Share

Tujuh

Penulis: Shinta wira
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-02 14:19:11

"Bapak memukuli Mas Dani, sampai babak belur." jawabnya singkat, wajahnya masih nampak bete. Barangkali ia merasa terganggu karena masalah ini membuat waktu tidurnya hilang. Salsa memang hobi tidur, dan sangat sulit dibangunkan. Pasti tadi ia juga di paksa ikut oleh Bapak dan Ibu kemari.

"Baguslah, aku malah berharap aku yang akan melakukannya," timpalku kesal.

*****

Kini aku sudah berada di rumah. Tepat pukul lima subuh kami beranjak pulang kembali. Rasanya aku ingin sekali beristirahat. Merebahkan tubuhku sebentar saja. Karena sudah beberapa hari ini aku tidak tidur dengan benar.

Ayah sedang berada di luar bersama pihak RT dan RW. Entah apa yang sedang dibicarakan dan dilakukan mereka. Kuserahkan semua kasus ini pada Ayah. Karena aku sudah tak mau lagi memikirkannya.

Sementara itu ibu membuatkan segelas susu dan teh hangat. Ia juga memasangkan aromaterapi di kamar agar membuatku lebih nyaman, lalu membiarkanku beristirahat tanpa membahas masalah Dani lagi. Aku memang memintanya untuk tidak membahas apa-apa dulu. Aku butuh ketenangan agar bisa tahu apa yang harus dilakukan, terutama pada janin ini ke depannya.

Sementara itu Salsa memijit kakiku lembut, ia juga tak banyak bicara, hanya memandangku dengan tatapan ibanya, juga kantuk. Pastinya, masalah ini membuat semua orang menjadi tak beristirahat sama sekali.

Ayah tiba-tiba datang membuka pintu kamarku. Aku yang baru saja akan terlelap seketika terbangun.

"Ada telepon dari Emil, suami Haya!" ucapnya sambil menyodorkan sebuah telepon genggam yang entah milik siapa.

Dengan enggan aku menerimanya, lalu menempelkan ponsel itu ke telinga.

"Ya," ucapku pada orang di seberang sana.

"Bu Shania, ini saya Emil. Saya hanya ingin berkata, bahwa saya menyerahkan semua kasus hukum ini pada Anda saja. Saya baru akan pulang ke Indonesia sebulan lagi. Silahkan ambil keputusan yang terbaik bagi keluarga Bu Shania, walaupun itu berarti istri saya harus dipenjara!" ucap Pak Emil dengan tegas.

"Baiklah kalau begitu," jawabku lemah.

"Bu Shania, maafkan saya karena tak bisa menjaga dan mendidik istri saya sehingga semua ini harus terjadi," lanjut Pak Emil lagi.

"Hmm ...," jawabku malas, tak mau lebih banyak berbincang dengannya dan membahas masalah ini.

Karena tak ada lagi yang dibicarakan aku pun memberikan sambungan telepon pada Ayah kembali.

"Apa katanya?" tanya Ayah penasaran.

"Dia menyerahkan semuanya padaku, Yah!"

"Baiklah kalau begitu, Ayah dan pihak RW juga RT sini sepakat akan melaporkan suamimu dan wanita itu. Mereka harus mendapatkan pelajaran juga agar menjadi efek jera bagi yang lainnya," terang Ayah.

Ya ... kuserahkan saja semua padanya. Memang itu juga yang kuharapkan.

****

Setelah terlelap beberapa saat, tiba-tiba aku terbangun karena rasa mual yang teramat sangat. Gegas aku berlari ke kamar kecil, memuntahkan semua isi dalam perutku, hingga tak ada lagi yang bisa keluar. Tapi mualku masih saja ada, dan rasanya aku seperti akan mengeluarkan organ perutku sendiri.

"Shania, kamu baik-baik saja?"

Tiba-tiba saja Dani ada di sampingku ia seketika memijit tengkukku, lembut. Sungguh pijitannya membuatku merasa nyaman, tapi ... aku teringat dia adalah lelaki yang paling kubenci kini.

Kuhempaskan tangannya lagi, tak peduli rasa mualku.

"Jangan sekali-sekali lagi kamu menyentuhku!" bentakku kasar.

Kenapa pula dia masih ada di rumah ini? Kukira dia sudah mendekam di penjara sana. Lalu kemana orang-orang yang semalam berkumpul begitu banyak di rumahku? Kemana mereka semua dan malah membiarkan lelaki bus*k ini berkeliaran.

"Jangan marah-marah terus, Sayang. Tak baik untuk janinmu!" ucap Dani lembut seraya mendekatiku kembali.

"Persetan dengan janin ini! Aku tak inginkan benih dari lelaki sepertimu!"

"Shania, kamu tidak boleh bicara seperti itu! Aku tahu aku bersalah. Tapi, anak itu tidak bersalah!" tegasnya. Seakan dia benar-benar peduli saja. Memuakan.

Dani masih berusaha mendekatiku. Apa yang dia inginkan sebenarnya? Aku jadi takut dia akan berbuat yang tidak-tidak padaku.

Kulihat diujung meja dapur tergelatak sebuah pisau. Langsung saja kuambil pisau itu dan kuarahkan kepadanya.

"Jangan mendekat padaku! Aku tak segan-segan menusukmu!" ancamku, bersungguh-sungguh sambil terus berusaha menggenggam pisau di tangan erat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Empat Puluh Lima

    Tiga bulan kemudian.Aku baru saja pulang dari persidangan pembacaan hukuman untuk Haya dan mulai berkutik kembali dengan pekerjaanku yang cukup menumpuk karena selalu terpotong karena kasus Haya ini. Tapi, selama mengikuti persidangan Haya, aku jadi tahu bahwa setelah bebas dari penjara kemarin ternyata Haya dan Dani masih berhubungan, bahkan saat Dani telah menikah dengan Salsa pun mereka masih sering bertemu. Menjijikan sekali.Lalu ternyata saat hari percobaan pembunuhan itu Haya yang memasang GPS pada ponsel Dani mengikutinya sampai ke Bogor. Ia marah besar saat mengetahui Dani malah menikah dengan wanita lain dan bukannya menepati janji untuk menikah dengan dirinya. Akhirnya Haya pun mengatur rencana untuk membunuh Dani. Pada malam setelah pernikahan, Haya memberikan minuman berisi obat tidur pada semua orang yang ada di rumah tempat berlangsungnya pernikahan Dani. Lalu setelah semuanya terlelap dia pun menyerang Dani dengan berbekal pistol yang didapatn

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Empat Puluh Empat

    Setelah melepas semua emosinya akhirnya Salsa tertidur di kursi ruang tengah. Kini Ibu dan Bapak yang menemaninya karena aku harus menyusui Dewa.Ibu dan Bapak sangat terluka ketika mengetahui ulah Dani. Lagi, mereka harus menerima anaknya disakiti oleh lelaki yang sama. Seharusnya Salsa mengikuti ucapan kami yang melarangnya menikah dengan lelaki berengs3k itu agar semua ini tak terjadi.Saat sedang menyusui, tiba-tiba kulihat ada panggilan telepon dari Emil. Gegas aku mengangkatnya."Shania, kau tahu Haya sudah tertangkap?" tanya Emil.Ah ..., aku hampir saja melupakan kasus Haya. Meninggalnya Kayla dan kabar Dani menikah lagi membuat aku melupakan masalah yang satu itu."Syukurlah kalau dia sudah tertangkap. Di mana memang dia sembunyi?" tanyaku penasaran."Di Bogor.""Wah ..., jauh juga ya dia melarikan diri. Syukurlah polisi bisa menemukan dia," ucapku merasa lega. Setidaknya satu persatu masalah selesai."Tapi, Shania ...," ucap Emil terput

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Empat Puluh Tiga

    POV ShaniaRumah kini kembali sepi setelah Kayla dimakamkan dan para pelayat pun berangsur pulang. Suasana duka masih terasa menyelimuti seisi rumah.Rasanya ada yang aneh, setelah sebelumnya kami selalu mendengar celoteh Kayla yang mulai terdengar, kini semua tinggallah hening.Sedangkan Salsa, sejak pulang dari rumah sakit terus mengurung diri di kamar. Ia bahkan tak ikut dalam prosesi pemakaman, lebih memilih berdiam diri dan meratapi semuanya.Sejujurnya aku khawatir pada kondisinya. Sungguh aku akan merasa lebih tenang jika Salsa mengungkapkan emosinya, menangis, meraung-raung atau apa pun itu. Bukannya hanya berdiam diri seperti saat ini.Berulang kali Bapak dan Ibu memintanya keluar dan berkumpul bersama kami. Tapi sama sekali tak ada respon darinya.[Kak, apa Tuhan sedang menghukumku?]Sebuah pesan tiba-tiba masuk ke ponselku saat aku tengah membereskan perlengkapan Dewa. Dari Salsa.[Tapi kenapa harus K

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Empat Puluh Dua

    Sungguh aku tak habis pikir apa yang ada di benaknya hingga Haya bisa berpikir seperti itu. Ia terus saja menagih janjinya agar aku mau menikahinya.Seperti saat ini, aku hanya bisa menarik nafas panjang atas permintaannya ini. Tak mungkin kan aku menikahinya di saat aku sudah menikah dengan Salsa lalu sebentar lagi saja aku akan menikahi Mirna?Aku memang suka bersama wanita, tapi tidak untuk menjadikan mereka istriku semuanya.[Aku ..., mencintaimu, Dani. Aku melakukan ini semua agar bisa segera hidup denganmu] ucapnya lagi melalui pesan.Mama yang melihat aku terus sibuk dengan ponselku, seketika mengambilnya paksa dari tanganku."Kamu jangan sibuk dengan ponsel terus, Dani! Sebentar lagi kamu menikah! Biar Mama saja yang pegang ponselmu ini. Agar nanti Salsa atau siapa pun tak akan mengganggumu!" ujar Mama sambil memasukkan ponselku dalan tasnya.****Keesokan harinya prosesi akad nikah dan resepsi berjalan lancar. K

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Empat Puluh Satu

    Kadang terbersit rasa bersalah pada Salsa jika ingat sebentar lagi aku akan menduakannya. Dia saja belum aku bahagiakan dengan baik. Aku masih belum mendapat pekerjaan yang layak, dan harus membuatnya terus bertengkar dengan Shania karena belum bisa memberikannya rumah yang layak.Ya ..., walau memang rumah yang ditempatinya kini pun masih bisa dibilang rumahku juga sih, karena aku membelinya berdua dengan Shania. Salahnya aku waktu itu malah membiarkan sertifikat rumah ini atas namanya. Tapi ... toh nasi sudah menjadi bubur. Yang penting aku masih bisa tinggal di sini bersama anak dan istriku.Saat menikah dengan Salsa aku sempat berjanji menjadikan ia wanita satu-satunya. Tapi ternyata terpaksa kini aku harus menarik janjiku sendiri. Semua itu kulakukan demi baktiku pada kedua orang tuaku. Juga demi ... Mirna, gadis manis yang polos itu.Sesaat sebelum aku berangkat, Kayla terus menangis. Segala cara sudah aku dan Salsa coba agar anak itu terdiam dan bis

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Empat Puluh

    POV Dani[Dani, jangan lupa hari Kamis nanti kita akan ke Bogor. Keluarga Mirna sudah mempersiapkan segala keperluan untuk pernikahan kalian!]Kubaca ulang pesan yang dikirimkan oleh Mama beberapa saat yang lalu dan segera menghapus isi pesan tersebut sebelum Salsa membacanya.Ya, Mama terus memaksaku untuk menikah dengan Mirna, anak dari salah satu kolega Ayah."Mumpung masih ada yang mau menjadi istrimu, Dani! Kau tahu sepak terjangmu sangat parah sekali. Untung saja orang tuanya percaya pada ayahmu. Jadi mau saja menjadikanmu menantunya!" terang Mama saat memberitahukan perihal pernikahan ini."Bapaknya Mirna itu punya perternakan sapi yang besar. Kamu kalau sudah menikah dengan Mirna yang akan mengurusnya. Hidupmu akan kembali seperti dulu lagi jika menikah dengannya!" terang Mama tanpa kuminta sedikit pun.Tentu saja aku menolak ide wanita yang telah melahirkanku itu dengan keras. Aku kan sudah bertekad untuk bertobat, hanya ing

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Tiga Puluh Sembilan

    Saat di kantor polisi drama pun terjadi. Fani, yang datang tak lama setelah diberitahu tentang kondisi Ardi tak terima atas pelaporan yang kubuat. Tapi ia juga tak dapat mengelak atas tuduhan teror dan rencana menghancurkan usahaku. Karena semua percakapan rencana mereka tersimpan dalam ponselnya.Sementara itu yang wanita yang paling ingin kutemui saat ini--Haya-- malah kabur ketika polisi memanggilnya untuk datang. Ia bahkan kini sama sekali tak bisa dihubungi. Entah kemana perginya wanita itu. Emil pun sudah berusaha menghubungi beberapa kerabat yang ia kenal untuk mencari keberadaannya. Tapi Nihil, semua mengatakan tidak bertemu dengan wanita itu."Aku melakukan semuanya atas perintah Haya!" ucap Fani, membela dirinya sendiri sambil menangis meratapi semua saat polisi meminta penjelasan atas semuanya."Tapi kamu yang merencanakan semuanya, kan? Menyuruh Ardi melamar di tempatku dan memintanya mengganti sepsifikasi kain!" bentakku penuh murka.

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Tiga Puluh Delapan

    "Apa kau jujur? Apa semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan Fani Ghaisani, kakakmu?" tanyaku to the point Sektika kulihat Ardi pun memucat. "Bu Shania tahu?""Tentu saja aku tahu. Kau tidak bisa menyembunyikan jati dirimu terus. Jadi, jujur padaku. Kau sengaja kan melakukannya? Apa Fani yang menyuruhmu?" selidikku. Menatapnya tajam."Tunggu, Fani Ghaisani. Sepertinya aku mengenalnya. Apa dia tinggal di perumahan Nirmala?" sela Emil tiba-tiba."Ya, yang kutahu dia tinggal di sana. Juga Ardi. Entah kalau dia sudah pindah atau memiliki rumah lainnya," jawabku, kesal."Apa kamu juga kenal dengan Haya, Ardi?" tanya Emil tiba-tiba. Membuatku mengernyitkan kening. Apa maksud pertanyaan Emil, sebenarnya?"A-aku ti-tidak mengenalnya, Pak," jawab Ardi tergagap. Siapa pun akan tahu jika dia berbohong.Seketika Emil mengambil paksa ponsel Ardi. "Apa, kata kuncinya?" todong Emil. Ardi makin memucat, keringat sebesa

  • Aku Tidak Tidur, Mas!   Tiga Puluh Tujuh

    "Gawat, Shania! Semua pelanggan komplain dengan produk yang mereka terima. Ternyata kain yang kita pakai mengkerut, sehingga dress yang mereka pesan tidak bisa dipakai lagi," ujar Emil melalui telepon.Kini aku seorang diri di rumah. Karena Kayla yang terkena pneumonia harus dirawat di rumah sakit, maka Salsa, Ibu dan Bapak menemaninya.Lalu berita buruk itu datang. Aku mengetahui komplen ini bukan hanya dari Emil, tapi sejak semalam ponselku pun tak henti berdering mendapat komplen dari para pelanggan. Mereka semua mengatakan kecewa akan produk kami."Sepertinya kita kecolongan kali ini. Aku sedang menganalisa di mana letak kesalahannya. Sejauh ini sepertinya dari pihak pabrik ada salah tanggap tentang bahan yang digunakan" terang Emil lagi.Sungguh aku kini tak bisa berpikir apa-apa. Ini kejadian pertama kali gagal produksi dengan kuntitas yang sangat banyak. Masalahnya lagi, ribuan picis sudah sampai pada pelanggan sehingga mereka benar-benar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status