Share

Malam pertama

Penulis: Chikyciki
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-05 12:29:39

"Jingga, terimakasih karna kamu mau menikah dengan anak saya Dafa. Saya harap kamu bisa membuatnya bangkit kembali seperti dulu."

Tampak mata Tuan Besar berkaca-kaca, wajahnya yang begitu terlihat bahagia membuatku semakin yakin untuk bisa mengembalikan anaknya seperti dulu, walau rasanya tidak mungkin.

"Jingga, mulai sekarang jangan panggil saya Tuan Besar lagi yah. Karna sekarang, saya sudah menjadi Papah kamu juga."

Lelaki itu tersenyum, Ia mengusap puncak kepalaku lalu pergi. Entah kenapa aku merasa benar-benar mendapatkan sosok Ayah darinya.

***

Sedari tadi, aku sudah bertemu dengan banyak orang, akan tetapi tidak kulihat Tuan Dafa setelah dari acara akad.

Karena melihat semua tamu hampir pulang dan acaranya sudah selesai, aku langsung menuju kamar. Tapi tiba-tiba ada sebuah tangan yang mencekal pergelangan tanganku.

"Hans."

"Saya mau bicara sebentar, boleh?" tanyanya.

Aku menganggukan kepala, lelaki itu tampak celingukan lalu membawaku ke tempat yang sedikit sepi.

"Mana ponselmu?"

Aku memincingkan mataku, walau ragu, aku tetap memberikan ponselku padanya.

Hans dengan lincah mengutak-atik benda pipih itu, ia lalu kembali memberikannya padaku.

"Jingga, jika nanti Kak Dafa melakukan sesuatu yang kasar padamu. Kamu hubungin saya yah. Di sini sudah ada nomor telepon saya!"

"Hans, kenapa kamu baik sama aku?"

"Saya hanya tidak ingin kamu tersiksa seperti istri Kak Dafa sebelumnya."

Lagi-lagi aku mendengar hal itu, apakah Tuan Dafa seburuk itu?

"Pergilah, Jingga. Jika ada yang melihat kita, mereka akan salah paham."

Aku mengangguk, lalu buru-buru pergi ke kamar Tuan Dafa.

Aku berdiri dengan lama di depan pintu, kata-kata yang diucapkan Hans dan Tania terus menganggu pikiranku.

"Jingga kenapa masih di luar? Kak Dafa sudah menunggumu di dalam dari tadi," ucap Satria yang tiba-tiba ada di depanku.

"Hm ... Ii--iya." Aku menghela nafas pelan lalu memutar knop pintu. Sebelum masuk, kulihat Satria dan Tania tampak tersenyum miring.

***

Dengan jantung berdebar, aku melangkah masuk ke dalam kamar. Di sana, Tuan Dafa sudah duduk dengan diam.

Aku menghirup udara dalam-dalam, lalu berjalan mendekat ke arahnya. Tatapan lelaki itu tampak kosong, ia hanya terus menatap ke depan.

"Tuan," sapaku pelan, membuat lelaki itu menoleh lalu tersenyum ke arahku.

"Duduklah, aku sudah menunggumu dari tadi." Tuan Dafa menepuk kasur di sisinya. Keningku berkerut, akan tetapi aku tetap mendekat ke arahnya.

"Kamu cantik," ungkapnya membuat pipi ini terasa memanas. Tapi kata-kata berikutnya langsung membuatku tercengang.

"Benar kata orang, kamu sangat cantik, Jingga. Cocok untuk Hans, tidak dengan pria cacat sepertiku."

"Tu--tuan Dafa." Tenggorokan terasa tercekat, entah kenapa rasanya begitu sesak mendengarnya.

Tuan Dafa memegang pipiku dengan sebelah tangan, lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku.

"Jingga," ucapnya dengan suara serak, "Semua orang mengatakan saya lumpuh, saya pria tidak berguna. Tapi sekarang, saya akan membuat kamu menjadi lumpuh seperti saya malam ini."

Ucapannya membuatku merasa sangat takut, terutama ketika Tuan Dafa hendak mencium bibirku. Tanpa ragu, aku dengan cepat mendorongnya menjauh.

Aku mundur beberapa langkah, melihat matanya yang sudah memerah. "Jingga, kamu menolakku?" tanyanya.

"Tu--tuan, anda mabuk!"

"Kenapa Jingga? Kenapa semua orang terus meninggalkanku? Apa karna aku cacat, aku tidak sempurna?"

Badanku gemetar, aku melihat Tuan Dafa tertawa lalu menangis.

"Apa kamu juga akan melakukan hal itu Jingga? Setelah ini pasti kamu juga akan pergi 'kan?

Mereka semua menghina saya, meninggalkan saya, tapi mereka mengatakan kalo saya yang tidak punya hati. Jingga, apakah orang cacat seperti saya tidak pantas bahagia?

Jangan menangis Jingga, kemarilah." Tuan Dafa menggapai tanganku, lalu menarik tanganku dengan kencang, aku berusaha memberontak akan tetapi cekalan tangannya terlalu kuat.

"Tu--tuan, apa yang akan anda lakukan?"

"Jingga, semua istri saya pergi tanpa melakukan malam pertama. Tapi denganmu saya harap bisa merasakan bagaimana indahnya malam pertama itu."

Tangannya mengelus pipiku dengan lembut, namun tatapannya membuatku merasa takut.

Semakin lama, tangan Tuan Dafa turun memegang tenguku. Mataku terpejam dengan air mata yang sudah luruh saat Tuan Dafa kembali mendekatkan wajahnya lalu mencium bibirku dengan kasar. Namun entah apa yang terjadi, setelah itu ia tiba-tiba mendorong tubuh ini dengan kuat.

"Tidak, saya masih punya hati. Saya tidak akan merusak wanita!

Dari dulu, saya tidak mau menikah. Tapi Papah terus memaksa saya, setelah saya setuju mereka akan pergi. Dan saya yang di cap tidak punya hati.

Semua orang sama saja, pada akhirnya mereka akan meninggalkan saya." Tuan Dafa terus meracau, sedangkan aku hanya memandangnya dengan buliran bening yang tidak berhenti.

Aku melihat Tuan Dafa yang sudah mulai memejamkan matanya, lalu dengan hati-hati aku membenarkan posisi tidurnya dan menyelimuti dirinya.

Dering ponselku tiba-tiba berdering, sebuah nama Hans terpapang di sana. Sekarang sudah pukul 12 malam, kenapa lelaki ini belum tidur.

Aku mengambil benda pipih itu, mengusap air mata dan mengontrol suara agar tidak terdengar serak. Setelah merasa cukup tenang, barulah aku mengangkat telepon yang berdering cukup lama itu.

"Hallo, Hans."

"Jingga, apa kamu baik-baik saja. Kak Dafa gak ngelakuin sesuatu ke kamu kan?" tanyanya di sebrang sana.

Aku terdiam sejenak, lalu menatap ke arah Tuan Dafa.

"Aku baik-baik aja Hans, kamu tidak usah khawatir," kilahku, tidak seharusnya aku menceritakan masalahku pada Hans.

"Kak Dafa, di mana?"

"Mungkin kelelahan, pas aku masuk kamar. Dia sudah tidur."

"Baiklah." Hans langsung memutus telepon sepihak.

Aku menghela nafas lega, setelah itu mengambil satu bantal, lalu beranjak untuk tidur di sofa. Aku mulai memejamkan mata, mengistirahatkan tubuhku yang begitu lelah, bukan badan tapi mental.

***

Aku terbangun lalu melirik jam yang sudah menunjukan pukul 05.00 pagi. Sedari dulu, aku sudah terbiasa bangun di jam seperti ini. Karna jika telat beberapa menit saja, Ibu akan mengguyurku dengan air satu gayung.

Aku melihat ke arah Tuan Dafa yang masih tidur. Refleks, aku memegang bibirku mengingat kejadian semalam. Semoga saja Tuan Dafa amnesia, dan tidak mengingat apa-apa jika nanti ia bangun.

Aku tersenyum, hari ini aku ingin memasakan sesuatu yang spesial untuk Tuan Dafa.

***

Setelah selesai memasak, aku membawanya ke kamar Tuan Dafa. Tapi tidak ku lihat lelaki itu dimana-mana, yang ada hanya dua pelayan yang sedang membereskan tempat tidur dengan tergesa-gesa.

"Buruan, sebelum jam tujuh kita harus sudah keluar dari kamar ini," ucap salah satu pelayan membuat keningku berkerut.

"Bukannya kemaren bantalnya baru di ganti, kenapa sudah di ganti lagi?"

Aku bertanya karna selama di sini hampir setiap hari bantal milik Tuan Dafa selalu berbeda.

Kedua pelayan itu tampak saling pandang dan hanya diam.

"Kenapa kalian diam?" tanyaku semakin penasaran

"Maaf, Nona. Tuan Muda melarang kami mengatakannya pada siapapun!"

"Saya istrinya, kalian bisa mengatakannya pada saya!"

Tiba-tiba salah-satu pelayan mendekat ke arahku, ia lalu berbisik pelan. "Bantal Tuan Dafa selalu basah setiap Tuan Dafa bangun tidur Nona."

"Apa?" Aku melebarkan mata seketika.

"Iya Non, sepertinya setiap malam Tuan Dafa menangis."

Astaga, Fakta apalagi ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aliesha Ayudia
Alhamdulillah sudah ad di sini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Ending

    Dafa terduduk lemas sambil menatap sebuah foto yang berisi keluarganya dulu saat mereka masih lengkap. Dia kemudian memasukkan foto tersebut ke dalam koper.Sudah tujuh tahun sejak peristiwa mengerikan itu terjadi, namun kenangan yang menakutkan itu masih selalu menghantuinya. Dafa menghela nafas pelan dan kembali melanjutkan mengambil barang-barang lainnya untuk dimasukkan ke dalam koper."Sudah siap semuanya?" tanya Tuan William. Dafa mengangguk, ia lalu meminta seseorang untuk membawa barang-barangnya ke mobil."Hana, sini sama Papah." Bocah perempuan yang berada di sisi Tuan William langsung berlari ke pangkuan Dafa. Lelaki itu tersenyum, ia lalu mencium pipi gembul putrinya."Sebelum ke rumah baru, kita nemuin Bunda dulu yah," ucap Dafa membuat bocah itu mengangguk dengan antusias. Dafa lalu menggendong Hanna, sebelum pergi ia terlebih dahulu menatap lama ke arah kamar mereka. Ia menghela nafas pelan, merasa berat meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan indah. Namun, mes

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pengorbanan Hans

    "Tania, berhenti!" teriak Jingga dengan panik, namun Tania justru tertawa. Dengan kegilaan di matanya, wanita itu terus mengemudikan mobilnya menuju jurang yang mengerikan."Tania, jangan bodoh. Kita bisa mati!"Tidak, Jingga. Jika aku tidak bisa mendapatkan Mas Dafa, maka kamu juga tidak."Tania menginjak gas dengan keras, membuat mobil semakin cepat menuju ke jurang yang menakutkan. Jingga dengan panik mencoba menghentikannya, tangan mereka berebut setir mobil sehingga kendaraan itu menjadi tidak stabil. "Lepaskan, Tania!"Namun, Tania tak merespons. Kedua wanita itu terus berebut setir, membuat mobil semakin oleng dan jauh dari kendali."Aku tidak akan membiarkan kamu menyelakaiku atau anakku."Tin! Tin! Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar dari arah samping. "HANS," teriak Jingga, ia melihat mobil Hans yang sedang melaju di sisinya dengan tangan lelaki itu berusaha mengetuk kaca mobil Tania."Hentikan perbuatan ini Tania! Berhenti!" teriak Hans dengan keras, namun Tania tet

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pengakuan mengejutkan

    Ada yang aneh dari tatapan Tania, tapi aku tidak tau apa. "Jingga, saya mau menemui Hans terlebih dahulu. Saya harus mengetahui apa alasan dia melakukan hal itu." "Aku ikut, Mas.""Hm, ayo."Kami akhirnya melangkahkan kaki untuk mencari Hans, sekarang dia harus menjelaskan semuanya. Mengapa dirinya sampai mengambil keputusan seperti itu? "Hans," panggil Mas Dafa. Membuat Lelaki yang sedang duduk di teras itu mendongak menatap kami. "Kak Dafa, ada apa?" "Jujur sama saya, Hans. Kenapa kamu melakukan hal itu?""Hans, hanya ingin menikahinya Kak.""Bohong, saya sudah pernah mencarikanmu wanita. Bukan hanya saya, tapi Papah juga. Tapi kamu selalu menolak dengan alasan tidak mau menikah, sekarang kamu malah ingin menikahi Tania. Hans, saya tau kamu tidak mencintainya, kamu juga tidak sepeduli itu pada putranya. Lalu apa yang membuat kamu ingin menikah dengannya?" tanya Mas Dafa, tampak kekesalan terlihat di wajahnya karna melihat Hans yang hanya tersenyum dan terus diam. "Kakak tidak

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Permintaan Hans

    Aku terbangun dan menatap ke samping namun tidak ada keberadaan Mas Dafa. Ku lirik jam yang sudah menunjukan pukul satu malam. Kemana Mas Dafa pergi malam-malam seperti ini. Aku langsung bangkit, dan keluar dari kamar. Langkah ku ayunkan ke kamar Tania, pasti Mas Dafa berada di sana.Benar, saja. Aku melihat Mas Dafa sedang menggendong Azka, putra Tania. Mata lelaki itu terlihat sayu, tapi dia seperti tidak lelah menggendongnya. Sedangkan Tania, wanita itu sedang berbaring sembari tersenyum ke arah Mas Dafa. Melihat pemandangn seperti ini, hatiku terasa begitu sakit, terlebih melihat mereka seperti suami istri yang sempurna.Aku menggeleng dengan cepat, bagaimana bisa aku berpikir seburuk itu. Aku tau, jika Mas Dafa hanya mencintaiku. "Mas, gendong Azka nya jangan sambil berdiri gitu. Mendingan sambil tiduran dekat aku," ucap tania dengan nada yang terdengar manja."Tania, saya datang ke sini hanya untuk menidurkan Azka. Jangan pernah berpikir macam-macam, karena jika kamu mengatak

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Kebodohan Jingga

    "Ngga, Mas." Langkah Mas Dafa kembali berhenti saat aku menghempaskan tangannya. "Jingga, kamu ....""Mas, aku mohon. Apa kamu tidak kasihan sama Papah, dan anak Tania. Dia masih kecil Mas, dia butuh banyak kasih sayang.""Jingga, kamu tidak tau apapun. Turutin perintah saya, ayo!" Mas Dafa akan kembali menarik tanganku, tapi dengan cepat aku menggeleng. "Maaf Mas, aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tetap di sini. Mas, tolong kali ini saja jangan egois," ucapku membuat mata Mas Dafa melebar, seperti tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. "Saya egois, kamu serius dengan ucapanmu, Jingga?""Iya, Mas," jawabku sembari menatap ke arahnya, berusaha untuk menutupi ketakutan ini karna sudah melawan dirinya. "Baiklah, kita akan tetap di sini," jawab Mas Dafa dengan nada yang terdengar kecewa.***Aku, Papah dan Hans mengikuti Mas Dafa yang berjalan ke arah kamar Tania, entah kenapa mendadak hatiku menjadi tidak tenang. Semoga saja, ini tidak membuat hubungan kami menjadi kembali reng

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pergi

    Pov JinggaAku menggendong bayi Tania dengan air mata yang menetes, tak kuasa manahan tangisku saat bayi yang baru lahir ini sudah kehilangan Papahnya dan Ibunya seperti tidak menyayanginya."Jingga, kamu amankan dulu bayinya." Aku mengangguk, saat akan membawa bayi ini tiba-tiba Tania kembali berteriak. "Kembalikan bayiku! Jangan bawa dia, kamu mau nyuri dia kan? Karna dia pewaris keluarga William?""Astagfirullah." Hans menggelengkan kepalanya, sedangkan wajah Mas Dafa sudah memerah. Mas Dafa memgambil alih bayi itu, lalu kembali menurunkannya di dekat Tania. "Urus bayimu Tania!" ucap Mas Dafa, setelah itu ia akan kembali mendekatiku akan tetapi Tania malah mencekal tangannya. "Mm--mas Dafa," panggil Tania, membuat kami semua mengerutkan kening. "Mas, bantu aku buat jaga bayi ini. Kasian dia Mas, dia udah gak punya Papah." "Bukannya kamu tadi menuduh istri saya akan mencuri bayimu?" "Yah, karna dia bukan siapa-siapa. Dia pasti bakal ngelakuin segala cara untuk mengambil bayi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status