaan itu, Kenan lantas menghentikan kegiatannya. Dia melepaskan kacamatanya sejenak, sebelum mulai berbicara.
Kenan melempar jas mahalnya ke sembarang arah, membiarkannya jatuh tanpa peduli. Satu per satu, ia melepas pakaiannya, seolah ingin melepaskan beban yang menyesakkan dadanya. “Ini mulai melelahkan,” ujarnya.Langkahnya menuju kamar mandi terasa berat, namun ia tetap melangkah. Begitu air shower menyentuh kulitnya, kenangan siang tadi kembali menghantui pikirannya.Flashback: Siang Hari di Kantor"Apa kamu yang meminta Daddy agar menyuruh Natasya mendesain ruangan kerjamu?" tanya Laura dengan nada tidak suka, yang bisa didengar jelas oleh Kenan.Bahkan tanpa berpikir panjang, Kenan lantas menganggukan kepala. “Itu benar." balas Kenan tanpa ragu sedikitpun.Mendengar itu, Laura tentu saja terkejut. Dia sudah menduga bahwa Natasya pasti akan menggunakan cara licik agar bisa mendapatkan perhatian Kenan.Meski begitu, Laura tidak ingin menghancurkan suasana bail di antara mereka saat ini. Jadi sebisa mungkin, dia mengendalikan emosinya.“Apa kamu serius? atau itu karena ada seseorang yang
Natasya berjalan dengan langkah santai menuju ruang kerja Kevin. Sepasang high heelsnya berdenting ringan di atas lantai marmer, seolah tidak membawa beban apapun. Namun kenyataannya, pikirannya dipenuhi pertanyaan.Setibanya di depan pintu kaca buram yang tentu saja ruangan kerja Kevin, ia mengetuk pelan lalu membukanya.“Kevin!” panggil Natasya dengan ramah.Kevin yang sedang membaca laporan di mejanya, menoleh cepat. “Iya, Nat?” jawab Kevin.Dia beranjak dari posisi duduknya dan segera menghampiri Natasya. “Apa kamu memerlukan sesuatu?” tanya Kevin langsung.Mendengar itu, Natasya lantas mengangguk seraya tersenyum lebar, “Aku membutuhkanmu,” balas Natasya.Dia melirik arloji yang melingkar di tangannya sejenak, sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, “Ayolah. Ikut denganku sebentar,” ucap Natasya, meskipun dia juga tidak berniat memberikan penjelasan.Kini dahi Kevin mulai berkerut, tetapi ia mengangguk dan bergegas mengambil barang-barangnya, tanpa banyak bertanya lagi.Akhirnya
Malam semakin larut ketika Laura masih duduk di dalam ruangannya, dengan tubuh yang mulai terasa berat akibat alkohol yang ia teguk sejak satu jam lalu. Matanya sembab, napasnya berat, dan bibirnya bergetar penuh kekesalan. “Argghhh. Dia benar-benar pembawa masalah!” teriak Laura.Kini Laura bisa berteriak sesukanya, karena dia tahu bahwa Natasya sudah pulang sejak tadi. Kini hanya tersisi dirinya di sana.Untung saja Laura berhasil menahan diri siang tadi, sehingga dia tidak melakukan hal yang bodoh. Dia hampir saja menolak proyek besar dari sang ayah, hanya karena proyek itu melibatkan Natasya.“Ini gila! Apa dia pikir aku bisa bekerja sama dengan perempuan itu?” gumam Laura sambil meneguk lagi gelas winenya yang entah sudah keberapa.Kepalanya terasa begitu penuh sejak tadi, dan dia tidak tahu lagi kemana harus meluapkan semua emosinya itu.Bahkan cahaya dari layar laptop miliknya masih menyala, memperlihatkan desain setengah jadi yang ia abaikan begitu saja. Kini Laura kembali m
Hari itu, Natasya duduk di ruangannya, menatap layar komputer sambil menggulirkan sketsa interior yang harus dia periksa. Dia begitu fokus hingga tidak sadar waktu sudah berlalu begitu cepat.Tok. Tok. Terdengar suara ketukan di pintu ruangan kerja Natasya.“Masuk,” ujar Natasya seraya membetulkan posisi duduknya.Kevin masuk dengan membawa dua kotak makanan. “Hai!” sapa Kevin. “Aku tahu kamu sedang sibuk bekerja, jadi aku membawakan makan siang,” ujar Kevin, tersenyum.Natasya mengangguk dan membalas senyum itu. “Terima kasih, Kevin. Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan.”Mereka duduk di sofa kecil di dalam ruangannya yang berdinding kaca transparan. Siapa pun yang lewat bisa langsung melihat keberadaan mereka.Tanpa menunggu lama, Kevin dengan cekatan menata makanan yang dia bawa. Natasya bahkan menatap hidangan itu dengan bersemangat.“Aku akan membelikan makanan lain kali,” kata Natasya.Mereka makan sambil sesekali bercanda. Kevin tampak nyaman berada di dekat Natasya, dan dari lu
Thomas meletakkan ponselnya di meja kerja dengan kasar. Layar ponsel masih menampilkan video Natasya dan Laura yang saling menyerang di kantor, tepatnya di ruangan kerja Laura. Wajah pria itu tampak merah padam.“Apa kamu serius, Natasya?” bentaknya marah.Natasya berdiri di depan meja, menegakkan tubuh. “Aku tidak memulainya. Aku hanya menyapa.” balas Natasya.“Menyapa?” Thomas menyipitkan mata. “Itu terlihat seperti kamu sengaja memancingnya,” kata Thomas.Natasya tertawa ketika mendengar kalimat itu. “Apa rekaman itu menunjukkan kejadiannya sejak awal?” tanya Natasya.“Atau apakah aku yang memulainya, hanya karena aku datang ke ruangannya?” lanjut Natasya.Thomas mengusap wajahnya kasar, dan menarik napas senenak. “Apa ini alasan sebenarnya Daddy memanggilmu kembali?”Napas Natasya memburu. Ia menggigit bibir, menahan segala emosi yang hampir meledak.“Bagaimana jika mengirimku ke cabang di luar negeri?” tawar Natasya.Thomas menggeleng. “Tidak. Daddy tidak akan berubah pikiran. Ka